Rekayasa Virus: Untuk Apa dan Bagaimana Caranya?

Kontroversi status virus sebagai makhluk hidup atau bukan nyatanya belum lagi selesai diperdebatkan. Disisi lain perhatian publik  kembali tertuju pada […]

Kontroversi status virus sebagai makhluk hidup atau bukan nyatanya belum lagi selesai diperdebatkan. Disisi lain perhatian publik  kembali tertuju pada subjek yang satu ini saat pandemi COVID-19. Menariknya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, virus itu sendiri justru dapat digunakan untuk mencegah penyakit akibat infeksinya pada manusia. Bidang imunologi dan virologi yang makin berkembang pada akhirnya memungkinkan penggunaan virus (aktif atau nonaktif) sebagai vaksin. Tidak berhenti sampai disitu, nyatanya virus pun dapat direkayasa untuk keperluan tertentu.

Bahasan-bahasan mengenai rekayasa virus cukup intens terdengar di sosial media. Meskipun tidak seperti laporan update terkait virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi COVID-19. Lalu apa sih peruntukan dan bagaimana proses rekayasa virus? Artikel ini akan sedikit memberikan ulasan singkat terkait hal ini.

Rekayasa virus adalah upaya untuk menghasilkan virus dengan sifat dan kemampuan yang berlainan dari sebelumnya. Proses tersebut dapat dilakukan dengan modifikasi (merubah) komponen penyusunnya melalui pendekatan kimia maupun secara genetika. Pendekatan secara kimia dapat dilakukan dengan mengubah konformasi struktur materi penyusun virus menggunakan reagen kimia. Sedangkan proses penyisipan, penghapusan, sintesis atau merubah basa nukleotida pada DNA/RNA virus merupakan metode yang digunakan level genetika [1,2].

Cakupan aplikasi rekayasa virus terdapat pada beberapa bidang, misalnya biomedis, bioteknologi dan nanoteknologi. Pada 3 dekade yang lalu, bidang molekuler dan genetika telah memberikan pengetahuan yang cukup untuk menciptakan virus baru dan tidak pernah ada sebelumnya. Laporan-laporan ilmiah pada 2 dekade sebelumnya telah memberikan gambaran tentang proses rekayasa virus. Proses tersebut berfokus pada pengembangannya untuk menghasilkan vaksin terbaik guna mencegah penyakit menular dari virus [1-3].

Rekayasa virus juga telah dikembangkan untuk aplikasi bidang medis yaitu sebagai sarana pembawa materi genetik (gen delivery). Virus hasil rekayasa yang digunakan untuk mengirimkan materi genetik (DNA/RNA) ke sel targat (inang) diistilahkan dengan “vektor” . Istilah ini mengacu pada peran virus dalam terapi gen yang berfungsi sebagai “kendaraan” untuk memasukkan materi genetik  pada sel inang. Proses ini pernah dicoba untuk terapi penyakit hemofilia B, dimana virus vektor diinjeksikan melalui pembuluh darah menuju sel hati [4].

Gambar diatas menunjukkan kepada kita bahwa rekayasa virus untuk tujuan gen delivery dapat ditempuh dengan 5 cara [4], yaitu: 

  1. Menggabungkan komponen penyusun virus (mixing viral parts). Virus yang diisolasi memiliki perbedaan karakteristik (fenotip) pada komponen penyusunnya (protein dan materi genetik). Keberagaman komponen tersebut dapat digabungkan menjadi satu virus vektor untuk membuat virus hibrida dengan fungsi baru. Cara ini pernah dilakukan pada penggabungan protein kapsid adenovirus.
  2. Menyisipkan peptida dan protein pada virus (insertion of peptides & proteins). Peptida disusun oleh kurang dari 50 asam amino, sedangkan jika komposisinya telah lebih dari itu maka disebut protein. Peptida dan protein asing dapat disisipkan ke dalam kapsid (protein penyusun virus). Identifikasi protein kapsidnya diperlukan untuk mengetahui toleransinya terhadap penyisipan peptida dan protein asing. Pemodelan molekul dengan komputer (in silico) menjadi salah satu pendekatan untuk mengidentifikasi sisi penyisipan optimal.
  3. Mengubah posisi residu (asam amino) yang berperan sebagai titik mutasi (point mutations). Mutasi dapat dipahami sebagai perubahan pada komponen penyusun virus. Perubahan tersebut lebih lanjut akan menimbulkan perubahan pada sifat virus. Selain oleh rekayasa manusia, hal juga dapat terjadi karena faktor lingkungan (alamiah). Proses ini dapat dilakukan pada titik yang tersebar di seluruh maupun secara spesifik pada domain protein kapsid.
  4. Menyisipkan molekul sederhana pada virus (molecular parts). Cara ini dapat dilakukan dengan menyisipkan molekul kecil berupa gugus amina (-NH2) atau tiol (-SH) pada protein kapsidnya. Biotin (vitamin B7) maupun molekul kecil lainnya yang biasa digunakan untuk obat juga dapat disisipkan pada protein kapsid virus. Sehingga virus hasil rekayasa diharapkan dapat memiliki dua fungsi sekaligus yaitu sebagai adaptor (penerima sinyal kimia) dan agen terapeutik.
  5. Menggabungkan virus dengan polimer (molekul rantai panjang) dan nanopartikel (syntetic parts). Selain menggunakan gugus amina dan tiol, rekayasa virus juga dapat dihasilkan dari kombinasinya dengan molekul besar (polimer sintetik) dan partikel nano. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah melapisinya dengan polimer, sehingga terbentuk kompleks virus-polimer. Salah satu fungsi penggunaan polimer adalah untuk mencegah interaksi yang tidak diinginkan dari virus dengan komponen biologis. Sedangkan penggunaan partikel nano bertujuan agar dapat melakukan pelacakan virus melalui pencitraan. Polyethylenimine (PEI) adalah polimer ramah lingkungan (biodegradable) yang pernah digunakan dalam pengembangan ini.

Disetujuinya obat terapi gen pertama di pasaran Eropa pada tahun 2012 merupakan sebuah momentum yang menjanjikan. Hal ini dapat dimaklumi karena bidang rekayasa virus turut serta dalam pengembangan obat terapi gen. Rekayasa virus telah menjanjikan manfaat besar dimasa yang akan datang, khususnya di bidang medis. Hanya saja bidang ini perlu mendapatkan pengawasan yang ketat agar tidak disalahgunakan.

Ilmuwan virologi dan patologi percaya bahwa masa depan rekayasa virus sangat menjanjikan dalam terapi gen. “Kedepannya agen terapi gen dari rekayasa virus akan dirancang sepenuhnya untuk menjalankan fungsi yang saat ini tidak pernah terbayangkan,” ungkap para peneliti dari Rice University (Amerika Serikat).

Referensi

  1. Mauricio G.Mateu, 2010, Virus Engineering: Functionalization and Stabilization (Review), Protein Engineering, Design & Selection, 24, 1-2, 53-63.
  2. https://en.m.wikipedia.org/wiki/Genetically_modified_virus, diakses pada 7 Mei 2020 pukul 21.10 WITA.
  3. Peter Palese dan Bernard Roizman, 1996, Genetic Engineering of Viruses and of Virus Vectors: A Preface, Proceedings of The National Academy of Sciences of The United States of America, 11287.
  4. Caitlin M. Guenther, Brianna E. Kuypers, Michael T. Lam, Tawana M. Robinson, Julia Zhao, dan Junghae Suh, 2015, Synthetic Virology: Engineering Viruses for Gene Delivery, NIH Public Access, 1-16.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top