Mengenal Hewan-Hewan yang Berhabitat di Vegetasi Mangrove

Hewan-hewan seringkali menggunakan organisme lain sebagai tempat habitat sehingga bisa menjaga eksistensinya. Salah satu organisme yang sering digunakan untuk sarana […]

blank

Hewan-hewan seringkali menggunakan organisme lain sebagai tempat habitat sehingga bisa menjaga eksistensinya. Salah satu organisme yang sering digunakan untuk sarana habitat binatang lain adalah tumbuhan mangrove. Tumbuhan ini hidup di daerah rawa hingga pesisir pantai dan memiliki beberapa keunggulan sehingga banyak hewan yang tertarik untuk berada di vegetasi mangrove. Hewan-hewan sering berada di vegetasi mangrove untuk mencari makan, berlindung dari predator, dan tempat berkembang biak. Berikut ini adalah beberapa hewan yang berhabitat di daerah mangrove.

Ikan Glodok (Gobiidae)

blank

Gambar 1. Ikan Glodok (Boleophthalmus boddarti), sumber : en.wikipedia.org

Fauna pertama yang suka mendiami mangrove adalah ikan glodok. Para ilmuan mengklasifikasikan ikan ini ke dalam Famili Gobiidae. Ada empat spesies ikan glodok yang umum dijumpai berupa: Boleophthalmus boddarti, Periophthalmus gracilis, Periophthalmus chrysospilos, dan Periophthalmonodon schlosseri. Kita akan mengambil B. Boddarti untuk pembahasannya lebih dalam.

Ikan ini memiliki ciri-ciri berupa: berbintik biru, tubuh bergaris gelap, dan berukuran sekitar 9 cm. Ikan glodok menghuni perairan dengan suhu 28-38 °C, salinitas 17 ppt, dan berarus tenang.  B. Boddarti menggunakan vegetasi mangrove untuk bersembunyi dan mencari makan. Saat beristirahat,binatang ini akan menghabiskan harinya di dasar mangrove dengan membuat sarang dengan cara menggali lumpur.  Saat air surut, B. Boddarti keluar memanjat ke batang mangrove dengan siripnya yang kuat dan insangnya yang mampu menyimpan air sehingga bisa mencari makan dan melakukan perkawinan.

Bekantan (Nasalis larvatus)

blank

Gambar 2. Bekantan (Nasalis larvatus), sumber: www.balisafarimarinepark.com

Bekantan atau monyet belanda (Nasalis larvatus) merupakan primata yang berhabitat di vegetasi mangrove. Hewan ini merupakan fauna endemik khas indonesia yang terdapat di daerah kalimantan selatan. Bekantan diklasifikasikan ke dalam famili Cerophitecidae dengan ciri khas berhidung sangat menonjol. Ukuran bekantan jantan lebih besar (20-22 kg) dengan hidung yang lebih besar dibandingkan dengan betinanya (10-12 kg).

Monyet belanda hidup secara berkelompok dengan perkiraan satu kawanan terdiri dari sekitar 26 individu yang hidup dalam satu pohon dengan banyak cabang yang besar. Primata ini adalah hewan poligini sehingga satu jantan dapat mengawini banyak betina. Anak bekantan yang lahir bewarna gelap dan akan tetap menempel pada induknya.

Bekantan sangat menggantungkan hidupnya pada pohon sebagai fauna aborial. Saat mencari makan, bekantan memanfaatkan pohon pidada merah (Sonneratia caseolaris) sebagai sumber pangan utama dan beristirahat. Monyet Belanda juga mencari jenis vegetasi lain sebagai sumber pakan berupa: Avicennia alba, Excoecaria agallocha, Hibiscus tiliaceus, Nypa fruticans, Derris trifoliata, dan Acrostichum aureum.

Kucing Bakau (Prionailurus viverrinus)

blank

Gambar 3. Kucing Bakau (Prionailurus viverrinus). Sumber: https://www.greeners.co/

Terdapat jenis kucing yang menyukai air sehingga tinggal di vegetasi mangrove. Spesies kucing tersebut bernama kucing bakau (Prionailurus viverrinus). Karnivora ini memiliki berat 5-16 kg dengan warna dasar kuning bertotol hitam dan panjang ekornya sedang. Persebaran kucing bekau berada di dataran rendah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Kondisi lingkungan yang cocok untuk kucing bakau adalah memiliki suhu 23-25 Co, curah hujan sekitar 700 mm/tahun, dan tipe lahan basah serta hutan lebat. Hewan ini sering berenang di area mangrove untuk mencari makan berupa: ikan, pengerat, amfibi, dan invertebrata.

IUCN  mengklasifikasikan kucing bakau dalam status vulnerable akibat adanya perubahan iklim maupun alih fungsi lahan menjadi industri dan perumahan sehingga habitatnya terfragmentasi. Manusia juga sering membunuh kucing ini karena menganggu hewan ternak atau tidak sengaja menabrak di jalanan yang berakibat penurunan populasi secara global. Alasan lain manusia sering membunuh kucing bakau adalah karena kemiripan corak warna dengan macan tutul sehingga dikhawatirkan kucing ini akan memangsa manusia, padahal sejatinya kucing bakau tubuhnya tidak cukup berat untuk menjadikan kita sebagai buruan. Perlu ada usaha edukasi dan sosialisasi lebih lanjut agar penduduk yang berbatasan vegetasi mangrove lebih menerima satwa eksotis ini.

Bangau Bluwok (Mycteria cinerea)

blank

Gambar 4. Bangau Bluwok (Mycteria cinerea). Sumber: www.rekoforest.org

Salah satu bangsa Aves yang ditemukan vegetasi mangrove adalah bangau bluwok (Mycteria cinerea). Ukuran hewan ini berkisar 91-95 dengan badan berbulu putih, saya berbulu hitam, dan tidak berbulu dia area wajah. Bangau bluwok terdistribusi luas di daratan Indocina, malaysia, sumatra, jawa, sulawesi, dan sumbawa. Burung ini menyukai daerah berumpur dan tergenang air seperti rawa serta pesisir pantai. Berdasarkan pengamatan, bangau bluwok hidup soliter dan membentuk kawanan dalam jumlah kecil hingga besar. Meskipun sering  beristirahat di pohon kayu putih (Melaleuca leucadendra), bangau bluwok sering ditemukan di vegetasi mangrove untuk mencari makan berupa ikan dan udang.

Ancaman bangau bluwok manusia yang juga bersaing untuk memperebutkan ikan sehingga kelimpahan pakan di alam liar menurun. Sebagian penduduk lokal juga masih memburu bangau ini untuk dikonsumsi dagingnya. IUCN menempatkan bangau bluwok ke dalam status Endangered sehingga tidak boleh ada yang menangkap binatang ini kecuali untuk penelitian dan membunuhnya.

Buaya Muara (Crocodilus porosus)

Buaya muara sedang berjemur pada genangan yang dangkal

Gambar 5. Buaya muara (Crocodilus porosus). Sumber: wikipedia.org

Vegetasi mangrove juga menyimpan predator mematikan yang bernama buaya muara (Crocodilus porosus). Buaya ini memiliki ukuran 5-7 meter dengan bobot 1,2 ton. Kulit buaya muara bewarna hijau gelap dominan dengan campuran kekuningan serta permukaanya kasar. Hewan ini mendiami vegetasi mangrove sebagai habitatnya karena mudah menemukan lingkungan perairan dan daratan. Buaya muara beradaptasi terhadap perbedaan salinitas sehingga bisa berenang ke laut maupun ke aliran sungai yang lebih tawar.

Sering terjadi konflik buaya muara dengan manusia yang disebabkan karena berkurangnya daerah jelajah dan pasokan makanan. Buaya muara juga tipe predator yang tidak pemilih, sehingga apabila buaya melihat manusia berada di dekat sungai maka ia tidak akan ragu untuk menyeret manusia ke dalam air. Berdasarkan IUCN, buaya muara termasuk ke dalam status Least Concern, namun upaya konservasi tetap perlu dilaksanakan untuk menjaga kelestarian buaya.

Sangatlah penting untuk menjaga eksistensi mangrove agar bisa menjaga berbagai binatang liar tetap lestari. Perlu penelitian lebih lanjut berupa eksplorasi dan monitoring untuk menguak lebih banyak spesies hewan yang mendiami hutan mangrove.

Referensi:

Azizah, N., Hari Prayogo, & Ratna Herawatiningsih. (2023). Karakteristik Vegetasi Habitat Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Desa Sebubus Kabupaten Sambas. Jurnal Hutan Lestari, 11(1), 134–144.

Gantini, W. T., Shinta Nur Rahmasari, & Adi Firmansyah. (2020). Keanekaragaman Hayati di Kawasan Mangrove Pantai Mekar Sebagai Modal Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jurnal CSR, dan Pemberdayaan Resolusi Konflik, , 43(51), 5–1.

Mishra, R., de Iongh, H. H., Leirs, H., Lamichhane, B. R., Subedi, N., & Kolipaka, S. S. (2022). Fishing cat Prionailurus viverrinus distribution and habitat suitability in Nepal. Ecology and Evolution, 12(4). https://doi.org/10.1002/ece3.8857

Muhtadi, A., Sabilah Fi Ramadhani, & Yunasfi. (2016). Identifikasi dan Tipe Habitat Ikan Gelodok (Famili: Gobiidae) di Pantai Bali Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Biospecies, 1–6.

Pramunandar, N., Hartati Tamti, & Sri Wulandari. (2023). Kelimpahan ikan glodok (Boleophthalmus boddarti) pada ekosistem mangrove di ekowisata Lantebung Kota Makassar. Agrokompleks, 23(1), 62–69.

Primasaputri, S. (2022). Studi Perilaku Harian Buaya Muara (Crocodylus porosus) di Taman Satwa Taru Jurug. Universitas Negeri Sebelas Maret.

Rabiati, M., Agus Priyono, & Burhanuddin Masyud. (2015). Populasi Bekantan (Nasalis larvatus) di Suaka Margasatwa Kuala Lupak, Kalimantan Selatan, Indonesia. Media Konservasi, 20(3), 242–251.

Ramadani, Budi Afriyansyah, & Amir Hamidy. (2023). Population and Habitat Characteristics of the Saltwater Crocodile (Crocodylus porosus, Schneider 1801) in the Antan River, Jebus-Parittiga District, West Bangka. Jurnal Biologi Indonesia, 19(1), 17–23.Syamal, F. M., & Sugeng P, H. (2018). Studi Populasi Burung Bangau Bluwok (Mycteria cinerea) di Rawa Pacing Desa Kibang Pacing, Kecamatan Menggala Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 6(2), 1–6.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.