Terkadang, beberapa penyakit butuh perlakuan khusus, gagal ginjal misalnya. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2018), penyakit gagal ginjal di indonesia meningkat 1,8 persen pada tahun 2018[4]. Cara paling efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan transplantasi organ. Namun, transplantasi organ tidak semudah yang kita pikirkan, karena ada prosedur-prosedur lain yang perlu diperhatikan. Dan tidak mudah untuk mendapatkan pendonor yang ingin secara sukarela mendonorkan ginjalnya.
Solusi terkait transplantasi organ telah diteliti oleh beberapa pihak. Satu penemuan penting terkait hal ini adalah 3D bioprinting. Teknologi ini telah berhasil membuat versi awal dari pembuluh darah, tulang, dan jaringan hidup lain dengan memanfaatkan bioink. Bioink adalah suatu zat yang terdiri dari sel-sel manusia yang hidup dan jaringan lain yang bertujuan untuk meniru lingkungan alami dimana organ dapat tumbuh dengan baik[1].
Saat ini, teknologi tersebut sedang dikembangkan oleh para peneliti di International Space Station (ISS)[2]. Kenapa harus di luar angkasa? Ternyata, salah satu alasannya adalah karena gravitasi. Para peneliti ISS berpendapat bahwa gravitasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dari organ. Hal ini dikarenakan gravitasi dapat menarik secara terus-menerus pada struktur halus organ saat mereka tumbuh. Hal ini menyebabkan para peneliti harus menambahkan alat baru untuk mempertahankan posisi organ, sehingga menyebabkan organ tumbuh namun fungsinya tidak bekerja secara optimal. Dan hal tersebut tidak berlaku di luar angkasa, organ tetap dapat mempertahankan posisinya secara alami pada keadaan gaya gravitasi yang minimum[3].
Proses pencetakan organ
Boling, wakil presiden perusahaan Techshot, mengatakan bahwa proses pencetakan organ sama seperti membuat pancake atau kalau di Indonesia mirip seperti kue serabi. Awak ruang angkasa pertama-tama menciptakan campuran “kue serabi” bioink khusus dengan sel yang dikirim dari Bumi, yang mereka muat dengan alat seperti jarum suntik ke dalam BFF (BioFabrication Facility)[5].
Para peneliti kemudian memasukkan “kaset” ke dalam BFF yang berisi bioreactor, sistem yang meniru fungsi tubuh normal yang penting untuk menumbuhkan jaringan yang sehat, seperti menyediakan nutrisi dan membuang limbah[5].
Sekitar 200 mil di bawah stasiun ISS, di Greenville Indiana insinyur Techshot terhubung dengan astronot ISS di jalur digital yang diaktifkan oleh NASA. Linkup memungkinkan Techshot untuk memberi perintah jarak jauh fungsi BFF seperti tekanan pompa, temperatur internal, pencahayaan, dan kecepatan cetak[5].
Selanjutnya, proses pencetakan yang sebenarnya terjadi dalam bioreaktor dan dapat berlangsung kapan saja hingga berjam-jam, tergantung pada kompleksitas bentuknya. Pada langkah produksi terakhir, ADVanced Space Experiment Processor (ADSEP) yang mengkulturkan sel “memasak” kue serabi teoretis. Pada dasarnya, ADSEP menguatkan jaringan yang dicetak untuk perjalanannya kembali ke bumi. Langkah ini memakan waktu antara 12 hingga 45 hari untuk berbagai jenis jaringan. Ketika selesai dan dikeraskan, struktur itu diantar kembali ke bumi[5].
Perkembangan Penelitian
Beberapa pihak saling berlomba untuk mengembangkan teknologi ini. Salah satunya yang terkenal adalah kerjasama antara 3D BioFabrication Facility (BFF) dan Techshot di Greenville, Indiana[5].
Proyek yang dijalankan techshot dimulai pada maret 2019 dan bertujuan untuk meneliti pertumbuhan jaringan jantung buatan untuk dikirim kembali ke bumi. Techshot menargetkan bahwa produknya akan mulai diproduksi pada tahun 2025, dan saat ini masih dalam tahap penelitian[5].
Namun jauh sebelum Techshot, badan bioteknologi asal rusia telah berhasil merakit kelenjar tiroid dan melakukan transplantasi kelenjar tersebut pada seekor tikus. Perkembangan ini tentu memberikan harapan baru untuk penderita[3].
Apakah kita harus senang?
Jika melihat perkataan Techshot, tidak salah jika kita harus senang. Namun Niki Vermeulen, dosen ilmu sains dan inovasi Universitas Edinburgh, mengatakan kepada para ilmuwan agar tidak memberi harapan berlebih kepada para penderita. Jika berhasil memang bagus, namun jika gagal, maka akan banyak pihak yang tersakiti[3].
Selain itu, Eugene Boland, kepala peneliti proyek ini, juga memberikan peringatan terkait penelitian ini. Faktanya, kemungkinan mutasi genetik pasti akan terjadi. Sehingga para peneliti harus melakukan penelitian lebih untuk mengurangi peluang terjadinya hal tersebut[2].
Sumber :
[1] Australian Academy of Science. 2016. Printing the Future: 3D Bioprinters and Their Uses. Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 di : https://www.science.org.au/curious/people-medicine/bioprinting
[2] ISS National Laboratory. 2019. The First American Space-based Bioprinter is Launching Soon. Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 di : https://www.issnationallab.org/blog/the-first-american-space-based-bioprinter-is-launching-soon/
[3] Glick, Molly. 2020. Space might be the perfect place to grow human organs. Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 di : https://www.popsci.com/story/health/3d-organs-space/
[4] Novita, Mila. 2019. Ini Penyebab Pasien Penyakit Ginjal di Indonesia Meningkat. Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 di : https://gaya.tempo.co/read/1184925/ini-penyebab-pasien-penyakit-ginjal-di-indonesia-meningkat/full&view=ok
[5] Techshot. 2019. 3D Biofabrication Facility. Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 di : https://techshot.com/bioprinter/