Bagaimana Limbah Seafood bisa Mengurangi Limbah Plastik?

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan laut berlimpah. Berbagai olahan seafood yang nikmat berasal dari hasil laut berupa […]

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan laut berlimpah. Berbagai olahan seafood yang nikmat berasal dari hasil laut berupa hewan krustasea (kepiting, udang, kerang, rajungan). Sekitar 40 – 50% dari berat totalnya akan terbuang sebagai limbah. Limbah ini mudah mengalami pembusukan, sehingga dapat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Cangkang krustasea mengandung suatu komponen potensial yaitu kitin yang berguna dalam berbagai bidang industri. Diperkirakan limbah kulit krustasea dunia mencapai sekitar 1,5 juta ton (kering) atau setara dengan 200 ribu ton kitin.[1]

Selain itu, penggunaan kantong plastik masih sulit untuk dihindari. Sampah plastik yang kian menumpuk menjadi ancaman terhadap lingkungan, karena plastik merupakan material yang sulit terurai oleh organisme. Untuk bisa lebur dan terurai dalam tanah, sampah plastik butuh waktu ratusan tahun. Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sampah plastik Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton diantaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sumber yang sama menyebutkan, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.[2]

Oleh karena itu, beberapa ilmuwan berusaha untuk mengatasi dua permasalahan pencemaran lingkungan tersebut. Dalam berbagai sumber, cangkang keras krustasea mengandung kitin. Senyawa turunan kitin yaitu kitosan memberikan banyak sifat plastik yang baik dan hanya membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk terurai. Pengembangan plastik yang bersifat biodegradable menjadi suatu alternatif untuk pengemasan bahan makanan. Dengan ini plastik bisa terurai oleh keadaan lingkungan dalam waktu singkat karena adanya pengaruh kelembaban dan mikroorganisme.

Kitin dan Kitosan

Struktur kitin dan kitosan
Struktur kitin dan kitosan, Sumber: mdpi.com

Kitin merupakan polimer golongan polisakarida yang paling banyak setelah selulosa. Umumnya kitin terdapat pada cangkang krustasea. Tidak hanya krustasea, tetapi juga dinding sel jamur dari genus Mucor, Phycomycetes, dan Saccharomyces juga terdapat kitin. Cangkang krustasea harus melalui proses deproteinasi dan demineralisasi untuk memperoleh senyawa kitin murni. Demineralisasi kalsium karbonat dengan menggunakan larutan encer asam anorganik atau asam organik, sedangkan deproteinasi menggunakan larutan basa. Kemudian melalui proses deasetilasi dari kitin akan menghasilkan kitosan [3]

Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa natrium hidroksida atau proses enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase. Senyawa ini merupakan polimer alami yang bersifat biodegradable dan tidak beracun yang berasal dari limbah krustasea. Kitosan berperan sebagai penguat karakter polimer plastik. [4]

Bioplastik (Biodegradable plastic)

Bioplastik merupakan plastik yang terbuat dari bahan alam yang bersifat biodegradable, yaitu kemasan yang mampu terurai secara alami oleh mikroba dalam tanah dan hanya menghasilkan senyawa berupa karbondioksida, air, gas metana serta cell biomass. Umumnya komponen utama dari pembuatan bioplastik adalah pati. Hal ini karena pati tersedia dalam jumlah banyak dan mudah terurai oleh lingkungan. Sedangkan kitosan bermanfaat untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif antara serat dan matriks pati. Untuk menambah karakteristik plastik, maka perlu penambahan zat pemlastis atau plastisizer. [4]

Pembuatan bioplastik sederhana terdiri dari dua tahap, pertama melarutkan kitosan ke dalam larutan asam asetat 2% dengan menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam, kemudian menyaring larutan kitosan. Tahap kedua, melarutkan pati menggunakan air. Campurkan larutan kitosan yang telah jadi dengan larutan pati, lalu penambahan plasticizer ke dalam campuran dua larutan tersebut. Panaskan campuran hingga suhu 70°C. Kemudian plastik tersebut dicetak di atas cetakan yang berbahan dasar polietilen, lalu dikeringkan pada suhu ruang selama 24 jam [4].

Negara Indonesia sendiri sudah ada beberapa Industri yang mulai memproduksi bioplastic contohnya Avani Eco yang membuat bioplastik berbahan pati singkong.

I am not plastic, bioplastik karya anak bangsa
I am not plastic, bioplastik karya anak bangsa. Sumber: Avani Eco

Nyatanya, penggunaan bioplastik masih kurang populer bagi masyarakat Indonesia karena harganya yang relatif mahal. Selain itu, masalah ketahanan bioplastik yang lebih rapuh daripada plastik sintetis juga menjadi penyebabnya. Tentunya pemanfaatan limbah krustasea dan pati menjadi bioplastik masih memerlukan penelitian dan pengembangan. Para ilmuwan mengharapkan dengan hadirnya bioplastik ini dapat menjadi alternatif pengganti plastik sintetis yang aman, mudah terurai, dan sebagai solusi untuk mengoptimalisasi pemanfataan limbah.

Sumber:

[1]. KKP News. 2015. Limbah Kitin yang Bernilai Tambah. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2020 di : https://news.kkp.go.id/index.php/limbah-kitin-yang-bernilai-tambah/

[2]. Kompas.com. 2018. Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua di Dunia. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2020 di : https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/19/21151811/indonesia-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-kedua-di-dunia

[3]. Younes, and Marguerite Rinaudo. 2015. Chitin and Chitosan Preparation from Marine Sources. Structure, Properties and Applications. Marine Drugs. 13, 1133-117

[4]. Hidayat, Fadlan dkk. 2020. Pemanfaatan pati tapioka dan kitosan dalam pembuatan plastik biodegradable dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer. Jurnal Litbang Industri.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top