Risiko Kesehatan dari Bedak Tabur Bayi

Sebuah studi yang dari Journal of Radiation Research and Applied Sciences (2023) memberikan wawasan mendalam mengenai konsentrasi radioaktivitas dan toksisitas logam berat pada beberapa merek bedak bayi di Malaysia, termasuk Pureen, Johnson’s, Carrie Junior, dan Zwitsal.

bedak tabur

Penggunaan bedak tabur bayi berbasis talc telah lama menjadi praktik umum dalam perawatan bayi, khususnya untuk menjaga kulit tetap kering dan mencegah ruam popok. Namun, penelitian baru-baru ini menyoroti potensi risiko kesehatan akibat keberadaan logam berat beracun dan material radioaktif alami (Naturally Occurring Radioactive Materials atau NORMs) dalam produk ini. Sebuah studi yang dari Journal of Radiation Research and Applied Sciences (2023) memberikan wawasan mendalam mengenai konsentrasi radioaktivitas dan toksisitas logam berat pada beberapa merek bedak bayi di Malaysia, termasuk Pureen, Johnson’s, Carrie Junior, dan Zwitsal.

Kandungan Radioaktif pada Bedak Bayi

Penelitian oleh Almegren, et al. mengevaluasi konsentrasi radionuklida primordial seperti Uranium-238 (226Ra), Thorium-232 (228Ra), dan Potassium-40 (40K) menggunakan spektrometri sinar gamma High Purity Germanium (HPGe). Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi aktivitas dari radionuklida ini bervariasi, dengan angka tertinggi pada radionuklida Potassium-40. Meskipun demikian, tingkat dosis radiasi yang diserap (Absorbed Dose Rate, ADR) tetap berada di bawah batas yang ditetapkan oleh Komite Ilmiah PBB tentang Efek Radiasi Atom (UNSCEAR), yaitu 59 nGy/jam. Nilai rata-rata ADR dari bedak bayi yang diuji adalah 0,518 pGy/jam, menunjukkan paparan radiasi yang relatif rendah.

Walaupun konsentrasi radionuklida ini tidak melebihi batas aman global, akumulasi jangka panjang paparan radiasi, khususnya pada bayi dengan sistem kekebalan yang masih berkembang, dapat memicu risiko kesehatan. Paparan kronis bahkan pada tingkat rendah dapat meningkatkan kemungkinan mutasi genetik dan kanker dalam jangka panjang.

Kandungan Logam Berat Beracun

Logam berat seperti Nikel (Ni), Arsenik (As), Timbal (Pb), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), dan Cobalt (Co) ditemukan dalam produk yang diuji menggunakan Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS). Sebagian besar elemen ini berada dalam batas aman yang ditetapkan oleh badan pengawas internasional seperti Food and Drug Administration (FDA) AS, National Pharmaceuticals Regulatory Agency (NPRA) Malaysia, dan ASEAN Cosmetic Scientific Body (ACSB). Namun, konsentrasi Nikel melebihi batas aman FDA sebesar 0,6 ppm, dengan nilai rata-rata mencapai 2,6 ppm.

  • Nikel (Ni): Elemen ini memiliki efek toksik yang signifikan, seperti menyebabkan dermatitis kontak dan alergi kulit. Paparan kronis dapat menyebabkan gangguan sistem kekebalan dan kerusakan jaringan.
  • Arsenik (As): Meskipun ditemukan dalam konsentrasi aman, arsenik terkenal sebagai karsinogen kuat yang dapat menyebabkan kanker kulit, paru-paru, dan saluran pencernaan.
  • Timbal (Pb): Berada dalam konsentrasi di bawah batas aman, tetapi paparan kecilnya dapat menyebabkan gangguan neurologis, terutama pada anak-anak.

Baca juga: Bagaimana Logam Berat Memengaruhi Reproduksi Ikan?

Implikasi Kesehatan

Studi ini menyoroti bahwa logam berat dan radioaktivitas alami pada bedak bayi dapat menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang. Kombinasi paparan melalui kulit dan inhalasi meningkatkan potensi toksisitas, terutama pada bayi yang lebih rentan terhadap efek berbahaya dari elemen ini.

Efek kesehatan potensialnya dapat berupa:

  1. Gangguan Respirasi: Paparan melalui inhalasi dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan hingga masalah pernapasan kronis.
  2. Kerusakan Kulit: Logam berat seperti Nikel dan Kromium dapat memicu alergi kulit dan dermatitis.
  3. Risiko Kanker: Kontaminasi logam berat seperti Arsenik dan Kadmium memiliki potensi karsinogenik, terutama jika digunakan dalam waktu lama.

Hasil penelitian ini memberikan wawasan penting tentang potensi bahaya penggunaan bedak bayi berbasis talc, terutama terkait dengan kandungan logam berat beracun dan radionuklida. Meskipun risiko pada individu mungkin kecil, potensi dampaknya terhadap kesehatan masyarakat tetap signifikan, terutama bagi populasi bayi yang sangat rentan.

Risiko Kanker Akibat Penggunaan Bedak Tabur

Terdapat penelitian yang menunjukkan adanya risiko kesehatan serius yang terkait dengan penggunaannya, khususnya kanker ovarium. Sebuah studi meta-analisis oleh Woolen et al. (2022) mengungkap hubungan signifikan antara penggunaan bedak tabur di area perineal dengan peningkatan risiko kanker ovarium.

Sumber: canva.com

Penelitian ini merupakan meta-analisis dari 11 studi yang mencakup 66.876 wanita, dengan laporan sebanya 6.542 terkait dengan kasus kanker ovarium. Studi ini memfokuskan pada penggunaan bedak talc di area perineal lebih dari dua kali per minggu. Metode penelitian ini mencakup pengumpulan data dari basis data seperti PubMed, Embase, dan Cochrane. Penelitian menggunakan model efek acak untuk menghasilkan odds ratio (OR) yang disesuaikan, dengan hasil utama menunjukkan OR sebesar 1,47 (CI 95% 1,31–1,65), yang menunjukkan peningkatan risiko signifikan.

Dari penelitian tersebut. terdapat beberapa hasil, yaitu:

  1. Frekuensi Penggunaan dan Risiko
    Penggunaan bedak tabur secara sering (minimal dua kali seminggu) di area perineal meningkatkan risiko kanker ovarium sebesar 31–65%. Risiko ini terutama berkaitan dengan partikel i yang bermigrasi melalui saluran genital ke ovarium, yang dapat menyebabkan peradangan kronis dan mutasi sel.
  2. Studi Pendukung
    Talc ditemukan dalam jaringan ovarium pada kasus kanker, mendukung hipotesis bahwa paparan talc dapat memicu karsinogenesis. Asbestiform talc, bentuk talc yang mengandung asbes, diidentifikasi sebagai salah satu faktor karsinogenik utama oleh International Agency for Research on Cancer (IARC).
  3. Homogenitas Data
    Studi-studi yang dianalisis memiliki tingkat homogenitas tinggi, dengan variasi heterogenitas yang rendah (I² = 24%). Hal ini memperkuat validitas hasil meta-analisis ini.

Mekanisme Karsinogenik

Partikel talc yang diaplikasikan ke area perineal dapat bermigrasi melalui tuba fallopi ke ovarium, menyebabkan iritasi dan peradangan kronis. Peradangan ini menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan sel kanker. Selain itu, asbestiform talc yang ditemukan dalam beberapa produk bedak tabur telah lama diketahui sebagai karsinogen kelas 1.

Rekomendasi untuk Wanita

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa rekomendasi terkait dengan langkah pencegahan meliputi:

  1. Hindari Penggunaan Bedak Tabur di Area Perineal
    Wanita disarankan untuk tidak menggunakan bedak tabur berbasis talc di area perineal. Alternatif lain seperti bedak berbasis tepung jagung dapat dipertimbangkan.
  2. Edukasi dan Kesadaran Publik
    Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang potensi risiko penggunaan bedak tabur, terutama melalui kampanye kesehatan dan informasi pada label produk.
  3. Regulasi Produk
    Perlu adanya regulasi lebih ketat terhadap penggunaan talc dalam produk kosmetik dan bayi untuk melindungi konsumen dari risiko yang tidak disadari.

Meta-analisis ini memberikan bukti kuat bahwa penggunaan bedak tabur secara sering di area perineal meningkatkan risiko kanker ovarium. Dengan memahami risiko ini, wanita diharapkan dapat membuat keputusan yang lebih sadar mengenai penggunaan produk berbasis talc. Penelitian ini juga menekankan pentingnya regulasi dan edukasi publik untuk mencegah dampak kesehatan jangka panjang.

Referensi

Almugreen, et al. 2023. The presence of NORMs and toxic heavy metals in talcum baby powder. Journal of Radiation Research and Applied Sciences 16 (2023) 100660. Diakses pada 22 Desember 2024 dari https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1687850723001383

Woolen, S.A., Lazar, A.A. & Smith-Bindman, R. 2022. Association Between the Frequent Use of Perineal Talcum Powder Products and Ovarian Cancer: a Systematic Review and Meta-analysis. J GEN INTERN MED 37, 2526–2532. Diakses pada 22 Desember 2024 dari https://doi.org/10.1007/s11606-022-07414-7

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *