Dalam beberapa tahun terakhir, industri skincare telah berkembang pesat. Berbagai produk bermunculan dengan klaim menarik—mulai dari “mencerahkan wajah dalam tiga hari” hingga “menghilangkan kerutan secara instan.” Namun, banyak dari klaim ini ternyata termasuk dalam kategori overclaim atau klaim berlebihan. Di balik iklan yang tampak menjanjikan, produk-produk skincare tidak selalu memenuhi apa yang mereka janjikan. Skincare Overclaim telah menjadi isu serius di kalangan konsumen dan pakar kecantikan, karena dapat menimbulkan harapan yang tidak realistis dan dampak buruk bagi kesehatan serta kesejahteraan masyarakat. Apa sebenarnya yang terjadi di balik klaim-klaim ini? Mari kita telusuri lebih dalam.
Apa Itu Skincare Overclaim ?
Skincare Overclaim adalah praktik di mana produsen atau pemasar produk kecantikan memberikan klaim yang berlebihan, tidak akurat, atau tidak didukung oleh bukti ilmiah mengenai manfaat suatu produk. Hal ini tidak hanya menyesatkan konsumen tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan kulit. Misalnya, produk yang mengklaim bisa “memperbaiki DNA kulit” atau “menghilangkan tanda-tanda penuaan dalam semalam” sering kali hanya memanfaatkan kekuatan kata-kata untuk menarik perhatian konsumen. Dunia industri dengan persaingan ketat dan perubahan cepat, overclaim sering kali dilakukan untuk menarik pasar dan meningkatkan penjualan produk.
Sebagai contoh, klaim suatu produk mengandung bahan aktif dalam konsentrasi tinggi tetapi hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kadar yang sebenarnya jauh lebih rendah. Misalnya, sebuah serum diklaim memiliki 10% niacinamide, tetapi hasil uji lab menunjukkan hanya mengandung 5.3%, yang dapat mengurangi efektivitasnya. Selain itu, produk yang mengklaim dapat menyembuhkan atau mencegah penyakit kulit juga termasuk overclaim karena itu merupakan fungsi dari obat, bukan skincare.
Mengapa Skincare Overclaim Terjadi?
1. Kurangnya Regulasi yang Ketat
Di banyak negara, regulasi terhadap produk kosmetik tidak seketat regulasi obat-obatan. Di Indonesia, misalnya, BPOM memang mengatur produk kosmetik, tetapi regulasi terkait klaim produk kadang masih longgar. Klaim seperti “meremajakan” atau “menghidrasi” bisa digunakan tanpa bukti klinis kuat.
2. Tekanan Pasar dan Inovasi Berlebihan
Banyak perusahaan skincare berlomba-lomba menawarkan inovasi baru yang unik, seringkali tanpa bukti ilmiah yang cukup. Mereka mengandalkan tren atau “bahan ajaib” yang sedang populer, meskipun efektivitasnya belum diuji dengan baik.
3. Eksploitasi Ketidakpahaman Konsumen
Banyak konsumen yang tidak sepenuhnya paham tentang bahan aktif dalam produk skincare, seperti retinol, vitamin C, atau asam hialuronat. Kata-kata seperti “organik,” “alami,” atau “teruji dermatologi” sering digunakan untuk menciptakan ilusi keamanan dan efektivitas yang lebih tinggi, meskipun ini tidak selalu benar.
Dampak Overclaim Bagi Konsumen
Dampak dari overclaim sangat signifikan. Pertama, konsumen sering kali merasa kecewa ketika produk tidak memberikan hasil sesuai yang dijanjikan, yang dapat mengurangi kepercayaan mereka terhadap merek dan industri skincare secara keseluruhan. Rasa kekecewaan ini dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan mental, terutama bagi mereka yang memiliki masalah kulit yang kompleks.
Selain itu, ada risiko kesehatan yang perlu diperhatikan. Penggunaan produk yang tidak efektif atau yang mengandung bahan berbahaya dapat menyebabkan iritasi, reaksi alergi, atau bahkan memperburuk kondisi kulit yang sudah ada. Misalnya, produk dengan klaim tinggi yang mengandung bahan aktif yang sangat kuat namun dalam konsentrasi rendah bukan hanya tidak efektif melainkan juga dapat menimbulkan masalah baru pada kulit.
Apa Peran BPOM dalam Situasi Ini?
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) memainkan peran penting dalam menangani kasus overclaim pada produk skincare di Indonesia, terutama melalui pengawasan, regulasi, dan edukasi. Menanggapi isu yang ramai ini, BPOM mengatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan pengawasan secara menyeluruh, baik di fase produksi, distribusi, dan pemasaran. Mulai dari tahap registrasi, BPOM mengharuskan produsen mengajukan dokumen yang mencakup bahan, konsentrasi, dan klaim produk. Selain itu, BPOM juga melakukan pengawasan secara berkala terhadap produk-produk yang sudah beredar di pasaran. Apabila terdapat produk yang menyalahi ketentuan dan menunjukkan ketidaksesuaian klaim produk, pihak BPOM akan memberikan hukuman tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku apakah berupa peringatan, penghentian sementara kegiatan, atau penarikan produk, bahkan pemusnahan dan pembatalan izin edar.
Bagaimana Mengatasi Masalah Skincare Overclaim?
Untuk mengatasi permasalahan ini, tentu diperlukan kerja sama dan kesadaran dari banyak pihak agar tidak terjadi lagi klaim berlebihan yang bisa merugikan pengguna. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain :
1. Peningkatan Edukasi Konsumen: Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan meningkatkan edukasi konsumen. Konsumen yang paham tentang bahan aktif, komposisi, fungsi, dan risikonya akan lebih kritis dalam memilih produk skincare yang tepat.
2. Regulasi yang Lebih Ketat: Pemerintah dan lembaga terkait dapat memperketat regulasi terhadap klaim produk skincare. Di Eropa, misalnya, beberapa klaim skincare memerlukan bukti ilmiah dan studi klinis sebelum dipasarkan. Pendekatan seperti ini dapat diadopsi untuk melindungi konsumen dari klaim yang menyesatkan.
3. Peningkatan Transparansi dalam Pemasaran: Produsen skincare dapat menggunakan pendekatan pemasaran yang lebih transparan dengan mengedepankan hasil uji klinis yang nyata. Jika suatu produk hanya menghidrasi kulit sementara, sebaiknya tidak diiklankan sebagai solusi untuk “menghilangkan kerutan.”
Kesimpulan
Skincare Overclaim bukan hanya tentang klaim berlebihan yang dibuat oleh produsen, tetapi juga melibatkan ketidakpahaman masyarakat tentang kesehatan kulit. Dengan regulasi yang lebih ketat, edukasi konsumen yang lebih baik, serta kolaborasi yang lebih erat antara industri dan ahli, diharapkan bahwa industri skincare dapat lebih bertanggung jawab dalam memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Memilih produk skincare yang aman dan efektif harus didasari oleh informasi yang akurat dan berdasarkan data, bukan sekadar janji manis iklan.
Referensi:
[1] https://jakartaglobe.id/lifestyle/tiktoker-dokter-detektif-exposes-misleading-skincare-claims-sparks-legal-battle diakses pada 29 Oktober 2024
[2] https://bisnis.tempo.co/read/1922678/bpom-perketat-pengawasan-skincare-overclaim-izin-bisa-dicabut diakses pada 29 Oktober 2024
[3] https://health.detik.com/wellness-beauty/d-7604087/gaduh-temuan-skincare-overclaim-bpom-ri-angkat-bicara diakses pada 29 Oktober 2024