Seluruh sumber daya telah digunakan untuk menghentikan penyebaran COVID-19, wabah yang telah menciptakan the new normal di tataran dunia. Seluruh masyarakat global mulai melakukan perubahan dalam berbagai aspek ke arah digital karena kehadiran virus ini. Namun hal yang pasti adalah pemerintah, militer dan bahkan politisi harus melibatkan peneliti, dokter, epidemiolog, dan ahli-ahli kesehatan untuk menentukan strategi terbaik. Dalam hal ini, sains dapat berperan sebagai ujung tombak atau solusi utama untuk mengatasi masalah global ini.
Semua orang tentu khawatir akan penyebaran virus dan dampaknya di berbagai bidang. Hal yang paling mungkin mereka lakukan saat ini adalah mencari saran dan referensi dari ahli yang berkaitan. Masyarakat sangat memerlukan informasi dari ahli virologi dan epidemologi dan tidak hanya itu, informasi dari para ahli big data, ekonomi, atau psikologi tentang dampak virus ini terhadap kehidupan kita tentu juga sangat diperlukan.
Tantangan dalam literasi sains
Tentu saja masyarakat umum harus membaca beragam referensi dan menemukan sumber yg paling akurat. Akan tetapi tidak semudah itu, seringkali informasi yang tersedia berupa artikel ilmiah atau paper saling bertolak belakang dan sulit ditemukan benang merahnya. Hal ini menyebabkan orang awam merasa kewalahan dengan data dan opini yang melimpah sehingga mereka akan kesulitan menentukan apa yang harus dibaca dan dipercaya.
Selain itu, beberapa peneliti memang memiliki kendala dalam menyampaikan informasi dan hasil penelitiannya pada masyarakat umum. Sebagai akedemisi, mereka harus fokus pada data dan fakta sains yang akurat. Apakah masyarakat awam mengerti atau tidak akan hasil riset yang telah dilakukan merupakan pertimbangan yang kedua, ketiga, atau mungkin yang terakhir. Di sisi lain, keinginan publik cukup sederhana, memahami manfaat dari suatu hasil riset dan penelitian dalam kehidupan nyata termasuk dalam masalah COVID-19. Namun hingga saat ini titik temu antara keduanya belum cukup jelas. Masyarakat awam selalu berharap akan penjelasan sains yang mudah dipahami dan ilmuwan terlalu fokus pada fakta hasil riset dengan harapan masyarakat akan berusaha memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Beradaptasi dengan tantangan selama pandemi
Dirangkum oleh The US Centers for Disease Control and Prevention (CDC): During the emergency, the right message, from the right person, at the right time can save lives.
Seperti yang dikatakan Albert Einstein “If you can’t explain it to a six-year-old, you don’t understand it yourself”. Memang benar, untuk menyampaikan pesan yang jelas, tepat dan mudah dipahami kita memerlukan pemahaman yang lebih mendalam dan kemampuan untuk mengkomunikasikannya. Hanya setelah ilmuwan atau sains komunikator bisa menjelaskan pesan terkait covid-19 dengan jelas dan sederhana, masyarakat akan dengan mudah mengambil langkah sederhana yang sesuai dengan target dari pesan yang dibawa.
Aksi nyata
- Sebagai contoh, anjuran untuk mencuci tangan dengan sabun secara teratur akan menjadi informasi yang berarti bagi masyarakat saat mereka mengetahui “mengapa kami harus mencuci tangan” dan “bagaimana hal tersebut berperan dalam mencegah penyebaran virus”. Berbagai konten berupa artikel atau video telah dibuat dalam hal ini. Tentu saja, disadari atau tidak konten-konten tersebut telah memberi dampak positif dan berhasil membuat mayoritas masyarakat teratur dalam mencuci tangan.
- Contoh lain bisa ditemukan pada anjuran social distancing yang diproduksi oleh seorang konten creator dalam negeri, Edward Suhadi. Video viral berdurasi 2 menit 20 detik tersebut menjelaskan hubungan social distancing, kelandaian kurva dan kapasitas rumah sakit pasca pandemi. Tentu saja publik sangat tertarik, mudah paham dan segera mengambil langkah penting sebagai produk nyata dari konten tersebut. Penggunaan visual dan infografi dalam sains terbukti efektif dalam penyebaran informasi untuk masyarakat umum. Hal ini karena bentuk poster, video, gambar yang menarik akan mempermudah masyarakat umum memahami informasi penting terkait COVID-19.
- Selanjutnya, akhir-akhir ini beberapa ahli kesehatan termasuk dokter melalui sosial medianya menyebarkan informasi terkait dampak secara psikologi, imunitas selama pandemi dan beragam informasi lain. Seperti pentingnya mengkonsumsi vitamin, menjaga pola makan, mengurangi berita negatif, dan berolahraga teratur. Tentu ikut berbaurnya para ahli di bidangnya pada beragam media sosial seperti facebook, twitter dan instagram merupakan langkah terbaik untuk menyampaikan pesan penting selama pandemik. Masyarakat tentu akan lebih percaya dengan pakar terpercaya dan akan sangat membantu ketika para pakar memiliki skill dan pengetahuan terkait komunikasi sains.
Tentang empati
Siapapun pakar yang menyampaikan informasi harus memastikan bahwa orang-orang mengakui kebenarannya, menerima fakta terkait dan menganggap itu merupakan hal yang penting. Ketika ada orang-orang yang bersikap menyebalkan dan irrasional lebih baik kita bertanya pada diri “kenapa mereka bersikap seperti itu?” “kenapa mereka tidak peduli dengan apa yang para ahli katakan?”, kemudian mencari pemecahan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tentu, cepat atau lambat itu akan membangun kepercayaan publik terhadap sains sendiri, ditambah lagi keterkaitan sains dengan pandemi yang saat ini sedang berlangsung.
Waktu memainkan peran penting dalam kunci keberhasilan menghentikan penyebaran virus. Informasi yang akurat dan mudah dipahami harus dibagikan dengan cepat oleh para sains komunikator. WHO guideline saat virus ini baru saja menyebar merupakan salah satu contoh konkret. Keterlambatan informasi dapat menyebabkan kebijakan-kebijakan yang berperan menghentikan penyebaran virus tidak dapat diterapkan secepatnya. Sebaliknya, semakin cepat informasi tersebar, semakin tanggap masyarakat dalam mengambil langkah preventif.
Akan tetapi sangat penting untuk berhati-hati terhadap informasi yang disebarkan terutama data sains yang masih dalam proses penelitian dan diperdebatkan. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan chloroquine sebagai obat untuk COVID-19 yang sempat ramai diperbincangkan beberapa waktu yang lalu. Contoh lain adalah informasi tentang efektivitas bawang putih, jahe, kulit jeruk dan berbagai bahan lain, yang mungkin saja bisa efektif dalam mengatasi virus ini namun para ilmuwan belum mendapatkan kesimpulan akhir akan kasus ini.
Simpang siur handsanitizer dan desinfektan
Beberapa waktu yang lalu seorang selebgram yang juga menamai dirinya sebagai influencer membuat tutorial cara cepat membuat handsanitizer. Tutorial ini tersebar di beberapa sosial media seperti instagram dan youtube. Tentu saja ini menarik perhatian mahasiswa atau akademisi di bidang kimia atau farmasi. Bagaimana tidak mereka menemukan banyak kejanggalan dari video tersebut. Selebgram tersebut membuat handsanitizer dengan menggunakan ilmu kirologi (ilmu kira-kira) sebagai alat ukurnya, kemudian untuk mencampurnya digunakan alat pengaduk kue dan setelah produk selesai dibuat perbandingan antara produk hasil buatannya dibandingkan dengan handsanitizer bermerk.
Masalahnya tentu saja bukan hanya pada tekstur yang dihasilkan, tapi seberapa efektif handsanitizer itu untuk membunuh virus. Menurut penelitian menghancurkan virus handsanitizer minimal mengandung 60% alkohol. Mencampurnya dengan berbagai jenis tambahan seperti aloe vera tentu ada takaran tertentu. Beberapa orang percaya dengan tutorial itu, beberapa orang geram dan memutuskan untuk berkomentar, “Nangis gue liatnya” “capek-capek belajar kimia dan farmasi bertahun-tahun” dan banyak komentar lain.
Selain itu ada kegiatan semprot desinfektan besar-besaran. Tentu saja ini tidak salah, namun menurut berbagai penelitian akan menjadi sangat berbahaya jika tubuh manusia juga disemprot dengan desinfektan. Desinfektan mengandung senyawa Klorin yang berbahaya jika terkena kulit dan anggota tubuh yang lain. Royal Society Chemistry memang telah mempublikasikan efektifnya penyemprotan larutan bleaching atau cairan yang kerap digunakan sebagai desinfektan untuk membunuh virus, akan tetapi ini hanya berlaku pada permukaan benda kasar, tidak untuk permukaan kulit manusia. Selain itu terdapat penjelasan bagaimana sabun, alkohol, bleaching ataupun hydrogen peroxida untuk menghancurkan coronavirus.
Komunikasi Sains sebagai solusi
Dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19, tentu saja diperlukan kerjasama semua pihak, baik akademisi, peneliti, mahasiswa, polisi, ojek online, petugas kesehatan dan lainnya. Satu yang pasti, COVID-19 pandemic secara tidak langsung menjadi salah satu bukti esensi dari sains dalam kehidupan manusia. Sekaligus menjadi pengingat peran penting jurnalis dan sains komunikator sebagai penyampai pesan akurat dari orang yang tepat untuk menavigasi kehidupan orang banyak dengan waktu sebagai tantangannya.
Penulis: Asma Fauziah
Editor: Nur Abdillah Siddiq
Referensi:
Artikel yang bagus. Boleh berkunjung juga ke artikel yang satu frekuensi dengannya pada tautan berikut ini.
https://warstek.com/2020/05/28/self-improvement-dalam-berpikir-dan-belajar-layaknya-ahli/
Terimakasih untuk artikelnya yang sangat informatif. Saya juga ada artikel terkait “foodborne virus”, apakah berhubungan dengan covid-19 juga? Silahkan kunjungi https://warstek.com/2020/05/28/apa-itu-foodborne-virus/
Terimakasih. Semoga bermanfaat 🙂