Anak kecil belajar bahasa dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan dengan remaja dan orang dewasa. Satu penjelasan mengenai manfaat belajar bahasa ini tidak dilihat dari perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa, melainkan dari perbedaan cara berbicara kepada anak-anak dan orang dewasa.
Untuk pertama kalinya, tim peneliti mengembangkan sebuah metode untuk mengevaluasi bagaimana orang tua memanfaatkan apa yang mereka ketahui tentang bahasa anaknya ketika mereka berbicara pada anaknya. Peneliti menemukan bahwa orang tua bisa memberikan contoh yang tepat terhadap pengetahuan berbahasa sang anak, dimana orang tua sering mengatur intonasi ketika sedang berbicara kepada anaknya. Hasil penelitian ini tersedia di dalam pengembangan publikasi jurnal online Psycological Science.
“Kita telah tahu sejak lama bahwa terdapat banyak perbedaan cara orang tua berbicara kepada anak-anak dan orang dewasa, misalnya dengan menyederhanakan kata-kata, mengulang kalimat dan memperjelas suara vokal,” kata Daniel Yurovsky, asisten profesor Psikologi di Carniege Mellon University. “Cara tersebut membantu anak kecil untuk mendapatkan panduan berbahasa, tetapi kami tidak tahu apakah orang tua mengubah cara mereka berbicara saat anak-anak telah memahami bahasa, memberi anak masukan bahasa yang ‘tepat’ untuk mempelajari hal lainnya.”
Orang dewasa cenderung berbicara kepada anak-anak dengan lebih lambat dan nada yang lebih tinggi. Mereka juga menggunakan pengucapan kata yang berlebihan, struktur bahasa yang disederhanakan. Orang dewasa juga membumbui komunikasi dengan pertanyaan untuk mengukur pemahaman anak. Ketika kefasihan bahasa anak meningkat, struktur kalimat dan kompleksitas bahasa yang digunakan oleh orang dewasa pun meningkat.
Yurovsky mengibaratkan ini dengan perkembangan siswa ketika mempelajari matematika di sekolah.
“Ketika kamu pergi ke sekolah, kamu mulai belajar aljabar kemudian geometri sebelum mempelajari kalkulus,” kata Yurovsky. “Orang-orang berbicara kepada anak-anak dengan menggunakan struktur yang sama meskipun tanpa memikirkannya. Mereka melihat seberapa banyak anak itu memahami bahasa dan memodifikasi cara berbicara sehingga anak-anak memahaminya.”
Yurovsky dan timnya berusaha untuk memahami dengan tepat bagaimana pengasuh mengatur interaksinya untuk menyesuaikan dengan perkembangan berbicara anak. Tim mengembangkan permainan dimana orang tua membantu anak-anak untuk memilih hewan tertentu dari satu set yang berisi tiga, permainan yang balita (berusia 15 – 23 bulan) dan orang tua mereka mainkan secara rutin dalam kehidupan sehari-hari. Setengah dari hewan dalam permainan mencocokkan ini adalah hewan yang biasanya dipelajari anak-anak sebelum usia 2 tahun (misalnya kucing, sapi), dan setengah lainnya adalah hewan yang dipelajari di kemudian hari (misalnya merak, macan tutul).
Para peneliti meminta 41 pasangan dewasa – anak-anak untuk memainkan permainan secara alami yang disetting di laboratorium. Mereka mengukur perbedaan tentang bagaimana orang tua berbicara tentang hewan yang mereka pikir anak-anaknya tahu dibandingkan dengan yang mereka pikir anak-anaknya tidak tahu.
“Orang tua mengetahui dengan tepat kemampuan berbahasa anaknya karena mereka menyaksikan anaknya tumbuh dan belajar,” kata Yurovsky. “Hasil ini menunjukkan bahwa orang tua memanfaatkan hal tersebut untuk menyempurnakan informasi linguistik yang mereka berikan.”
Para peneliti menemukan bahwa pengasuh menggunakan berbagai teknik untuk menyampaikan hewan yang ‘tidak diketahui’ kepada anak. Pendekatan yang paling umum adalah menggunakan tambahan penjelas yang akrab bagi anak.
“Pendekatan [penelitian] ini memungkinkan kami mengonfirmasi ide-ide eksperimental yang telah kami kembangkan berdasarkan pengamatan tentang bagaimana anak-anak dan orang tua terlibat di rumah,” kata Yurovsky. “Kami menemukan bahwa orang tua tidak hanya menggunakan apa yang sudah mereka ketahui tentang pengetahuan bahasa anak-anak mereka sebelum penelitian, tetapi juga apabila mereka menemukan mereka salah – anak mereka sebenarnya tidak tahu ‘macan tutul’ misalnya – mereka mengubah cara mereka berbicara tentang hewan itu lain kali.”
Penelitian ini terdiri dari 36 percobaan eksperimental dimana setiap hewan yang muncul sebagai target setidaknya dua kali dalam permainan. Para peserta merepresentasikan komposisi rasial yang sama dengan Amerika Serikat (56% putih, 27% Hitam dan 8% Hispanik).
Hasilnya mencerminkan perspektif pengasuhan barat yang sama baiknya dengan pengasuh yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi sebagaimana yang ada di negara ini. Para peneliti tidak secara independen mengukur pengetahuan anak-anak tentang setiap hewan. Hasil penelitian ini tidak dapat membedakan apakah anak-anak belajar hewan baru saat bermain game.
Yurovsky percaya hasilnya mungkin memiliki beberapa relevansi bagi para peneliti yang bekerja di bidang pembelajaran mesin.
“Hasil ini dapat membantu kami memahami cara memikirkan sistem bahasa pembelajaran mesin,” katanya. “Saat ini kami melatih model bahasa dengan memberikan semua data bahasa yang bisa kami dapatkan sekaligus. Tetapi kita mungkin melakukan lebih baik jika kita bisa memberi mereka data yang tepat pada waktu yang tepat, menjelaskannya pada tingkat kompleksitas yang tepat saat mereka siap.”
Yurovsky bergabung dalam proyek ini oleh Ashley Leung di University of Chicago dan Alex Tunkel di The George Washington University School of Medicine and Health Sciences. Proyek ini menerima dana dari James S. McDonnell Foundation.
Sumber :
Carnegie Mellon University. (2021, July 2). Researchers explore how children learn language. ScienceDaily. Retrieved July 9, 2021 from www.sciencedaily.com/releases/2021/07/210702114538.htm
Anak kecil belajar bahasa dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan dengan remaja dan orang dewasa. Satu penjelasan mengenai manfaat belajar bahasa ini tidak dilihat dari perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa, melainkan dari perbedaan cara berbicara kepada anak-anak dan orang dewasa.
Untuk pertama kalinya, tim peneliti mengembangkan sebuah metode untuk mengevaluasi bagaimana orang tua memanfaatkan apa yang mereka ketahui tentang bahasa anaknya ketika mereka berbicara pada anaknya. Peneliti menemukan bahwa orang tua bisa memberikan contoh yang tepat terhadap pengetahuan berbahasa sang anak, dimana orang tua sering mengatur intonasi ketika sedang berbicara kepada anaknya. Hasil penelitian ini tersedia di dalam pengembangan publikasi jurnal online Psycological Science.
“Kita telah tahu sejak lama bahwa terdapat banyak perbedaan cara orang tua berbicara kepada anak-anak dan orang dewasa, misalnya dengan menyederhanakan kata-kata, mengulang kalimat dan memperjelas suara vokal,” kata Daniel Yurovsky, asisten profesor Psikologi di Carniege Mellon University. “Cara tersebut membantu anak kecil untuk mendapatkan panduan berbahasa, tetapi kami tidak tahu apakah orang tua mengubah cara mereka berbicara saat anak-anak telah memahami bahasa, memberi anak masukan bahasa yang ‘tepat’ untuk mempelajari hal lainnya.”
Orang dewasa cenderung berbicara kepada anak-anak dengan lebih lambat dan nada yang lebih tinggi. Mereka juga menggunakan pengucapan kata yang berlebihan, struktur bahasa yang disederhanakan. Orang dewasa juga membumbui komunikasi dengan pertanyaan untuk mengukur pemahaman anak. Ketika kefasihan bahasa anak meningkat, struktur kalimat dan kompleksitas bahasa yang digunakan oleh orang dewasa pun meningkat.
Yurovsky mengibaratkan ini dengan perkembangan siswa ketika mempelajari matematika di sekolah.
“Ketika kamu pergi ke sekolah, kamu mulai belajar aljabar kemudian geometri sebelum mempelajari kalkulus,” kata Yurovsky. “Orang-orang berbicara kepada anak-anak dengan menggunakan struktur yang sama meskipun tanpa memikirkannya. Mereka melihat seberapa banyak anak itu memahami bahasa dan memodifikasi cara berbicara sehingga anak-anak memahaminya.”
Yurovsky dan timnya berusaha untuk memahami dengan tepat bagaimana pengasuh mengatur interaksinya untuk menyesuaikan dengan perkembangan berbicara anak. Tim mengembangkan permainan dimana orang tua membantu anak-anak untuk memilih hewan tertentu dari satu set yang berisi tiga, permainan yang balita (berusia 15 – 23 bulan) dan orang tua mereka mainkan secara rutin dalam kehidupan sehari-hari. Setengah dari hewan dalam permainan mencocokkan ini adalah hewan yang biasanya dipelajari anak-anak sebelum usia 2 tahun (misalnya kucing, sapi), dan setengah lainnya adalah hewan yang dipelajari di kemudian hari (misalnya merak, macan tutul).
Para peneliti meminta 41 pasangan dewasa – anak-anak untuk memainkan permainan secara alami yang disetting di laboratorium. Mereka mengukur perbedaan tentang bagaimana orang tua berbicara tentang hewan yang mereka pikir anak-anaknya tahu dibandingkan dengan yang mereka pikir anak-anaknya tidak tahu.
“Orang tua mengetahui dengan tepat kemampuan berbahasa anaknya karena mereka menyaksikan anaknya tumbuh dan belajar,” kata Yurovsky. “Hasil ini menunjukkan bahwa orang tua memanfaatkan hal tersebut untuk menyempurnakan informasi linguistik yang mereka berikan.”
Para peneliti menemukan bahwa pengasuh menggunakan berbagai teknik untuk menyampaikan hewan yang ‘tidak diketahui’ kepada anak. Pendekatan yang paling umum adalah menggunakan tambahan penjelas yang akrab bagi anak.
“Pendekatan [penelitian] ini memungkinkan kami mengonfirmasi ide-ide eksperimental yang telah kami kembangkan berdasarkan pengamatan tentang bagaimana anak-anak dan orang tua terlibat di rumah,” kata Yurovsky. “Kami menemukan bahwa orang tua tidak hanya menggunakan apa yang sudah mereka ketahui tentang pengetahuan bahasa anak-anak mereka sebelum penelitian, tetapi juga apabila mereka menemukan mereka salah – anak mereka sebenarnya tidak tahu ‘macan tutul’ misalnya – mereka mengubah cara mereka berbicara tentang hewan itu lain kali.”
Penelitian ini terdiri dari 36 percobaan eksperimental dimana setiap hewan yang muncul sebagai target setidaknya dua kali dalam permainan. Para peserta merepresentasikan komposisi rasial yang sama dengan Amerika Serikat (56% putih, 27% Hitam dan 8% Hispanik).
Hasilnya mencerminkan perspektif pengasuhan barat yang sama baiknya dengan pengasuh yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi sebagaimana yang ada di negara ini. Para peneliti tidak secara independen mengukur pengetahuan anak-anak tentang setiap hewan. Hasil penelitian ini tidak dapat membedakan apakah anak-anak belajar hewan baru saat bermain game.
Yurovsky percaya hasilnya mungkin memiliki beberapa relevansi bagi para peneliti yang bekerja di bidang pembelajaran mesin.
“Hasil ini dapat membantu kami memahami cara memikirkan sistem bahasa pembelajaran mesin,” katanya. “Saat ini kami melatih model bahasa dengan memberikan semua data bahasa yang bisa kami dapatkan sekaligus. Tetapi kita mungkin melakukan lebih baik jika kita bisa memberi mereka data yang tepat pada waktu yang tepat, menjelaskannya pada tingkat kompleksitas yang tepat saat mereka siap.”
Yurovsky bergabung dalam proyek ini oleh Ashley Leung di University of Chicago dan Alex Tunkel di The George Washington University School of Medicine and Health Sciences. Proyek ini menerima dana dari James S. McDonnell Foundation.
Sumber :
- Leung, A., Tunkel, A., & Yurovsky, D. (2020). Parents fine-tune their speech to children’s vocabulary knowledge. Psychological Science, 0956797621993104.
- Carnegie Mellon University. (2021, July 2). Researchers explore how children learn language. ScienceDaily. Retrieved July 9, 2021 from www.sciencedaily.com/releases/2021/07/210702114538.htm