Pesisir selatan Pulau Jawa ternyata menyimpan “memori” tentang bencana besar yang pernah terjadi di masa lampau. Melalui penelitian terbaru, para ilmuwan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan bukti-bukti geologis bahwa ribuan tahun yang lalu, wilayah ini pernah diterjang tsunami raksasa, gelombang laut sangat besar yang terbentuk akibat gangguan besar di dasar laut, seperti gempa bumi kuat atau longsoran bawah laut.
Temuan ini bukan sekadar catatan sejarah alam yang menarik untuk para peneliti, tetapi juga menjadi peringatan penting bagi kita semua. Sains menunjukkan bahwa peristiwa seperti ini bukan hanya bagian dari masa lalu, melainkan sebuah kemungkinan yang bisa terjadi lagi di masa depan, apalagi karena proses geologi di laut selatan Jawa masih aktif hingga sekarang. Dengan kata lain, bumi pernah melakukannya sekali, dan ada potensi ia akan mengulanginya.

Baca juga artikel tentang: Waspada! Megathrust Selat Sunda Bisa Picu Tsunami Setinggi 20 Meter
Apa Itu Paleotsunami?
Di bidang ilmu kebencanaan, ada satu cabang penelitian yang disebut paleotsunami. Kata ini berasal dari gabungan “paleo” (yang berarti “purba” atau “masa lalu”) dan “tsunami” (gelombang laut besar yang biasanya disebabkan oleh gempa bumi, letusan gunung api bawah laut, atau longsoran besar).
Penelitian paleotsunami berfokus pada mencari dan mempelajari jejak fisik yang ditinggalkan oleh tsunami di masa lampau. Jejak ini bisa berupa lapisan pasir laut yang terselip di bawah tanah, cangkang-cangkang kecil mikroorganisme laut (seperti foraminifera) yang terbawa ke daratan, atau sedimen lain yang tak mungkin ada di tempat itu jika tidak dibawa oleh gelombang besar.
Dengan menganalisis temuan-temuan ini, ilmuwan dapat memperkirakan kekuatan tsunami, tinggi gelombang, dan seberapa jauh air laut menyapu daratan pada masa itu. Data tersebut sangat penting, karena memberi kita gambaran nyata tentang potensi ancaman serupa di masa depan.
Dengan mempelajari paleotsunami, ilmuwan dapat:
- Mengestimasi kekuatan tsunami di masa lalu.
- Mengidentifikasi penyebabnya (misalnya gempa megathrust atau longsoran bawah laut).
- Menyusun pola siklus kejadian untuk prediksi risiko masa depan.
Untuk melacak tsunami purba, para peneliti BRIN tidak hanya mengandalkan cerita atau legenda, melainkan terjun langsung ke lapangan dan bekerja seperti “detektif geologi.” Mereka memilih beberapa titik lokasi di pesisir selatan Jawa (termasuk Lebak di Banten, Pangandaran di Jawa Barat, dan Kulon Progo di Yogyakarta) yang dianggap berpotensi menyimpan jejak bencana masa lalu.
Prosesnya dimulai dengan mengambil inti sedimen (sediment core), yaitu silinder tanah dan pasir yang diambil dari bawah permukaan rawa, laguna, atau dataran rendah dekat pantai. Setiap lapisan dalam inti sedimen ini adalah seperti halaman buku sejarah bumi, yang menyimpan cerita kejadian masa lalu.
Setelah itu, inti sedimen dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Di sana, peneliti mencari tanda-tanda kehidupan laut mikroskopis, seperti foraminifera (organisme kecil bercangkang yang biasanya hanya hidup di laut). Jika mereka ditemukan jauh di daratan, itu menjadi petunjuk kuat bahwa gelombang besar pernah membawa mereka ke sana.
Tahap berikutnya adalah penanggalan radiokarbon, sebuah teknik ilmiah untuk menentukan usia lapisan sedimen secara akurat dengan mengukur sisa isotop karbon dalam material organik. Dengan cara ini, peneliti bisa tahu kapan tepatnya lapisan tersebut terbentuk.
Terakhir, mereka melakukan perbandingan geokimia untuk memastikan bahwa lapisan pasir itu benar-benar berasal dari tsunami, bukan dari banjir sungai atau badai besar. Semua langkah ini seperti menyusun potongan puzzle, hingga akhirnya gambaran peristiwa ribuan tahun lalu bisa terlihat jelas.
Hasilnya lapisan pasir khas tsunami ditemukan hingga 2 km dari garis pantai, jarak yang menunjukkan kekuatan gelombang luar biasa.
Baca juga artikel tentang: Misteri Getaran Setiap 90 Detik: Mega-Tsunami 200 Meter yang Guncang Bumi Selama 9 Hari
Temuan Utama: Jejak Tsunami Raksasa

Hasil analisis data dari berbagai lokasi membongkar fakta mengejutkan: pesisir selatan Jawa tidak hanya sekali diterjang tsunami raksasa, melainkan setidaknya empat kali dalam rentang waktu ribuan tahun terakhir.
Jejak paling tua yang ditemukan berumur sekitar 3.000 tahun, disusul kejadian besar lain sekitar 1.800 tahun lalu, yang berarti terjadi pada era awal Masehi. Selanjutnya, bukti menunjukkan tsunami besar juga melanda sekitar 1.000 tahun lalu, dan yang paling “muda” diperkirakan terjadi sekitar 400 tahun lalu, relatif dekat dalam hitungan waktu geologi.
Dari pola ini, para peneliti menemukan kecenderungan bahwa tsunami besar di selatan Jawa terjadi berulang setiap 600 hingga 800 tahun sekali. Pola semacam ini dalam ilmu kebencanaan disebut recurrence interval atau interval kejadian berulang. Meskipun tidak bisa memprediksi tanggal pastinya, interval ini memberi gambaran bahwa potensi tsunami besar bukan sekadar kemungkinan, tapi keniscayaan geologi, hanya masalah waktu kapan energi besar di dasar laut kembali dilepaskan.
Untuk memberi gambaran pada pembaca: jika tsunami purba itu terjadi hari ini, tinggi gelombangnya bisa mencapai belasan meter, cukup untuk menyapu bangunan, perahu, dan pepohonan, bahkan membawa material laut jauh ke daratan. Endapan yang ditemukan hingga 2 kilometer dari pantai adalah bukti betapa kuat dan destruktifnya gelombang masa itu.
Sumber Pemicu: Gempa Megathrust
Berdasarkan analisis geologi dan pola sebaran sedimen, para peneliti meyakini bahwa tsunami purba di selatan Jawa kemungkinan besar dipicu oleh gempa megathrust, yaitu jenis gempa bumi raksasa yang terjadi di batas pertemuan dua lempeng tektonik besar.
Di laut selatan Jawa, terdapat zona subduksi, yaitu area di mana Lempeng Indo-Australia bergerak dan menyusup (subduksi) ke bawah Lempeng Eurasia. Bayangkan dua potongan papan raksasa yang saling bertumpuk dan bergesekan. Pergerakan ini tidak mulus, mereka sering “tersangkut” karena tekanan yang sangat besar. Selama ratusan tahun, energi terus menumpuk di titik-titik gesekan tersebut.
Ketika tekanan ini akhirnya terlepas secara mendadak, terjadilah gempa bumi dengan kekuatan super besar, bisa mencapai magnitudo 9 atau lebih pada skala Richter. Pergerakan tiba-tiba dari dasar laut ini mendorong kolom air laut di atasnya, menciptakan gelombang tsunami yang bisa bergerak cepat hingga ratusan kilometer per jam. Saat gelombang mencapai pantai, ketinggiannya bisa melonjak menjadi puluhan meter, membawa daya rusak luar biasa.
Fenomena ini adalah salah satu bentuk paling mematikan dari aktivitas tektonik bumi. Inilah mengapa wilayah dekat zona subduksi, seperti pesisir selatan Jawa, termasuk dalam kategori risiko tsunami tinggi di peta kebencanaan dunia.
Implikasi Sains untuk Masa Kini
Kini, pesisir selatan Jawa berkembang pesat. Infrastruktur seperti bandara, pelabuhan, kawasan industri, dan destinasi wisata berdiri dekat garis pantai. Proyeksi penduduk pesisir selatan pada tahun 2030 bisa melebihi 30 juta orang. Tanpa perencanaan berbasis risiko, potensi korban jiwa dan kerugian ekonomi jika tsunami megathrust terjadi akan sangat besar.
Pentingnya Mitigasi Berbasis Sains
Penelitian paleotsunami memberi dasar kuat untuk kebijakan mitigasi:
- Pemetaan zona rawan: Menentukan area yang berisiko tinggi terdampak tsunami.
- Desain jalur evakuasi: Rute menuju tempat aman yang bisa dicapai dalam hitungan menit.
- Pembangunan berwawasan risiko: Mengatur lokasi infrastruktur vital dan pemukiman.
- Edukasi masyarakat: Memberi pengetahuan bahwa setelah gempa kuat di pantai, evakuasi harus dilakukan segera tanpa menunggu peringatan resmi.
Jejak tsunami ribuan tahun lalu adalah arsip alami yang memberi kita pelajaran berharga. Sains menunjukkan bahwa bencana besar bukan hanya cerita masa lalu, tetapi ancaman yang mungkin kembali. Dengan menggabungkan riset geologi, kebijakan yang tepat, dan kesadaran masyarakat, kita dapat mengurangi risiko dan menyelamatkan lebih banyak nyawa ketika alam kembali menguji kita.
Baca juga artikel tentang: Benarkah Gempa dan Tsunami dapat Disebabkan oleh HAARP atau Blue Beam?
REFERENSI:
Satake, Kenji. 2025. Historical tsunami records and paleotsunamis. Probabilistic Tsunami Hazard and Risk Analysis, 233-255.
Suaran Pres. 2025. BRIN Ungkap Jejak Tsunami Raksasa di Selatan Jawa: Bukti Bahaya Nyata yang Perlu Diantisipasi. BRIN: https://www.brin.go.id/press-release/124211/brin-ungkap-jejak-tsunami-raksasa-di-selatan-jawa-bukti-bahaya-nyata-yang-perlu-diantisipasi diakses pada tanggal 11 Agustus 2025.