Fluktuasi Konsentrasi Pencemar NO dan NO2

Polusi nitrogen oksida (NOx) terbentuk saat bahan bakar terbakar pada suhu tinggi.  Banyak senyawa nitrogen oksida yang tidak berwarna dan […]

Polusi nitrogen oksida (NOx) terbentuk saat bahan bakar terbakar pada suhu tinggi.  Banyak senyawa nitrogen oksida yang tidak berwarna dan tidak berbau, namun nitrogen dioksida (NO2)  di udara atas perkotaan seringkali dapat dilihat sebagai lapisan berwarna coklat kemerahan.  NOx adalah salah satu bahan utama yang terlibat dalam pembentukan ozon di permukaan tanah, yang dapat memicu masalah pernapasan yang serius. Partikulat nitrat yang dihasilkan dari NOx berkontribusi pada partikel halus atmosfer yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan berkontribusi pada masalah pemanasan global. Sumber utama NOx di luar ruangan berasal dari emisi dari transportasi (hampir semuanya berasal dari kendaraan bermotor) dan pembakaran bahan bakar. Sumber NOx dalam ruangan dapat berasal dari pemanas minyak tanah, kompor dan pemanas gas tanpa pelarut, dan pengasapan rokok. Sumber alami NOx berasal dari gunung berapi, lautan, kerusakan biologis, dan sambaran petir (Thuston 2017).

Gambar 1 menunjukkan grafik konsentrasi polutan NO2 mengalami fluktuatif terhadap waktu menggunakan interval 1 menit. Konsentrasi polutan NO2 tertinggi terjadi pada jam 07.00 WIB sebesar 25 µg/m3. Konsentrasi NO2 tergolong stabil sebelum terbitnya matahari, namun memiliki konsentrasi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar minimum sehari-hari. Konsentrasi NO2 akan mulai meningkat ketika aktivitas manusia juga meningkat, yaitu sekitar jam 6-8 pagi hari. Radiasi juga mempengaruhi konsentrasi NOx di atmosfer. Pada musim panas NO yang dikonversi menjadi NOx meningkat sesuai dengan peningkatan radiasi matahari (Turyanti dan Santikayasa 2006). Hal ini diperkuat dengan perhitungan rata-rata konsentrasi polutan NO2 yang disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Perhitungan rata-rata konsentrasi polutan NO2 menggunakan data waktu pengamatan polutan NO2  interval 1 jam. Konsentrasi polutan NO2 tertinggi setelah perhitungan rata-rata pada Gambar 2 terjadi pada jam 07.00 WIB dengan konsentrasi tertinggi 18 µg/m3 sedangkan konsentrasi polutan NO2 tertinggi pada Gambar 3 terjadi pada jam 06.00 WIB dengan konsentrasi tertinggi 17 µg/m3. Menurut Turyanti dan Santikayasa (2006), Pengaruh suhu udara terhadap CO juga berkorelasi negatif, artinya setiap peningkatan suhu udara diikuti dengan penurunan konsentrasi CO. Pola yang sama dengan radiasi dapat difahami, karena fluktuasi suhu udara juga berkaitan erat dengan fluktuasi radiasi, sehingga tidak jauh berbeda efeknya terhadap fluktuasi CO. Parameter kecepatan angin juga memiliki nilai korelasi negatif terhadap CO. Pada saat terjadi peningkatan kecepatan angin diikuti oleh penurunan konsentrasi CO. Hal ini sesuai dengan teori pengenceran, bahwa semakin tinggi kecepatan angin, maka akan terjadi pencampuran yang baik di atmosfer. Sehingga memungkinkan terjadinya penurunan konsentrasi polutan, termasuk CO. Berbeda dengan ketiga parameter meteorologi sebelumnya, parameter kelembaban udara menunjukkan korelasi positif terhadap konsentrasi CO. Penurunan kelembaban diikuti penurunan konsentrasi CO.

Gambar 4  menunjukkan pola konsentrasi harian PM2.5 pada bulan Januari (bulan basah) dan bulan Juli (bulan kering). Saat bulan kering konsentrasi PM2.5 lebih tinggi dibanding bulan basah. Peak konsentrasi maksimal PM2.5 sebesar 140 µg/m3 pada pukul 13.00 WIB. Konsentrasi PM2.5 terendah terjadi pada bulan Januari (bulan basah).  Peak konsentrasi maksimal PM 2.5 sebesar 90 µg/m3  pada pukul 03.00 WIB. Hal ini disebabkan karena terjadi proses pencucian partikulat PM2.5 oleh air hujan (washing out) di atmosfer (Gusnita dan Cholianawati 2019).

Kelembaban dan temperatur umumnya linier dengan konsentrasi PM 2.5 artinya saat temperatur turun maka PM2.5 juga turun begitu pula sebaliknya. Saat musim hujan konsentrasi PM2.5 rendah terutama saat musim hujan (DJF), begitu pula saat musim kering suhu udara cenderung naik, maka konsentrasi PM2.5 pun cenderung naik (Gusnita dan Cholianawati 2019). Hal ini yang menyebabkan konsentrasi PM 2.5 pada bulan Juli (bulan kering) tinggi karena pengaruh suhu dan kelembaban pada bulan Juli.

Daftar Pustaka

  • Gusnita D, Cholianawati N. 2019. Pola konsentrasi dan trayektori polutan PM 2.5 serta faktor meteo di Jakarta. JKPK (Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia). 4 (3) : 152 -163.
  • Thurston GD. 2017. Outdoor air pollution: Sources, atmospheric transport, and human health effects. International Encyclopedia of Public. 5 : 367-377.
  • Turyanti A, Santikayasa IP. 2006. Analisa pola unsur meteorologi dan konsentrasi polutan di udara ambien studi kasus: Jakarta dan Bandung. J. Agromet Indonesia. 20(2): 25-37.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.