Genom organisme adalah seperti buku petunjuk yang tersembunyi di setiap sel, berisi instruksi yang diperlukan untuk membuatnya berkembang, berfungsi, dan berkembang biak. Bayangkan itu sebagai kode yang rumit, yang membimbing sel dalam melakukan semua tugasnya, mulai dari pertumbuhan hingga reproduksi.
Ini adalah sejenis catatan sejarah genetik yang mencatat perjalanan panjang organisme dari zaman purba hingga sekarang. Sejak awal kehidupan di Bumi, genom telah menjadi buku harian yang menyimpan semua perubahan dan adaptasi yang telah terjadi.
Tapi inilah yang menarik: genom tidak hanya menceritakan kisah tentang organisme itu sendiri, tetapi juga tentang keluarganya. Dalam kode genetik ini, tersembunyi jejak hubungan dengan nenek moyangnya dan dengan organisme lain di alam semesta ini.
Dimensi Lain dari Genom
Sebuah tim peneliti sedang mengeksplorasi gagasan bahwa dalam genom organisme, mungkin terdapat informasi tambahan selain dari sejarah keluarga atau klasifikasi biologisnya. Apakah mungkin genom organisme mengandung petunjuk yang bisa memberi tahu kita tentang lingkungan tempat organisme itu tinggal?
Meskipun terlihat sangat sulit, sebuah tim peneliti gabungan antara ilmu komputer dan biologi dari University of Waterloo dan Western University berhasil menemukan bahwa hal ini mungkin berlaku untuk jenis organisme yang disebut ekstremofil. Ekstremofil adalah organisme yang bisa hidup dan berkembang biak di bawah kondisi lingkungan yang ekstrim. Kondisi lingkungan ini bisa sangat beragam, mulai dari suhu sangat panas (lebih dari 100°C) hingga sangat dingin (di bawah -12°C), radiasi tinggi, atau kondisi ekstrem dalam keasaman atau tekanan.
DNA sebagai Bahasa
Tim menyelidiki DNA genomik sebagai teks yang tercatat dalam “bahasa DNA.” DNA, struktur heliks ganda yang mengandung informasi genetik, terdiri dari rangkaian nukleotida yang dihubungkan oleh tulang punggung gula-fosfat. Nukleotida ini, yang disebut adenin (A), sitosin (C), guanin (G), dan timin (T), membentuk “huruf-huruf” dalam “abjad DNA.”
Secara konseptual, urutan DNA dapat disamakan dengan baris teks dalam bahasa DNA. Sebagai contoh, urutan “KUC” akan mewakili “kata DNA” yang terdiri dari tiga huruf, masing-masing mewakili nukleotida sitosin, adenin, dan timin.
Pada tahun 1990-an, penelitian menemukan bahwa dengan menghitung frekuensi kemunculan “kata-kata” DNA seperti itu dalam urutan DNA pendek yang diambil dari genom organisme, seseorang dapat mengidentifikasi spesies organisme tersebut dan seberapa erat hubungannya dengan organisme lain dalam “pohon kehidupan” evolusioner.
Proses identifikasi atau klasifikasi organisme berdasarkan frekuensi kemunculan kata DNA serupa dengan cara kita membedakan buku dalam bahasa Inggris dan Prancis: dengan mengamati kata-kata umum yang muncul dalam teks. Hal ini menunjukkan bahwa profil frekuensi kata DNA dalam genom menyimpan informasi evolusioner tentang spesies, genus, dan tingkat taksonomi lainnya.
Para peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah profil frekuensi kata DNA genom dapat mengungkapkan informasi tambahan, seperti lingkungan ekstrem di mana mikroba ekstremofil hidup dan berkembang biak.
Jejak Lingkungan dalam DNA Ekstremofil
Tim melakukan penelitian dengan menggunakan data dari 700 mikroba ekstremofil yang hidup dalam kondisi lingkungan yang sangat ekstrem, seperti suhu yang ekstrem (baik panas maupun dingin) atau pH yang ekstrem (sangat asam atau alkali). Mereka menggunakan metode komputasi pembelajaran mesin, baik yang dikawal maupun tidak dikawal, untuk menguji hipotesis mereka.
Dalam keduanya jenis kondisi lingkungan tersebut, tim berhasil dengan jelas mengidentifikasi pola yang mengindikasikan jenis lingkungan ekstrem yang dihuni oleh setiap organisme.
Dalam metode pembelajaran mesin yang tidak dikawal, sebuah algoritma “buta” diberikan data urutan DNA dari mikroba ekstremofil (tanpa informasi lain tentang taksonomi atau lingkungan hidup mereka). Algoritma tersebut kemudian diminta untuk mengelompokkan urutan-urutan DNA ini berdasarkan kesamaan dalam profil frekuensi kata DNA mereka.
Awalnya diharapkan bahwa kelompok-kelompok yang ditemukan akan sesuai dengan taksonomi, seperti bakteri dikelompokkan dengan bakteri, dan arkea dikelompokkan dengan arkea. Namun, hasilnya tidak selalu sesuai harapan, dan beberapa arkea dan bakteri selalu dikelompokkan bersama, tidak peduli algoritma apa yang digunakan.
Satu-satunya kesamaan yang jelas yang dapat menjelaskan mengapa mereka dikelompokkan bersama oleh beberapa algoritma pembelajaran mesin adalah bahwa mereka semua adalah ekstremofil yang menyukai panas.
Sebuah Penemuan yang Mengejutkan
Pohon kehidupan adalah kerangka kerja dalam biologi yang menggambarkan hubungan keluarga antara berbagai spesies. Ini terbagi menjadi tiga domain utama: bakteri, arkea, dan eukariota.
Eukariota, seperti hewan, tumbuhan, jamur, dan protista mikroskopis, memiliki inti sel yang dilindungi oleh membran. Di sisi lain, bakteri dan arkea adalah organisme uniseluler yang tidak memiliki inti sel yang dibatasi membran yang menyimpan genom. Perbedaan antara bakteri dan arkea terletak pada struktur dinding sel mereka.
Ketiga domain kehidupan ini sangat berbeda, dan secara genetis, perbedaan antara bakteri dan arkea sebanding dengan perbedaan antara beruang kutub (sebuah eukariota) dan E. coli (sejenis bakteri).
Awalnya diharapkan bahwa genom bakteri dan arkea akan sangat berbeda dalam setiap analisis kesamaan genomik. Namun, penemuan bahwa beberapa bakteri dan arkea tergabung bersama, mungkin karena keduanya mampu bertahan di lingkungan yang sangat panas, menunjukkan adanya pengaruh lingkungan yang signifikan pada bahasa genom mereka.
Temuan ini mirip dengan menemukan dimensi baru dalam genom, yaitu lingkungan, yang merupakan tambahan penting pada dimensi taksonomi yang sudah dikenal.
Dampak Genomik dari Lingkungan Lain
Selain menjadi sebuah kejutan, penemuan ini memiliki potensi besar dalam mengubah pemahaman kita tentang evolusi kehidupan di Bumi, dan juga dapat membimbing kita dalam mempersiapkan diri untuk menjelajahi ruang angkasa.
Sebagai contoh, penelitian saat ini sedang menyelidiki apakah sinyal lingkungan dapat ditemukan dalam tanda genomik dari organisme yang tahan terhadap radiasi, seperti Deinococcus radiodurans. Organisme ini terkenal karena kemampuannya bertahan dari paparan radiasi, suhu ekstrem, dehidrasi, tekanan vakum, dan lingkungan asam. Bahkan, telah terbukti bahwa organisme ini mampu bertahan hidup di luar angkasa selama hingga tiga tahun.
Temuan ini menunjukkan bahwa penelitian tentang organisme ekstremofil tidak hanya memperluas pemahaman kita tentang kehidupan di Bumi, tetapi juga memberikan wawasan penting tentang kemungkinan keberlangsungan kehidupan di luar planet kita.
Referensi :
Alumni S1 Kimia Universitas Negeri Makassar. Pengajar kimia, penulis di warstek.com.