Tiongkok akhir April lalu meluncurkan roket Long March 5B ke luar angkasa. Namun peluncuran ini memicu kejengkelan beberapa pihak di dunia internasional. Pasalnya sisa core stage roket seberat 20 ton itu re-entry ke bumi secara tidak terkendali. Beberapa oknum menyebar ketakutan bahwa lintasan roket yang sulit diprediksi dan bisa saja menabrak permukiman padat penduduk (pernyataan itu benar tapi kemungkinan sangat sangat kecil sehingga tidak perlu panik).
Untungnya roket tersebut pada akhirnya menghantam laut dekat dengan kepulauan Maldives tanggal 10 Mei kemarin. Tiongkok dengan roketnya Long March 5B sudah dua kali mengabaikan puing raksasa roketnya.
Dua roket tersebut membawa misi yang sama, yaitu bagian dari proyek raksasa Tiongkok stasiun luar angkasa ‘Tiangong’. Tiongkok mulai membangun stasiun luar angkasa raksasa miliknya setelah mencoba membangun beberapa kali versi mini dari stasiun luar angkasa. Tiangong-1 mengorbit tahun 2011, dan Tiangong-2 mengorbit tahun 2016. Kedua stasiun luar angkasa mini tersebut masing-masing memiliki berat 8 ton merupakan prototype dan perangkat uji coba dari stasiun luar angkasa tiongkok yang sesungguhnya (CSS atau China Space Station).
Baca juga: Tiongkok Luncurkan Modul Inti Stasiun Ruang Angkasa
Kedua stasiun luar angkasa mini tersebut juga pernah didiami astronot Tiongkok (disebut juga taikonauts) selama beberapa hari. Laboraturium ini kemudian pensiun, dan masing-masing re-entry tahun 2018 dan 2019.
Gejolak Politik Internasional
Tiangong ini direncakan akan selesai 2022, dan diharapkan bertahan sampai 15 tahun ke depan [1]. Sementara ISS yang sudah mengorbit sejak 1998 (dan dihuni secara terus menerus sejak tahun 2000), diyakini akan pensiun tahun 2030 [2]. Kekosongan sesudah era ISS yang diisi oleh Tiangong, memantik kekawatiran beberapa pakar bahwa Tiongkok akan memulai uji coba yang mengancam keamanan luar angkasa[3].
Tidak hanya Tiongkok, Rusia juga sudah berencana untuk memiliki stasiun luar angkasa sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa Rusia masuk keanggotaan ISS bersama negara lain seperti Amerika, Kanada, Jepang, dan beberapa negara Eropa.
Baca juga: Stasiun Luar Angkasa Cina “Tiangong-1” Jatuh di Samudra Pasifik Selatan
Stasiun luar angkasa Rusia ini (yang diberi nama Russian Orbital Space Station) akan aktif mulai tahun 2030 [4]. Namun Rusia akan keluar dari keanggotaan ISS sebelum stasiun luar angkasa nasional miliknya aktif. Diberitakan bahwa Rusia akan keluar dari keanggotaan ISS tahun 2025, dan menyewakan bagian yang dimiliki di ISS untuk Amerika atau negara lain, bahkan mungkin akan menonaktifkannya[4].
Bagian tesebut adalah Russian Segment yang mencakup seperempat dari kelesuruhan ISS, dan berisi sistem navigasi dan kontrol ISS. Segmen ini sendiri pernah mengalami beberapa masalah seperti kebocoran udara sampai toilet, yang kemudian meyakinkan Rusia bahwa Russian Segment harus pensiun sehingga tidak ada keselamatan kosmonot yang harus dikorbankan untuk tetap menggunakan Russian Segment[5].
Lunar Gateway dan Markas Bulan
Total ada tiga jenis bangunan luar angkasa yang dihuni manusia dalam jangka menengah: stasiun luar angkasa yang sudah ada beberapa; Lunar Gateway serta markas bulan dimana keduanya dalam perencanaan.
Lunar Gateway adalah ‘pintu gerbang’ astronot dari bumi sebelum mendarat di bulan. Ini merupakan bagian dari proyek raksasa NASA bernama Artemis yang akan mendaratkan astronot kembali ke bulan setelah hampir setengah abad. Lunar Gateway sendiri adalah habitable station (bangunan yang dihuni) layaknya ISS, namun mengitari bulan.
Artemis merupakan proyek kolaborasi antara Amerika, Jepang, Kanada, Australia, UEA, dan beberapa negara Eropa. Rusia dan Tiongkok tidak termasuk dari kolaborator internasional Artemis.
Rusia dan Tiongkok sendiri bekerja sama dalam rencana membangun markas bulan. Markas ini bernama International Lunar Research Station (ILRC). Perjalanan panjang proyek ini akan mulai tahun depan dengan mengirim beberapa robot untuk survey lokasi terbaik di permukaan bulan. Markas tersebut direncakan baru akan diisi oleh manusia tahun 2036-2045[6].
Semua proses baik Artemis ataupun ILRC akan berujung kepada perebutan sumber daya bulan. Namun Outer Space Treaty melarang segala bentuk klaim sumber daya alam luar angkasa. NASA dan kolaboratornya bermanuver dengan mengusulkan Artmis Accord yang secara garis besar ‘melarang klaim tapi mengizinkan ekstraksi’[7].
Perebutan sumber daya alam bulan
Rusia mengatakan bahwa Artemis Accord terlalu ‘US-centic’[8]. Dengan Rusia yang juga akan keluar ISS tahun 2025, terlihat bahwa persaingan luar angkasa (space race) akan memasuki fase baru. Kompetisi akan meningkatkan kualitas sains dan teknologi negara masing-masing. Negara yang tidak ikut dalam space-hype ini akan ketinggalan jauh khususnya di sektor luar angkasa, contohnya adalah satelit. Negara yang mendapat pengetahuan dan paten dari proyek besar akan maju seperti dalam pembangunan dan peluncuran satelit. Dan negara seperti Indonesia akan menjadi negara yang membayar negara lain dalam jumlah uang yang banyak untuk menggunakan kemampuan negara tersebut.
Refrensi:
[1]https://theconversation.com/tiangong-china-may-gain-a-monopoly-on-space-stations-heres-what-to-expect-160389 diakses 18 Mei 2021
[2] https://www.washingtonpost.com/technology/2020/12/23/space-station-replace-biden/ diakses 18 Mei 2021
[3] https://spacenews.com/analysts-chinas-space-programs-are-a-security-concern-to-the-u-s-but-not-all-are-nefarious/ diakses 18 Mei 2021
[4] https://www.reuters.com/lifestyle/science/russia-plans-launch-own-space-station-after-quitting-iss-2021-04-21/ diakses 18 Mei 2021
[5]https://www.aerotime.aero/27872-ROSS-the-new-Russian-space-station-when-and-why diakses 18 Mei 2021
[6]https://spacenews.com/china-russia-open-moon-base-project-to-international-partners-early-details-emerge/diakses 18 Mei 2021
[7] https://warstek.com/outer-space-treaty-vs-artemis-accord-legalitas-menambang-bulan/ diakses 18 Mei 2021
[8] https://www.theverge.com/2020/10/12/21512712/nasa-roscosmos-russia-dmitry-rogozin-artemis-moon-interntational-cooperation diakses 18 Mei 2021