Pada tahun 2019, kasus obesitas kembali menarik perhatian. Setelah kasus Arya Permana bocah laki-laki berbobot 192 kg, dan Selvia Dwi Susanti remaja perempuan berbobot 179 kg, ada kasus obesitas lain yang diderita oleh Titi Wati, seorang ibu rumah tangga asal Palangkaraya yang memiliki berat tubuh mencapai 350 kg. Obesitas Titi Wati yang tergolong parah ini membuatnya tidak bisa beraktivitas dengan normal selama enam tahun. Pada Selasa 15 Januari 2019, ia telah menjalani operasi bariatrik untuk mengecilkan lambung. Lambung yang dikecilkan akan bermanfaat untuk membatasi asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh pasien.
Gambar 1. Ibu Titi Wati (39), penderita obesitas parah[1] Â
Masalah obesitas memang telah lama menjadi musuh bagi dunia kesehatan, terutama sejak pola hidup masyakarat modern menjadi kian tidak sehat. Penderita obesitas di Indonesia diketahui jumlahnya terus meningkat sejak tahun 2007 dengan prevalensi 10.50% menjadi sebesar 21.80% pada tahun 2018[2]. Prevalensi adalah jumlah kasus penyakit yang hadir dalam suatu populasi pada waktu tertentu.
Umumnya, obesitas disebabkan oleh konsumsi energi dalam jumlah berlebih yang tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup. Konsumsi makanan yang mengandung gula sukrosa dan lemak dalam kadar tinggi, serta asupan sayur dan buah dalam jumlah rendah juga turut berkotribusi menjadi faktor resiko sentral terjadinya obesitas [3]. Akibatnya semakin banyak glukosa darah yang disimpan dalam bentuk trigliseraldehida di sel-sel adiposa. Selain menyebabkan bertambahnya bobot tubuh seseorang, peningkatan komposisi lemak tubuh pada sel-sel adiposa ini menyebabkan penderitanya rentan terserang berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus tipe II, hipertensi, kanker, penyakit liver, dan penyakit kardiovaskuler yang beresiko kematian[4].
Selama ini, penanganan obesitas yang sangat dianjurkan oleh ahli gizi dan kesehatan adalah diet rendah kalori dan tinggi serat, disertai dengan latihan fisik atau olahraga yang teratur. Penderita obesitas disarankan untuk menjalankan gaya hidup sehat daripada mengonsumsi obat pelangsing atau program diet yang menjanjikan penurunan berat badan dalam waktu singkat.
Akan tetapi, baru-baru ini ilmuwan mengklaim suatu hal yang terbilang mustahil terkait dengan penanganan obesitas. Penemuan suatu gen tunggal oleh tim peneliti di Pusat Neurosains Universitas Flinders Australia, memungkinkan kita untuk melawan obesitas tanpa harus membatasi jumlah asupan lemak dan berolahraga secara teratur. Dengan kata lain, jika gagasan ini benar-benar terwujud, seseorang tidak perlu takut gemuk bahkan setelah mengonsumsi banyak makanan dengan kadar lemak tinggi. Penelitian ini diterbitkan pada jurnal European Molecular Biology Organization (EMBO) Reports pada tanggal 2 November 2018.
Gen tunggal tersebut adalah RCAN1, gen pengkode protein regulator Kalsineurin yang berfungsi mendorong kontrol penekanan kedua mekanisme thermogenesis (proses yang menghasilkan energi dan panas pada organisme) yaitu ekskresi UCP1 pada jaringan adiposa putih. Ekspresi tersebut bersifat menurunkan ATPÂ dan mekanisme lain yang dimediasi SLN, yang bersifat meningkatkan hidrolisis ATP[5]. Tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Damien Keating tersebut telah melakukan percobaan dengan menghilangkan gen RCAN1 pada sejumlah kelompok mencit. Setelah diberi asupan tinggi lemak dalam rentang waktu delapan minggu hingga enam bulan, kelompok mencit tanpa gen RCAN1 menunjukkan berat badan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok mencit dengan gen RCAN1[6].
Hilangnya gen RCAN1 tidak menyebabkan tertunda dan berkurangnya diferensiasi sel adiposa, tetapi mampu meningkatkan tranformasi white fat yang bersifat menyimpan energi menjadi brown fat yang bersifat membakar energi [5]. Oleh karena itu, tingkat pembakaran kalori menjadi lebih tinggi meski dalam kondisi istirahat sekalipun. Selain itu, terdeteksi pula adanya peningkatan kesehatan pada kelompok mencit tanpa gen RCAN1 dalam riset tersebut[6].
Gambar 2. Struktur kimia protein yang dikode gen RCAN1 [7]
Ilmuwan sangat berharap penemuan ini mampu diaplikasikan pada manusia dan menunjukkan hasil yang serupa sehingga dapat menjadi solusi cerdas bagi masalah obesitas dan penyakit degeneratif turunannya. Oleh karena itu, walaupun gen ini mustahil dihilangkan pada manusia, mendesain seri obat yang dapat menghambat kerja protein yang dikode RCAN1 masih mungkin untuk dilakukan. Namun, untuk membuktikan apakah obat tersebut aman dikonsumsi atau tidak, masih diperlukan penelitian-penelitian lanjutan yang bersifat kompleks dan komprehensif agar tidak terjadi efek buruk bagi kesehatan jangka panjang. Hal tersebut tentunya memakan waktu yang tidak singkat dan membutuhkan biaya yang sangat besar.
Seandainya dalam beberapa tahun ke depan penemuan ini benar-benar dapat direalisasikan, apakah mengonsumsi makanan dalam jumlah besar tanpa takut berat badan bertambah adalah cara terbaik untuk menjalani hidup? Tentu saja tidak, sebab makanan yang kita konsumsi meskipun tidak menyebabkan kenaikan berat badan boleh jadi mengandung zat-zat berbahaya yang bersifat prooksidan, karsinogenik, mutagenik, atau teratogenik yang dapat mengancam kesehatan. Oleh karena itu, dengan atau tanpa adanya penemuan tersebut, menerapkan gaya hidup sehat tetaplah menjadi suatu syarat mutlak untuk mewujudkan tubuh sehat dan bugar yang terbebas dari segala jenis penyakit.
Referensi:
[1] https://regional.kompas.com/read/2019/01/20/14075221/pasca-operasi-bariatrik-titi-wati-sudah-bisa-telentang-dan-dudu. Diakses pada 23 Januari 2019.
[2] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
[3] Burhan, F.A., Sirajuddin, S., dan Indriasari, R. 2013. Pola Konsumsi Terhadap Kejadian Obesitas Sentral pada Pegawai Pemerintahan di Kantor Bupati Kabupaten Jeneponto. Artikel Penelitian. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin.
[4] Sugiritama, I.W., Wiyawan, I.G.N.S., Arijana, I.G.K., dan Ratnayanti, I.G.A., 2015. Gambaran IMT Kategori Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Masyarakat Banjar Pamulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Artikel Penelitian. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
[5] Rotter, D., Peiris, H., Grinsfelder, D.B., Martin, A.M., Parra, V., Hull, C., Morales, C.R., Jessup, C.F., Burchfield, J., Matusica, D., Lusis, A.J., Nguyen, N.U.N., Oh. M., Iyoke, I., Jakkampudi, T., McMillan, R., Sadek, A.H., Watt, M.J., Gupta, R.K., Parks, B.W., Pritchard, M.A., Keating, D.J., Rothermel, B.A. 2018. Regulator of calcineurin 1 helps coordinate whole-body metabolism and thermogenesis. EMBO reports(9) : 1-19.
[6] Flinders University. 2018. Gene Discovery Holds Promise Against Obesity. Diakses dari: https://news.flinders.edu.au/blog/2018/12/06/gene-discovery-holds-promise-against-obesity/ pada 20 Januari 2019.
[7] http://www.uniprot.org/uniprot/Q6FGP2. Diakses pada 23 Januari 2019.