Sunscreen Pelindung bagi Tubuh Kita, tetapi Bukan Pelindung bagi Lautan

Penggunaan sunscreen merupakan langkah terpenting dalam melindungi kulit dari bahaya paparan sinar UV. Paparan dari sinar UV dapat menyebabkan kerusakan kulit serius. Namun terdapat sisi gelap yang tidak disadari dari penggunaan sunscreen, yaitu kandungan bahan kimia yang berbahaya bagi ekosistem laut.

Ditulis bersama Meidita Kemala Sari

Penggunaan sunscreen merupakan langkah terpenting dalam melindungi kulit dari bahaya paparan sinar UV. Paparan dari sinar UV dapat menyebabkan kerusakan kulit serius. Namun terdapat sisi gelap yang tidak disadari dari penggunaan sunscreen, yaitu kandungan bahan kimia yang berbahaya bagi ekosistem laut.

Bahan kimia yang dimaksud adalah UV filter yang ada pada sunscreen.  Senyawa pada UV filter dapat masuk dalam lautan melalui kegiatan wisata bahari dan limbah perairan. Bahan kimia tersebut merusak terumbu karang, yang merupakan habitat penting bagi banyak spesies laut. Selain itu juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan biota laut serta mengancam keberlanjutan ekosistem laut yang rapuh.

Bayangkan, setiap kali kita menggunakan sunscreen, kita juga berpotensi merusak ekosistem laut yang menakjubkan ini.

Perlunya edukasi dampak sunscreen bagi wisatawan bahari di Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar telah lama dikenal dengan keindahan destinasi wisata bahari. Keberadaan wisata bahari di suatu daerah tentunya dapat mendorong tumbuhnya ekonomi lokal dan penyerapan tenaga kerja, namun juga terjadi perubahan terhadap kualitas lingkungan sekitarnya. Perubahan kualitas lingkungan yang terjadi yaitu semakin bersih dan asri atau semakin menurun. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya kesadaran terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan. 

Kesadaran terhadap lingkungan telah diterapkan di negara Hawaii. Tahun 2018, pemerintah Hawaii mengeluarkan UU yang melarang penjualan sunscreen dengan kandungan oxybenzone dan octinoxate. Keduanya terbukti memiliki dampak berbahaya terhadap ekosistem terumbu karang. Adanya pencemaran dari UV filter di lautan meningkatkan kerentanan ekosistem yang sudah terancam akibat pemutihan, perubahan iklim, dan polusi. Hampir di seluruh pantai di pulau Hawaii ditemukan cemaran oxybenzone dan sisa UV filter lainnya pada terumbu karang dan biota laut sekitarnya. Oleh karena itu, secara resmi Hawaii melarang kedua bahan kimia pada sunscreen tersebut mulai 1 januari 2021.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas pariwisata bahari berpengaruh terhadap konsentrasi kandungan sunscreen yang tercemar di laut secara temporal dan spasial. Dilaporkan senyawa sisa UV filter terdeteksi di perairan yang ramai dikunjungi wisatawan seperti Pantai Oahu-Hawaii, Pulau Okinawa, Pulau Majorca, Kepulauan Virgin, Laut Baltik Selatan dan Laut Mediterania.

Berkaca dari kasus sunscreen ini. Pemerintah dan masyarakat Indonesia diharapkan untuk mulai memiliki kesadaran terhadap kesehatan lingkungan, terutama ekosistem laut. Kajian mengenai korelasi kegiatan pariwisata dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan sangat berpengaruh. Jika lingkungan alam suatu destinasi wisata bahari itu rusak, maka kegiatan pariwisata tidak dapat berjalan dengan baik.

Pengertian sunscreen dan jenisnya

Senyawa organik pada permukaan kulit akan mengalami reaksi akibat paparan radiasi matahari atau dikenal sebagai sinar ultraviolet (UV). Tubuh secara alami menghasilkan melanin, yang akan melindungi kulit dari sinar UV. Diketahui paparan radiasi matahari terdiri dari UV A dan UV B. Terlalu banyak dan lama terpapar sinar UV, dapat menyebabkan hiperpigmentasi hingga kanker kulit. Akibatnya, kulit membutuhkan pelindung berupa sunscreen atau tabir surya. Sunscreen dapat dimisalkan sebagai lapisan pelindung dipermukaan kulit. Sinar UV yang mengenai lapisan pelindung tersebut akan mengalami proses fotolisis, yaitu reaksi penguraian senyawa oleh energi cahaya. 

Komponen utama dalam sunscreen adalah UV filter yang merupakan bahan aktif pada sunscreen yang dapat menghalangi sinar UV. Beberapa produk sunscreen mengandung gabungan beberapa bahan UV filter atau dikenal sebagai broad spectrum. Selain itu juga, memiliki indikator seberapa baik sunscreen dalam melindungi kulit dari sinar UV yang dikenal sebagai sun protection factor (SPF). Nilai SPF yang tinggi menunjukkan sunscreen mampu melindungi kulit dari paparan sinar UV lebih lama. 

Berdasarkan jenis bahan aktif UV filter, sunscreen terbagi menjadi organik dan fisik. Sunscreen organik memiliki bahan aktif yang berbasis karbon seperti PABA, benzophenone, oxybenzone, dan octocrylene. Dimana bahan aktif berbasis karbon menyerap radiasi sinar UV dan mengubahnya menjadi energi panas. Sedangkan sunscreen fisik mengandung bahan aktif dari mineral oksida seperti titanium dioksida dan zinc oksida. Mineral oksida membentuk lapisan pelindung diatas kulit dan memantulkan sinar UV. Saat ini sunscreen fisik mengandung mineral oksida yang berukuran nano, seperti nano-TiO2 dan nano-ZnO. Penggunaan mineral oksida dalam ukuran nano (<100 nm) pada sunscreen menghasilkan penyerapan dan pemantulan radiasi yang lebih maksimal. 

Bagaimana sunscreen mencemari ekosistem laut?

Cuaca yang saat ini terasa semakin panas, tidak menurunkan antusias wisatawan untuk berkunjung ke pantai atau laut. Diketahui bahwa sinar matahari yang berlebihan dapat merusak jaringan kulit dan memberikan efek “terbakar”. Pelindung kulit yang paling efektif adalah menggunakan sunscreen. Berbagai produk sunscreen beredar dengan luas dipasaran, bahkan saat ini sudah beredar sunscreen khusus anak-anak. Namun, ternyata kandungan UV filternya sangat berbahaya bagi biota laut. 

Sisa UV filter pada sunscreen dapat larut dalam perairan laut secara langsung dan tidak langsung. Wisata bahari seperti diving, snorkeling, atau bermain ombak di pantai sangat memungkinkan adanya pencemaran kandungan sunscreen ke ekosistem perairan laut. Transfer tidak langsung UV filter ke ekosistem laut disebabkan oleh sistem air limbah. Mandi dan mencuci pakaian merupakan tindakan yang memungkinkan residu sunscreen berakhir di perairan, yang nantinya akan terdapat di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), jika tersedia. Selama proses ini, polutan tidak dapat dihilangkan secara efisien, sehingga limbah sisa UV filter berpindah ke ekosistem laut. Selain itu, di wilayah yang tidak tersedia IPAL, seperti di negara kepulauan, UV filter dan sisa produk kosmetik lainnya dipindahkan ke lingkungan laut melalui sistem pembuangan limbah.

Sunscreen seperti apa yang merusak ekosistem laut?

Ternyata, sunscreen yang beredar di pasaran saat ini dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut.

Berdasarkan penelitian, sisa UV filter yang masuk ke dalam ekosistem laut biasanya mengandung oxybenzone, octocrylene, nano-TiO2 dan nano-ZnO. UV filter organik dan fisik diketahui memiliki sifat fotostabilitas yang baik. Namun, saat senyawa tersebut masuk dalam perairan efeknya akan berkurang dan justru akan membentuk produk sampingan yang berbahaya. 

Sisa UV filter organik terurai akibat paparan sinar matahari di permukaan laut dan kedalaman laut dangkal, menjadi potongan karbon sederhana dan spesi organik reaktif. Potongan karbon sederhana ini dapat mengendap dalam jaringan tubuh biota laut. Sedangkan, spesi organik reaktif (ROS) bersifat racun, sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan dan organ biota laut. Kemudian, sisa UV filter fisik dapat membentuk agregat logam Ti/Zn. Agregat ini terbentuk dari kumpulan nano-Ti dan Zn menjadi ukuran yang lebih besar. Akibatnya tidak dapat terurai dan bersifat reaktif dan merusak terhadap jaringan dan organ biota laut.

Dampak pencemaran sisa UV filter terhadap biota laut dapat terjadi melalui beberapa jenis paparan, yaitu paparan air, paparan sedimen, dan paparan trofik (rantai makanan). Semua jenis paparan tersebut dapat berkombinasi dalam satu ekosistem dan mengenai biota laut yang hidup di dalamnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, diketahui UV filter pada sunscreen yang tercemar ke lingkungan laut memberikan dampak yang sangat luas.

Mungkinkah ini saatnya untuk beralih ke sunscreen alami?

Sunscreen yang dikonsumsi dan beredar di pasaran saat ini masih banyak yang terbuat dari bahan sintetik. Padahal, terdapat beberapa bahan alam yang dapat digunakan sebagai sunscreen alami dan diyakini minim efek negatif. 

Bahan alam yang dimaksud berasal dari phytosomes, niosomes dan liposomes. Ketiganya merupakan lapisan lemak (lipofilik dan phospholipid) pada sel tumbuhan. Berbagai tanaman herbal di Indonesia telah diteliti sebagai tabir surya alami. Yang mana ekstrak dari tanaman diubah menjadi emulsi dan nanoemulsi agar mudah diaplikasikan pada kulit. Semakin banyak ekstrak tanaman yang diperoleh, maka nilai SPF yang dihasilkan semakin tinggi pula. Selain itu, kandungan antioksidan alam seperti alpha carotene, ascorbic acid, flavonoid, tannin, dan curcumin dapat mengurangi dan mencegah terbentuknya ROS dari fotolisis organik UV filter. Penggunaan surfaktan non-ionic seperti aloe vera dan propolis juga dapat bertindak sebagai UV filter alami. 

Penelitian dan pengujian sunscreen alami masih harus dilakukan lebih dalam. Kesadaran akan kesehatan kulit manusia dan lingkungan, memunculkan keinginan para ahli untuk menghasilkan sunscreen yang memiliki karakteristik seperti;

  1. Aman di segala kondisi kulit
  2. Teruji dan efektif dalam menjaga kulit dari bahaya sinar UV
  3. Beresiko rendah terhadap ekosistem perairan dan laut
  4. Mudah didapat dan terjangkau

Produk sunscreen yang ideal bisa tercapai dengan adanya kolaborasi antar bidang yang berkaitan.

Tentunya, kita tidak bisa hanya melihat dari satu aspek saja karena manusia dan alam merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 

Lalu, bagaimana cara melindungi kulit sekaligus laut?

Jika sunscreen sintetik masih dianggap sangat penting dan efektif, maka gunakan secara bijak dan tepat guna. Penggunaan sunscreen dapat dikurangi dengan; menghindari jam terik matahari yaitu 10 pagi – 2 siang dan menggunakan alat pelindung seperti payung, kacamata hitam, dan topi. Selain itu, dapat menggunakan pakaian panjang dan tertutup dengan teknologi UV protection atau UPF sunwear. 

Sebagai tambahan, perlunya dilakukan kampanye lingkungan mengenai dampak sunscreen. Kampanye ini telah dilakukan para penggiat pariwisata diving di Pulau Bali dengan melakukan himbauan penggunaan reef safe sunscreen. Reef safe sunscreen merupakan produk tabir surya dengan bahan aktif dari alam yang ramah terhadap terumbu karang. Hal ini merupakan contoh kegiatan yang sangat baik, mengingat Pulau Bali merupakan salah satu pusat destinasi wisata bahari Indonesia.

Jadi, upaya apa yang telah kamu lakukan untuk melindungi kulit dan laut?

Referensi:

Anggraeni, S., R., Sari, Q., W., Utami, S., T., dan Putriana, N., A., 2022, Pengetahuan dan Kesadaran Pentingnya Produk Eco-Friendly Skincare Bagi Ekosistem Perairan Indonesia, Majalah Farmasetika, 7 (1): 65-72.

Bhattacharjee, D., Preethi, S., Patil, A.B., and Jain, V., 2020, A Comparison of Natural and Synthetic Sunscreen Agents: A Review, International Journal of Pharmaceutical Research, 13(1), 3439-3505. 

Chatzigianni, M., Pavlou, P., Siamidi, A., Vlachou, M., Varvares, A., and Papageorgiou, S., 2022, Environmental impacts dua to the use of sunscreen products: a mini-review, Ecotoxicology, 31, 1331-1345.

Fachry, M.E., 2021, Parawisata Bahari mendukung Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir di Sulawesi Selatan, Torani: JFMarSci, 5(1), 16-28. 

Fimela.com., 2023, Perbedaan antara UV Filter dan SPF terhadap Paparan Sinar Matahari. Diakses pada 02/06/2024, melalui: https://www.fimela.com/beauty/read/5428916/pahami-perbedaan-antara-uv-filter-dan-spf-terhadap-paparan-sinar-matahari?page=3 

Iqbal, D., 2022, Penggunaan Sunscreen Sebabkan Terumbu Karang Rusak?. Diakses pada 27/05/2024, melalui: https://www.mongabay.co.id/2022/05/28/penggunaan-sunscreen-sebabkan-terumbu-karang-rusak/ .

Levine, A., 2020, Sunscreen use and awareness of chemical toxicity among beach goers in Hawaii prior to a ban on the sale of sunscreen containing ingredients found to be toxic to coral reef ecosystems, Marine Policy, 117, 1-7. 

Ma, Y., and Yoo, J., 2021, History of Sunscreen: An updated view, J. Cosmet. Dermatol., 20, 1044-1049. 

Monifa, A., 2020, Urgensi Larangan Kosmetik Terhadap Lingkungan Laut Pada Wisata Bahari, Administrative and Environmental Law Review, 1 (1): 1-12.

National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine. 2022. Review of Fate, Exposure, and Effects of Sunscreens in Aquatic Environments and Implications for Sunscreen Usage and Human Health. Washington, DC: The National Academies Press. https://doi.org/10.17226/26381 .

Neksidin, F, A., dan Krisanti, M., 2021, Keberlanjutan Pengelolaan Wisata Bahari di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Vol 26 (2): 284-291.

Permana, A., Damayanti, T.A., dan Yuniarsih, N., 2022, Potensi Tanaman Herbal Indonesia sebagai Anti SPF (Sun Protection Factor), Jurnal Health Sains, 3(6), 812-818. 

Sirois, J., 2019,  Examine all available evidence before making decisions on sunscreen ingredient bans, Science of the Total Environment, 674: 211-212.

Vuckovic, D., Tinoco, A.I., Ling, L., Renicke, C., Pringle, J.R., and Mitch, W.A., 2022, Conversion of Oxybenzone sunscreen to phototoxic glucoside conjugates by sea anemones and corals, Science, 376, 644-648.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top