Dunia saat ini tengah berperang melawan pandemi COVID-19. Berbagai upaya dilakukan oleh masing-masing negara dalam rangka menekan penyebaran virus tersebut, seperti dilakukannya lockdown, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), penerapan jaga jarak (social distancing) dan pembatasan kontak fisik (physical distancing). Pemerintah juga mengupayakan target 20.000 spesimen untuk uji PCR dalam sehari. Hal tersebut tentunya dapat tercapai jika diimbangi dengan kesiapan fasilitas laboratorium dan SDM-nya. Per 6 juni 2020, sebanyak 233 laboratorium digunakan untuk memfasilitasi uji COVID-19, 156 di antaranya menggunakan PCR (RT-PCR) dan lainnya menggunakan Chepeid GeneXpert® dan Abbott m2000 [1].
Untuk terus menekan penyebaran virus Corona, WHO mendesak agar pengujian dapat terus ditingkatkan. Oleh karenanya, diperlukan metode diagnosis yang sederhana dan cepat untuk dilakukan [2]. Semakin cepat hasil uji keluar, semakin cepat pula penangangan dapat dilakukan. Salah satu metode alternatif yang dikembangkan adalah reverse transcription-loop-mediated isothermal amplification atau yang dikenal dengan istilah RT-LAMP. Namun sebelum memasuki pembahasan mengenai RT-LAMP, berikut adalah sedikit penjelasan mengenai teknik deteksi virus dalam penyakit COVID-19 serta teknik deteksi RT-PCR.
A. Tipe Uji Virus Corona
Secara umum, tipe uji virus Corona terbagi menjadi dua yaitu uji diagnostik dan antibodi. Hasil uji diagnostik dapat menunjukkan adanya virus Corona yang menginfeksi tubuh. Terdapat dua jenis uji diagnostik yaitu uji molekuler (RT-PCR) dimana yang terdeteksi adalah material genetik (RNA) virus dan uji antigen yang mendeteksi protein spesifik pada permukaan virus. Sampel yang diambil pada uji ini adalah dengan menyeka bagian hidung dan tenggorokan (uji swab). Uji molekuler sendiri sudah terbilang sangat akurat sehingga tidak memerlukan uji lain untuk konfirmasi. Namun pada uji antigen, diperlukan konfirmasi dengan uji molekuler apabila hasilnya negatif tapi bergejala COVID-19 [3].
Uji kedua yaitu uji antibodi atau uji serologi. Sesuai dengan namanya, uji ini mendeteksi antibodi yang terbentuk oleh sistem imun ketika terdapat virus yang menginfeksi. Hasil uji antibodi menunjukkan bahwa tubuh pernah terinfeksi oleh virus. Sampel yang diambil pada uji ini adalah darah. Meskipun keluarnya hasil uji antibodi terbilang cepat, uji ini tidak bisa mendiagnosis bahwa orang tersebut sedang terinfeksi suatu virus. Hal tersebut disebabkan uji antibodi hanya mendeteksi antibodi yang terbentuk sebagai respon sistem imun terhadap virus, bukan mendeteksi virus itu sendiri. Juga dibutuhkan antibodi dalam jumlah yang cukup agar bisa terdeteksi [3].
B. Sekilas Mengenai PCR, RT-PCR dan Real Time RT-PCR
PCR atau Polymerase Chain Reaction merupakan suatu metode pengujian sederhana dan teknik biologi molekuler yang banyak digunakan untuk amplifikasi dan deteksi sekuens DNA dan RNA pada patogen, seperti virus dan bakteri. Metode ini berbasis amplifikasi material genetik serta memiliki keunggulan yaitu memakan waktu yang singkat, hanya beberapa jam, dibanding dengan metode tradisional lainnya seperti kloning DNA. Selain keluarnya hasil dalam waktu singkat, keuntungan lainnya yaitu PCR memiliki sensitivitas yang tinggi dan hanya memerlukan cetakan yang minimal untuk deteksi dan amplifikasi sekuens yang spesifik. Beberapa reagen yang diperlukan adalah DNA polimerase, nukleotida, magnesium, primer, cetakan DNA untuk amplifikasi dan alat thermocycler. Mekanisme PCR secara singkat adalah sebagai berikut [4].
- Untai ganda DNA dipanaskan sehingga mengalami denaturasi
- Primer kemudian ditempelkan ke untai tunggal DNA
- Primer diperpanjang oleh DNA polimerase, sehingga dihasilkan dua buah kopi dari untai DNA asli
Prose denaturasi, penempelan (annealing) dan perpanjangan (elongasi) dilakukan pada serangkaian suhu dan waktu yang disebut dengan satu siklus amplifikasi. Siklus diulang hingga kurang lebih 20-40 kali, hingga kemudian produk amplifikasi dapat dianalisis [4].
Lalu apa yang dimaksud dengan RT-PCR? RT-PCR atau Reverse Transcription PCR merupakan variasi dari PCR. Proses yang berlangsung pada kedua teknik tersebut sama. Hanya saja yang membedakannya adalah pada RT-PCR digunakan RNA sebagai cetakannya atau dengan kata lain terdapat proses tambahan yaitu transkripsi balik (reverse transcription) dari RNA ke cDNA (complementary DNA atau DNA komplemen) [5]. Enzim yang digunakan yaitu reverse transcriptase. Mekanisme singkatnya adalah sebagai berikut [7].
- Sampel diekstraksi hingga diperoleh RNA, lalu ditambahkan ke campuran reaksi yang mengandung enzim reverse transcriptase, primer target dan nukleotida
- Primer ditempelkan ke untai RNA
- cDNA disintesis oleh reverse transcriptase, pemanjangan dari primer
- Ketika suhu 95oC tercapai, untai RNA/DNA akan terdenaturasi
- Suhu menurun menyebabkan primer dapat menempel ke cDNA yang baru terbentuk
- Sintesis untai DNA baru oleh polimerase, pemanjangan dari primer
- Siklus berulang sehingga jumlah kopi DNA semakin banyak
Selanjutnya, real time RT-PCR merupakan suatu teknik RT-PCR yang memungkinkan kita untuk dapat melihat hasilnya saat proses reaksi masih berlangsung. Sedangkan untuk hasil pada RT-PCR dapat dilihat di akhir proses. Baik PCR maupun RT-PCR, keduanya dapat dilakukan dengan metode real time. Pada awalnya, metode real time RT-PCR ini menggunakan isotop radioaktif sebagai penanda (marker) untuk mendeteksi material genetik target namun untuk selanjutnya menggunakan fluoresens. Sampel akan berpendar ketika penanda menempel pada kopi DNA yang terbentuk. Komputer kemudian akan merekam jumlah fluoresensi dalam sampel setelah beberapa siklus. Keberadaan virus akan terdeteksi apabila kadar tertentu fluoresensi terlampaui. Semakin sedikit siklus yang berlangsung, semakin parah infeksi virus yang terjadi pada tubuh. Metode real time RT-PCR ini merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam mendeteksi virus SARS-CoV-2 saat ini [5].
C. RT-PCR vs RT-LAMP
Berikut adalah beberapa perbedaan antara deteksi dengan PCR dan LAMP.
PCR | LAMP |
Memerlukan siklus suhu (siklus pemanasan dan pendinginan berulang kali) | Proses isothermal (satu suhu konstan) |
Keseluruhan proses lebih lama karena protokol yang banyak (> 1 jam) | Keseluruhan proses lebih cepat (< 30 menit) |
Perolehan hasil akhir : ~0,2 µg | Perolehan hasil akhir : 10-20 µg |
Sensitif terhadap inhibitor matriks sampel | Lebih toleran terhadap inhibitor matriks sampel |
Tidak dapat dilakukan deteksi secara visual | Dapat dilakukan deteksi secara visual |
Sensitivitas diagnosis lebih rendah (dibanding dengan LAMP) | Sensitivitas diagnosis lebih tinggi yaitu >95% |
D. Mekanisme RT-LAMP
Teknik LAMP atau loop-mediated isothermal amplification merupakan metode yang cepat, sederhana, sensitif dan murah untuk amplifikasi sekuens DNA yang pertama kali ditemukan pada tahun 2000 [9], yang telah digunakan untuk deteksi patogen seperti virus, bakteri dan malaria [2]. Pada LAMP, tidak terjadi proses denaturasi cetakan DNA sehingga dapat berlangsung pada suhu isotermal. Dengan teknik ini, amplifikasi DNA dapat berlangsung dengan sangat efektif hingga 109-1010 kali dalam 15-60 menit. Hasil akhir dapat diamati secara langsung oleh mata melalui turbiditas atau kekeruhan akibat dari endapan putih magnesium pirofosfat (Mg2P2O7), yang merupakan produk samping dari sintesis DNA [9]. Selain secara turbidimetri, analisis juga bisa dilakukan secara kolorimetri, fluorometri dan elektroforesis gel.
Teknik LAMP menggunakan 4 atau 6 primer untuk mengikat enam daerah DNA target dengan spesifisitas yang sangat tinggi [9]. Teknik ini menggunan peralatan yang lebih sederhana karena hanya memerlukan satu suhu konstan, biasanya 65oC. Awalnya LAMP menggunakan 4 primer, namun penemuan selanjutnya menyatakan bahwa penambahan 2 primer loop dapat mempersingkat waktu reaksi [9]. Ketersediaan enzim reverse transcriptase dapat memungkinkan reaksi kombinasi antara transkripsi balik (RT) dengan LAMP sehingga menjadi satu reaksi, RT-LAMP. Reagen yang diperlukan di antaranya AMV reverse transcriptase, Bst DNA Polymerase Lg Frag, dNTPs, buffer reaksi 10xThermoPol II (Mg-free), Betaine, MgSO4 dan primer yang telah dimurnikan [9].
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dibutuhkan beberapa komponen penting seperti primer dan gen target. Desain primer sangat penting untuk tahap amplifikasi. Pada tahapan di bawah ini, terdapat 4 primer yang digunakan yaitu FIP (Forward Inner Primer, F1c + F2), BIP (Backward Inner Primer, B1c + B2), F3 (Forward Outer Primer) dan B3 (Backward Outer Primer). Keempat primer tersebut yang pada dasarnya digunakan pada RT-LAMP. Selain itu, terdapat pula 2 primer loop tambahan yang berperan untuk meningkatkan laju sintesis dan perpindahan untai, yaitu Floop (LF) dan Bloop (LB), sehingga total terdapat 6 primer [9]. Lalu bagaimanakah mekanismenya?
1. Tahap Transkripsi Balik
Tahap 1
RNA diekstrak dari sampel, lalu larutan sampel disiapkan. Larutan sampel dan larutan reaksi kemudian dicampurkan dan diinkubasi pada suhu konstan, antara 60-65oC selama 30 menit. Proses yang terjadi digambarkan sebagai berikut.
Tahap 2
Primer B3 menempel di samping BIP, lalu sintesis cDNA baru terjadi dan secara bersamaan, cDNA yang sebelumnya terbentuk oleh BIP (tanpa B3) dilepaskan.
Tahap 3
Selanjutnya, FIP menempel pada untai tunggal cDNA yang terbentuk oleh BIP yang telah lepas.
2. Tahap Pembentukan Struktur
Tahap 4
Dari tahap transkripsi balik pada tahap 3, ujung 3′ dari F2 pada FIP menjadi titik awal sintesis cDNA. Hal tersebut merupakan akibat dari proses pemindahan untai oleh DNA polimerase yang terjadi pada untai lama cDNA.
Tahap 5
Selanjutnya, primer F3 menempel di samping FIP, dengan ujung 3′ nya menjadi titik awal sintesis cDNA baru. Secara bersamaan, cDNA yang sebelumnya disintesis oleh FIP lepas.
Tahap 6
Untai DNA yang disintesis oleh primer F3 bersama dengan cetakan DNA awal membentuk untai ganda DNA.
Tahap 7
cDNA yang disintesis oleh FIP dan dilepaskan pada tahap 5 memiliki sekuens yang saling berkomplemen pada setiap ujungnya (F1-F1c, B1-B1c dan B2-B2c). Sehingga, dapat terjadi self-annealing atau penempalan pada komplemennya sendiri dan membentuk struktur mirip barbel. Struktur tersebut menjadi struktur awal untuk tahap amplifikasi berulang LAMP.
3. Tahap Amplifikasi Berulang LAMP
Tahap 8 : Struktur DNA pada tahap 7 berubah menjadi struktur loop batang, dengan mengalami sintesis DNA secara self-priming. BIP menempel pada untai tunggal untuk memulai sintesis DNA pada tahap 8 sambil melepaskan untai yang sebelumnya telah disintesis.
Tahap 9 : Untai tunggal yang terlepas membentuk struktur loop batang pada ujung 3′ akibat F1c dan F1 saling berkomplemen. Lalu mulai dari ujung 3′ pada F1, sintesis DNA mulai menggunakan strukturnya sendiri sebagai cetakannya, dan melepaskan untai komplementer yang terikat dengan BIP. Struktur 9 terbentuk.
Tahap 10 : Untai komplementer yang terikat dengan BIP kemudian membentuk struktur mirip barbel karena pada kedua ujungnya mempunyai daerah yang berkomplemen yaitu F1-F1c dan B1c-B1. Struktur 10 ini berkebalikan dengan struktur 7.
Tahap 11 : Sama dengan tahap 7, struktur 10 mengalami sintesis DNA secara self-priming mulai dari ujung 3′ dari F1. Selanjutnya, FIP menempel pada F2c dan mulai terjadi sintesis untai DNA. Untai DNA yang terikat FIP terlepas akibat perpindahan untai dari sintesis DNA self-priming. Sehingga dengan tahapan yang mirip dengan tahap 7,8,10 dan 11, struktur 7 dapat terbentuk kembali.
Tahap 12 : Dengan struktur yang dihasilkan pada tahap 9 atau 12, FIP (atau BIP) menempel ke untai tunggal F2c (atau B2c) dan sintesis DNA berlanjut dengan melepaskan untai ganda DNA. Alhasil, berbagai macam struktur dengan ukuran yang bervariasi, yang terdiri dari pengulangan sekuens target pada untai yang sama, dapat terbentuk. Gambaran struktur dari tahap 8 hingga 12 adalah sebagai berikut.
E. RT-LAMP untuk Diagnosis COVID-19
Teknik RT-LAMP sendiri sebelumnya sudah banyak diaplikasikan untuk deteksi beberapa virus seperti rabies (RABV), MERS-CoV dan Chikungunya. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh Huang dkk (2020), dilaporkan bahwa mereka mengembangkan kit diagnosis untuk deteksi cepat SARS-CoV-2 dengan menggunakan teknik ini. Deteksi cepat SARS-CoV-2 dapat dicapai dengan teknik tersebut karena virus RNA SARS-CoV-2 memiliki panjang 30 kb dan tidak adanya tahap pemurnian DNA pada tahap transkripsi balik, sehingga dapat mempersingkat waktu reaksi (30 menit).
Pada penelitian tersebut, digunakan 4 set primer yang berbeda yaitu O117, S17, N1 dan N15 dimana masing-masing set terdiri dari 6 primer seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Set primer tersebut didesain untuk gen target Orf1ab, S dan N dari SARS-CoV-2. Primer O117 didesain untuk menutupi ujung 5′ yang terkonversi dari RNA virus di Orf1ab. S17 didesain untuk menargetkan gen S dan mengode spike glikoprotein. Spike ini merupakan kunci dari virus SARS-CoV-2 untuk mengikat proten ACE2 dan menyerang sel manusia. Sedangkan N1 dan N15 didesain untuk memastikan deteksi ujung 3′ dari RNA virus. Hal tersebut berkaitan dengan karena selama ekstraksi RNA, RNA dapat diserang oleh RNase sehingga dapat terdegradasi dari ujung 5′ ke 3′ [2].
Pengamatan hasil akhir, setelah reaksi berlangsung selama 30 menit, bisa dilakukan baik dengan pengamatan visual secara langsung melalui perubahan warna (kolorimetri) maupun melalui sinar UV dan terbukti bahwa keduanya menghasilkan hasil yang konsisten. Dengan metode kolorimetri, warna kuning pada hasil akhir mengindikasikan hasil positif terinfeksi SARS-CoV-2. Sementara hasil negatif ditunjukkan dengan warna merah muda (Gambar 11). Perubahan warna tersebut dapat terjadi karena amplifikasi asam nukleat melepaskan pirofosfat dan ion hidrogen, yang dapat menurunkan pH larutan reaksi. Sehingga, indikator pH seperti fenol merah dapat digunakan, dengan hasil amplifikasi diindikasikan dengan warna kuning. Hasil tersebut juga konsisten dengan hasil pengujian melalui RT-PCR [2].
Sebagai validasi uji RT-LAMP untuk diagnosis COVID-19, dalam penelitian tersebut digunakan kit diagnosis yang terdiri dari tiga tabung yaitu primer O117, N15 dan β-aktin, dan dikirim ke rumah sakit untuk validasi klinis. Diperoleh hasil bahwa dengan teknik RT-PCR dan RT-LAMP mampu menghasilkan hasil akhir yang konsisten. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa RT-LAMP memiliki kemampuan yang baik dalam diagnosis COVID-19.
F. Perkembangan RT-LAMP di Indonesia
Saat ini, LIPI tengah mengembangkan kit diagnosis COVID-19 dengan teknik RT-LAMP melalui metode turbidimetri. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu peneliti di Pusat Penelitian Kimia LIPI, Tjandrawati Mozef, dalam webinar Talk to Scientists: Riset Kimia dan Fisika LIPI Antisipasi COVID-19 pada 4 Juni 2020 lalu. Sistem RT-LAMP yang didesain oleh LIPI menggunakan 2 gen target yaitu Orf1ab dan N serta 6 primer (FIP, BIP, F3, B3, LP dan LB). Sistem yang dikembangkan tersebut telah berhasil menentukan sampel positif dan negatif, namun masih diperlukan optimasi dan validasi serta penentuan limit deteksi. Prototipe yang akan dikembangkan berupa kit yang berisi master mix (terdiri dari enzim reverse transcriptase, Bst Polymerase, dNTP dan MgSO4), primer mix dan nuclease free water.
Mengingat jumlah kasus positif yang terus meningkat hingga saat ini, semoga progres ke depannya produk dari hasil penelitian ini dapat segera diproduksi secara massal. Sehingga harapannya agar dapat menjadi kontribusi nyata para peneliti Indonesia dalam penanganan pandemi ini.
Referensi:
[2] Huang, W. E. et al. RT-LAMP for rapid diagnosis of coronavirus SARS-CoV-2. Microb. Biotechnol. (2020) doi:10.1111/1751-7915.13586.
[3] https://www.fda.gov/consumers/consumer-updates/coronavirus-testing-basics
[5] https://www.iaea.org/newscenter/news/how-is-the-covid-19-virus-detected-using-real-time-rt-pcr
[6] https://www.clinisciences.com/en/buy/cat-conventional-pcr-3473.html
[7] https://www.labce.com/spg538192_reverse_transcriptase_polymerase_chain_reaction_rt.aspx
[9] Itou, T., Markotter, W. & Nel, L. H. Reverse Transcription-Loop-Mediated Isothermal Amplification System for the Detection of Rabies Virus. in Current Laboratory Techniques in Rabies Diagnosis, Research and Prevention (2014). doi:10.1016/B978-0-12-800014-4.00008-1.
[10] http://loopamp.eiken.co.jp/e/lamp/rt_principle.html
Tengah menempuh pendidikan S1 program studi Kimia di Institut Teknologi Bandung dan menjalani penelitian tugas akhir tentang katalis heterogen . Tertarik di bidang kepenulisan dan mendalami hal-hal baru. Apabila terdapat pertanyaan atau ingin menghubungi lebih lanjut, silahkan mengirim e-mail ke dyahirne@gmail.com.