Ketika memilih pemanis untuk konsumsi sehari-hari, banyak orang dihadapkan pada pertanyaan: mana yang lebih baik secara kesehatan, stevia atau gula pasir? Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun memahami dampaknya terhadap kesehatan dan juga kondisi ekonomi Anda dapat membantu Anda membuat keputusan yang tepat. Selain itu, penting sekali untuk melakukan konsultasi dengan dokter sebelum memasukkan stevia ke dalam pola makan Anda.
Untuk panduan kesehatan lebih lanjut, Anda bisa mengunjungi situs resmi Ikatan Dokter Indonesia di idiatambua.org yang menyediakan informasi terpercaya seputar kesehatan.
Apa Itu Stevia?
Stevia saat ini sedang naik daun dan cukup banyak dibahas oleh influencer seperti Raditya Dika, Dr. Tirta, dan lainnya di platform YouTube. Stevia sendiri adalah pemanis alami yang berasal dari daun tanaman Stevia rebaudiana. Pemanis tersebut telah digunakan secara tradisional di Amerika Selatan (khususnya Paraguay dan Brasil) selama berabad-abad dan kini populer di seluruh dunia sebagai alternatif rendah kalori untuk gula pasir. Penduduk asli suku Guarani yang tinggal di wilayah yang sekarang menjadi Paraguay dan Brasil telah menggunakan daun stevia selama berabad-abad sebagai pemanis alami untuk teh herbal, seperti yerba mate, dan untuk keperluan obat tradisional. Mereka menyebut tanaman ini “ka’a he’e,” yang berarti “daun manis,” dan menggunakannya untuk mengobati luka bakar, masalah perut, serta sebagai tonik.
Senyawa aktif dalam stevia, seperti steviosida dan rebaudiosida, memberikan rasa manis hingga 200-300 kali lebih kuat daripada gula biasa, tetapi tanpa kalori. Karena sifatnya yang tidak memengaruhi kadar gula darah, stevia sering direkomendasikan oleh dokter untuk penderita diabetes atau mereka yang ingin menjaga berat badan.
Manfaat Kesehatan dari Stevia
1. Tidak Mengandung Kalori dan Membantu Penurunan Berat Badan
Salah satu manfaat utama stevia adalah tidak mengandung kalori. Menggunakan stevia dapat membantu memaniskan makanan tanpa menambahkan gula atau kalori ekstra. Sebuah meta-analisis pada September 2015 di International Journal of Obesity menunjukkan bahwa pemanis buatan seperti stevia dapat membantu menurunkan berat badan jika digunakan sebagai pengganti gula. Hal ini masuk akal karena total kalori makanan akan berkurang dengan mengganti gula dengan alternatif rendah kalori.
2. Meningkatkan Kesehatan Mulut dan Gigi
Stevia juga dikaitkan dengan manfaat bagi kesehatan mulut. Penelitian pada Juli 2012 di International Journal of Advances in Pharmacy, Biology, and Chemistry menunjukkan bahwa bakteri Streptococcus mutans, yang menjadi penyebab utama kerusakan gigi, tidak dapat berkembang dengan kehadiran stevia.
3. Membantu Menstabilkan Gula Darah
Stevia dapat membantu mengatur kadar gula darah. Laporan Juni 2015 di Journal of Medicinal Plant and Herbal Therapy Research melibatkan 114 penderita diabetes dan menemukan bahwa stevia membantu memperbaiki gejala mereka. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, pasien yang menggunakan stevia memiliki tekanan darah dan kadar gula darah yang lebih rendah.
4. Mengandung Antioksidan untuk Mencegah Penyakit
Stevia memiliki efek antioksidan, seperti yang dilaporkan dalam artikel November 2012 di Experimental and Toxicologic Pathology. Kandungan senyawa fenolik dalam stevia memberikan efek perlindungan ini. Penelitian pada Mei 2014 di BMC Medicine menunjukkan bahwa asupan senyawa fenolik dapat mengurangi risiko penyakit jantung hingga 37 persen pada individu dengan risiko tinggi.
5. Berpotensi untuk Pencegahan Kanker
Senyawa dalam stevia yang disebut stevioside memiliki potensi melawan kanker. Penelitian pada April 2012 di Nutrition and Cancer menemukan bahwa stevioside dapat menyebabkan kematian sel kanker payudara, menjadikannya kandidat potensial dalam pencegahan kanker.
Mengapa Stevia Baru Populer Akhir-akhir ini?
Meskipun stevia memiliki sejarah panjang di Amerika Selatan dan telah digunakan kira-kira sejak 1500-an atau bahkan sebelumnya, beberapa faktor menjelaskan mengapa pemanis ini baru mendapatkan popularitas global dalam beberapa dekade terakhir:
- Penemuan dan Penelitian Modern
Di akhir abad 19, stevia diperkenalkan ke dunia ilmiah oleh seorang ahli botani Swiss, Moisés Santiago Bertoni, yang mendokumentasikan tanaman ini pada tahun 1899. Penelitian tentang komponen aktif stevia, seperti steviosida dan rebaudiosida, berkembang lebih lanjut pada pertengahan abad ke-20. - Regulasi Pangan dan Persetujuan Internasional
Popularitas global stevia melesat setelah disetujui sebagai pemanis oleh badan pengawas pangan di beberapa negara:- Jepang adalah negara pertama yang mengkomersialkan stevia pada tahun 1971, menggunakan ekstraknya dalam makanan dan minuman.
- Amerika Serikat baru menyetujui stevia sebagai pemanis pada 2008 setelah penelitian mendalam memastikan keamanannya dengan memberikannya label Generally Recognized As Safe (GRAS).
- Uni Eropa menyusul pada 2011, yang membuka jalan untuk pasar global.
- Tren Kesehatan Global
Dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya konsumsi gula berlebih, seperti obesitas dan diabetes, masyarakat mulai mencari alternatif pemanis yang lebih sehat. Stevia, dengan sifat bebas kalori dan tidak memengaruhi kadar gula darah, berpotensi untuk menjadi pilihan yang ideal. - Teknologi Ekstraksi Modern
Ekstraksi dan pemurnian stevia kini dapat menghasilkan rasa manis yang lebih halus, tanpa rasa pahit yang sering dikaitkan dengan daun stevia mentah. Teknologi tersebut membantu meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk berbasis stevia. - Pemasaran dan Produk Inovatif
Perusahaan global seperti Coca-Cola dan PepsiCo mulai menggunakan stevia dalam produk mereka, menjadikannya lebih mudah diakses oleh konsumen di seluruh dunia.
Gula Pasir Sang Pemanis Tradisional
Gula pasir, yang sebagian besar terdiri dari sukrosa, adalah pemanis yang umum digunakan dalam makanan dan minuman. Meski memberikan energi instan karena kandungan kalorinya, konsumsi gula berlebih telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes tipe 2, kerusakan gigi, dan penyakit jantung. Dalam pola makan modern, gula pasir sering menjadi kontributor utama asupan kalori berlebih, terutama dari makanan olahan dan minuman manis.
Perbandingan Kesehatan
- Indeks Glikemik: Gula pasir memiliki indeks glikemik tinggi yang dapat memicu lonjakan kadar gula darah. Sebaliknya, stevia memiliki indeks glikemik nol, sehingga aman untuk penderita diabetes.
- Kalori: Stevia bebas kalori, sedangkan gula pasir mengandung 16 kalori per sendok teh, yang dapat dengan cepat menambah asupan kalori harian.
- Efek pada Metabolisme: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gula pasir secara berlebihan dapat mengganggu metabolisme lemak dan meningkatkan risiko sindrom metabolik. Stevia, di sisi lain, justru memiliki potensi antioksidan yang dapat mendukung kesehatan secara keseluruhan.
Risiko dan Pertimbangan
Meskipun stevia dianggap aman dan alami, beberapa orang melaporkan efek samping seperti rasa pahit setelah mengkonsumsi stevia atau gangguan pencernaan. Di sisi lain, gula pasir, meskipun mudah diakses dan terasa akrab di lidah, memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih jelas jika dikonsumsi berlebihan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa stevia dapat memengaruhi mikrobiota usus, yaitu kumpulan bakteri yang hidup di saluran pencernaan dan berperan penting dalam kesehatan secara keseluruhan. Perubahan dalam komposisi mikrobiota usus dapat berdampak negatif pada metabolisme dan sistem kekebalan tubuh. Meskipun stevia tidak mengandung kalori dan tidak meningkatkan kadar gula darah, efeknya dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada mikrobiota usus.
Studi yang dipublikasikan tahun 2020 di jurnal Molecules terkait stevia berjudul “Anti-Quorum Sensing Activity of Stevia Extract, Stevioside, Rebaudioside A and Their Aglycon Steviol” menunjukkan bahwa stevia dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan usus. Tim peneliti mempelajari dua bentuk stevia: suplemen herbal stevia yang dikomersialkan dan ekstrak stevia yang dimurnikan. Mereka meneliti bagaimana kedua bentuk stevia ini memengaruhi komunikasi antar bakteri.
Usus memiliki jalur quorum sensing (QS), yaitu jalur yang memungkinkan molekul bakteri berkomunikasi satu sama lain, yang penting untuk regulasi mikrobiota usus. Tim peneliti menemukan bahwa suplemen herbal stevia memiliki “efek penghambatan pada komunikasi bakteri.” Sementara itu, ekstrak stevia yang dimurnikan menunjukkan “interaksi molekuler dan kemungkinan gangguan pada beberapa bentuk komunikasi bakteri.”
Meskipun studi ini menunjukkan bahwa stevia dapat berkontribusi pada ketidakseimbangan mikrobiota usus, tidak ada bukti bahwa salah satu bentuk stevia membunuh bakteri di usus.
Dilansir dari medicalnewstoday.com, Peneliti utama, Dr. Karina Golberg, yang merupakan bagian dari Departemen Rekayasa Bioteknologi Avram dan Stella Goldstein-Goren di BGU, memberikan komentar tentang temuan tersebut:
“Ini adalah studi awal yang menunjukkan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut sebelum industri makanan menggantikan gula dan pemanis buatan dengan stevia dan ekstraknya.”
Selain itu, orang yang menggunakan obat untuk diabetes atau mengontrol tekanan darah harus berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan stevia. Kemungkinan penggunaan stevia bersamaan dengan obat-obatan ini dapat menyebabkan hipotensi (tekanan darah rendah) atau hipoglikemia (gula darah rendah), karena stevia dapat menurunkan tekanan darah dan gula darah secara signifikan, menurut penelitian Mei 2020 di International Journal of Clinical Research Trials.
Tinjauan Ekonomi Stevia vs Gula Pasir
Secara ekonomi, gula pasir tetap menjadi pemanis utama karena harganya yang lebih murah dan produksinya yang masif. Sebagai salah satu produk agribisnis terbesar di dunia, gula pasir diproduksi secara luas di negara-negara seperti Brasil, India, Thailand, bahkan Indonesia dengan infrastruktur distribusi yang mapan. Harga yang terjangkau dan ketersediaan melimpah membuatnya mudah diakses oleh berbagai lapisan masyarakat, meskipun tantangan seperti pajak gula mulai mengurangi daya tariknya, terutama di negara-negara maju yang semakin peduli pada kesehatan.
Di sisi lain, stevia, meskipun lebih mahal dengan harga di atas 50.000 per 10 ml kemasan, menawarkan peluang ekonomi yang menarik di pasar premium. Permintaannya tumbuh pesat seiring meningkatnya kesadaran akan dampak kesehatan dari gula. Produksi stevia masih terkonsentrasi di wilayah tertentu seperti Paraguay dan Tiongkok, dengan biaya produksi tinggi karena proses ekstraksi yang kompleks. Namun, inovasi teknologi dapat menurunkan biaya dan memperluas jangkauannya di masa depan. Dengan preferensi konsumen yang beralih ke produk rendah kalori, stevia memiliki potensi untuk menjadi alternatif pemanis alami yang kuat, terutama di kalangan konsumen yang sadar kesehatan.
Mana yang Sebaiknya Anda Pilih?
Pilihan antara stevia dan gula pasir tergantung pada kebutuhan dan tujuan kesehatan Anda. Jika Anda mencari pemanis tanpa kalori dan ramah bagi kadar gula darah, stevia adalah opsi yang lebih baik namun memiliki harga yang jauh lebih mahal. Namun, penting untuk menggunakan stevia dengan bijak agar tidak terjadi hipotensi (tekanan darah rendah) atau hipoglikemia (gula darah rendah), seperti halnya semua bahan makanan sehat lainnya yang juga tidak boleh berlebihan dalam mengkonsuimsinya. Selain itu, penting sekali untuk melakukan konsultasi dengan dokter sebelum memasukkan stevia atau pemanis lain ke dalam pola makan Anda. Sementara itu, membatasi konsumsi gula pasir tetap menjadi langkah penting untuk kesehatan jangka panjang.
Referensi
Adesh, A. B., Gopalakrishna, B., Kusum, S. A., & Tiwari, O. P. (2012). An overview on stevia: a natural calorie free sweetener. International Journal Of advances in Pharmacy, Biology and Chemistry, 1(3), 362-368.
Markus, V., Share, O., Teralı, K., Ozer, N., Marks, R. S., Kushmaro, A., & Golberg, K. (2020). Anti-quorum sensing activity of stevia extract, Stevioside, Rebaudioside a and their Aglycon Steviol. Molecules, 25(22), 5480.
Pallarés, Á., Carrasco, G., Nava, Y., Pallarés, O., Pérez Pérez, I. I., Rifà Ros, R., & Rodríguez Monforte, M. (2015). Effectiveness and safety of Stevia rebaudiana dried leaves as an adjuvant in the short-term treatment of type 2 diabetes: A randomized, controlled, cross-over and double-blinded trial. Journal of medicinal plant and herbal Therapy Research, 2015, vol. 3, p. 16-26.
Paul, S., Sengupta, S., Bandyopadhyay, T. K., & Bhattacharyya, A. (2012). Stevioside induced ROS-mediated apoptosis through mitochondrial pathway in human breast cancer cell line MCF-7. Nutrition and cancer, 64(7), 1087-1094.
Ray, J., Kumar, S., Laor, D., Shereen, N., Nwamaghinna, F., Thomson, A., … & McFarlane, S. I. (2020). Effects of Stevia rebaudiana on glucose homeostasis, blood pressure and inflammation: a critical review of past and current research evidence. International journal of clinical research & trials, 5.
Rogers, P. J., Hogenkamp, P. S., de Graaf, C., Higgs, S., Lluch, A., Ness, A. R., … & Mela, D. J. (2016). Does low-energy sweetener consumption affect energy intake and body weight? A systematic review, including meta-analyses, of the evidence from human and animal studies. International Journal of Obesity, 40(3), 381-394.
Shukla, S., Mehta, A., Mehta, P., & Bajpai, V. K. (2012). Antioxidant ability and total phenolic content of aqueous leaf extract of Stevia rebaudiana Bert. Experimental and Toxicologic Pathology, 64(7-8), 807-811.
Tresserra-Rimbau, A., Rimm, E. B., Medina-Remón, A., Martínez-González, M. A., López-Sabater, M. C., Covas, M. I., … & Lamuela-Raventós, R. M. (2014). Polyphenol intake and mortality risk: a re-analysis of the PREDIMED trial. BMC medicine, 12, 1-11.