Penalaran Dalam Bahasa: Pengertian, Proposisi dan Term, Jenis-jenis Penalaran, Contoh Kesalahan Penalaran [Lengkap+Referensi]

Penalaran menjadi kunci dalam berbagai tes seperti tes UTBK (ujian tulis berbasis komputer), CASN (calon aparatur sipil negara), dan tes-tes penting lainnya. Oleh karena itu, pada artikel ini akan dijelaskan terkait Penalaran Dalam Bahasa: Pengertian, Proposisi dan Term, Jenis-jenis Penalaran, Contoh Kesalahan Penalaran, dan contoh soal [Lengkap+Referensi].


Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Penalaran menjadi kunci dalam berbagai tes seperti tes UTBK (ujian tulis berbasis komputer), CASN (calon aparatur sipil negara), dan tes-tes penting lainnya. Oleh karena itu, pada artikel ini akan dijelaskan terkait Penalaran Dalam Bahasa: Pengertian, Proposisi dan Term, Jenis-jenis Penalaran, Contoh Kesalahan Penalaran, dan contoh soal [Lengkap+Referensi].



Pengertian Penalaran

penalaran
Tes penalaran sering dipakai dalam ujian seleksi

Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta tersebut boleh benar dan boleh juga tidak. Jika data yang disampaikan salah, penalaran yang dihasilkan tentu saja salah dan jika data yang disampaikan benar, tetapi cara penyimpulannya (penalarannya) tidak benar, akan dihasilkan simpulan yang tidak sah. Jadi, simpulan yang dihasilkan lewat penalaran itu haruslah benar dan sah.

Proposisi dan Term

Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat menjadi subjek atau predikat dalam kalimat proposisi.

Contoh:
semua tebu manis.
Semua tebu adalah term, manis juga term karena unsur-unsur tersebut menjadi subjek atau predikat kalimat bersangkutan.

Proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau kesatuan term-term yang membentuk kalimat. Kalimat yang tergolong proposisi hanyalah kalimat berita yang netral, sedangkan kalimat lain, seperti kalimat perintah atau kalimat inversi tidak dapat digolongkan sebagai proposisi karena kalimat-kalimat tersebut umumnya tidak lengkap.

Contoh:
a. Ayam adalah kelas burung.
b. Adik tidak sakit.
c. Dia berdiri di pinggir pantai.

Jenis-jenis Penalaran

  1. Penalaran deduktif adalah proses berpikir yang dilakukan berdasarkan premis-premis berupa kebenaran umum, yang kemudian ditarik kesimpulan sebagai kebenaran baru.

Proposisi yang menjadi dasar adalah proposisi umum, sedangkan proposisi baru yang disimpulkan adalah proposisi khusus. Cara berpikir ini dibedakan atas silogisme dan entimen. Silogisme adalah penalaran deduktif yang lengkap proposisinya, sedangkan entimen adalah pernalaran deduktif yang dihilangkan salah satu premisnya.

Contoh silogisme:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah sarjana.
Adi adalah orang cerdas.

Contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia menang dalam pertandingan itu.

2. Penalaran induktif adalah pernalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan-simpulan umum.

Bentuk Penalaran Deduktif

Beberapa penalaran induktif adalah:

  1. Generalisasi mengandalkan beberapa pernyataan tertentu untuk mendapatkan simpulan yang umum, seperti besi dipanaskan memuai, tembaga dipanaskan memuai sehingga disimpulkan logam dipanaskan akan memuai.
  2. Analogi adalah cara penarikan simpulan dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama. Misalnya: Yanto adalah lulusan SMA 1, dia pintar. Amir adalah lulusan SMA 1. Dengan demikian, Amir pintar.
  3. Hubungan kausal (sebab-akibat), yaitu menyimpulkan dengan menghubungkan gejala-gejala yang saling berhubungan melalui hubungan sebab akibat.

Beberapa Kesalahan Penalaran

Kesalahan penalaran yang sering terjadi, antara lain, akibat dari faktor-faktor berikut ini:

(a) Kesalahan dalam Menarik Kesimpulan Deduktif

Simpulan deduktif adalah simpulan yang ditarik dari sebuah pernyataan umum, yang lazim disebut Premis Mayor (PM), dan sebuah pernyataan khusus, yang lazim, disebut premis minor (pm).

Contoh:
(1) PM : Semua dokter tulisannya jelek.
pm : Ayah saya adalah seorang dokter.
Jadi : Ayah saya tulisannya jelek.
Simpulan ini logis dan sah, tetapi kalau
(2) PM : Semua dokter tulisannya jelek.
pm : Ayah saya tulisannya jelek.
Jadi : Ayah saya adalah seorang dokter.
Maka simpulan ini tidak sah dan tidak logis.

Sebuah simpulan deduktif akan logis dan sah kalau memenuhi syarat berikut ini:

(1) Ditarik dari PM yang subjeknya (S) menjadi predikat (P) pada pm. Selanjutnya, kesimpulan itu sendiri berupa subjek pm menjadi subjek simpulan, dan predikat PM menjadi predikat simpulan.

PM : S1 P1
pm : s2 p2(S1)
Simpulan : s2 p1

Contoh (1)
PM : Semua dokter tulisannya jelek
S1 P1
pm : Ayah saya adalah seorang dokter
s2 p2(S1)
Simpulan : Ayah saya tulisannya jelek
s2 P1

Simpulan pada contoh (2) tidak sah dan tidak logis karena tidak mengikuti kaedah itu.

Contoh (2)
PM : Semua dokter tulisannya jelek
S1 P1
pm : Ayah saya tulisannya jelek
s2 P2(P1)
Simpulan : Ayah saya adalah seorang dokter
S2 P2(S1)

(2) Konsep dalam PM harus sesuai dengan kenyataan, atau harus dapat diuji kebenarannya. Simpulan pada contoh (3) berikut tidak sah karena PM-nya tidak benar.

Contoh (3)
PM : Semua mahasiswa tamatan SMA
pm : Ida seorang mahasiswa
Jadi : Ida tamatan SMA

(3) Jika PM bersifat khusus atau bersifat negatif, simpulannya harus bersifat khusus atau negatif pula. Perhatikan simpulan contoh (4) yang bersifat khusus dan simpulan contoh (5) yang bersifat negatif.

Contoh (4)
PM : Sebagian besar mahasiswa tamatan SMA
pm : Ida seorang mahasiswa
Jadi : Ida mungkin tamatan SMA

Contoh (5)
PM : Tidak ada burung berkaki empat
pm : Semua merpati adalah burung
Jadi : Tidak ada merpati berkaki empat

(b) Kesalahan dalam Membuat Simpulan Umum

Supaya simpulan umum atau generalisasi itu sah dan benar maka data dan fakta yang digunakan untuk menarik simpulan umum itu harus cukup banyak, pasti dijadikan modal, dan tidak ada kecuali. Contoh (1) di bawah dianggap tidak sah karena tidak semua orang Indonesia itu malas. Simpulan ini mungkin ditarik dari data dan fakta yang tidak cukup banyak, tidak pantas dijadikan model, atau banyak kecualinya. Akan tetapi, kalau disimpulkan menjadi seperti (2), simpulan itu menjadi sah.

Contoh (1) Semua orang Indonesia malas
(2) Banyak orang Indonesia yang malas

(c) Kesalahan dalam Menarik Analogi

Analogi adalah usaha menarik simpulan dengan jalan memperbandingkan suatu data khusus dengan data khusus lain. Simpulan berdasarkan analogi ini seringkali menyesatkan karena data yang diperbandingkan tidak ada relevansinya.

Contoh (3).

(3) Rektor Universitas harus bertindak seperti seorang Jendral menguasai anak buahnya agar disiplin dipatuhi.

(d) Kesalahan dalam Memberi Argumentasi

Agumentasi adalah alasan yang diberikan untuk membenarkan atau menguatkan suatu pendirian atau suatu pendapat. Kesalahan dalam memberikan argumentasi dapat terjadi, antara lain, karena hal-hal berikut ini.

1. Argumentasi yang diberikan tidak mengenai pokok masalah, atau menukar pokok masalah dengan pokok lain.

Contoh: Program keluarga berencana tidak perlu dilaksanakan karena Kalimantan dan Irian masih kosong.

2. Argumentasi yang diberikan menggunakan pokok yang tidak langsung atau remeh.

Contoh: Kita tidak perlu datang ke kantor pada waktunya karena atasan kita juga sering terlambat.

3. Argumentasi yang diberikan bukan mengenai masalahnya tetapi mengenai orangnya.

Contoh: Kepemimpinan beliau diragukan karena dia mempunyai lima buah mobil mewah dan beberapa buah rumah.

4. Argumentasi yang diberilan bersandarkan pada pendapat ahli bukan bidangnya.

Misalnya: Iran dan Irak segera akan berdamai karena begitulah kata Lim Srie King.

5. Argumentasi yang diberikan berupa simpulan yang ditarik dari premis yang tidak ada sangkut pautnya.

Contoh: Golongan Karya merupakan kelompok yang banyak cendekiawannya; karena itu, usul-usulnya paling bermutu.

Contoh Soal

Soal 1: Silogisme Kategoris

Premis 1: Semua manusia adalah makhluk berpikir. Premis 2: Socrates adalah manusia.

Kesimpulan: Apakah Socrates adalah makhluk berpikir?

Jawaban 1: Berdasarkan premis 1 (Semua manusia adalah makhluk berpikir) dan premis 2 (Socrates adalah manusia), kita dapat menyimpulkan bahwa Socrates adalah makhluk berpikir.


Soal 2: Silogisme Kategoris

Premis 1: Tidak ada hewan yang dapat terbang tanpa sayap. Premis 2: Kucing tidak memiliki sayap.

Kesimpulan: Apakah kucing dapat terbang?

Jawaban 2: Berdasarkan premis 1 (Tidak ada hewan yang dapat terbang tanpa sayap) dan premis 2 (Kucing tidak memiliki sayap), kita dapat menyimpulkan bahwa kucing tidak dapat terbang.


Soal 3: Silogisme Hipotesis

Premis 1: Jika hari ini hujan, maka sekolah akan libur. Premis 2: Hari ini tidak hujan.

Kesimpulan: Apakah sekolah akan libur hari ini?

Jawaban 3: Berdasarkan premis 1 (Jika hari ini hujan, maka sekolah akan libur) dan premis 2 (Hari ini tidak hujan), kita tidak dapat menyimpulkan apakah sekolah akan libur hari ini. Silogisme ini bersifat tidak menentu karena kondisi yang diberikan tidak memungkinkan untuk membuat kesimpulan pasti.


Soal 4: Silogisme Disjunktif

Premis 1: Saya akan pergi ke pantai atau ke pegunungan. Premis 2: Saya tidak akan pergi ke pantai.

Kesimpulan: Apakah saya akan pergi ke pegunungan?

Jawaban 4: Berdasarkan premis 1 (Saya akan pergi ke pantai atau ke pegunungan) dan premis 2 (Saya tidak akan pergi ke pantai), kita dapat menyimpulkan bahwa saya akan pergi ke pegunungan.


Soal 5: Silogisme Kondisional

Premis 1: Jika saya belajar dengan baik, maka saya akan lulus ujian. Premis 2: Saya belajar dengan baik.

Kesimpulan: Apakah saya akan lulus ujian?

Jawaban 5: Berdasarkan premis 1 (Jika saya belajar dengan baik, maka saya akan lulus ujian) dan premis 2 (Saya belajar dengan baik), kita dapat menyimpulkan bahwa saya akan lulus ujian.

Referensi

  1. Sukartha IN, Suparwa IN, Putrayasa IGNK, dan Teguh IW, 2015, Bahasa Indonesia Akademik Untuk Perguruan Tinggi, Udayana University Press, Bali.
  2. Molan B, 2017, Logika: Ilmu dan Seni Berpikir Kritis, Penerbit PT Indeks, Jakarta.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *