Baru-baru ini, dunia pangan sedang menjadi bintang papan atas. Berbagai macam berita terkait dengan minuman sedang menjadi pembicaraan hangat netizen saat ini. Mulai dari berita terkait Ronaldo, yang menggeser minuman Coca Cola dan membuat saham pembuat minuman ini menjadi anjlok[1], hal yang berlainan justru dialami oleh perusahaan Nestle. Pada 05 Juli 2021, berita tentang meningkatnya permintaan atas susu Bear Brand menjadi trending topik terbaru dunia maya[2].

Hal tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa informasi yang mengatakan bahwa susu dapat mencegah COVID-19. Namun yang menjadi pertanyaan kenapa harus susu? Kenapa harus Bear Brand? Dan apakah informasi tersebut valid? Pertanyaan tersebut akan diulas dalam artikel ini. Selamat membaca.
Benarkah Susu dapat mencegah COVID-19?

Sejauh ini, ada beberapa informasi yang diperoleh terkait keampuhan susu dalam mencegah penularan virus COVID-19. Yang pertama datang dari jurnal Hypothesis and Theory, yang ditulis oleh beberapa ahli kesehatan binatang asal Universitas Cordoba, Cordoba, Spanyol. Dalam jurnal tersebut, dijelaskan bahwa penyebab utama susu dapat digunakan untuk mencegah virus COVID-19 adalah karena kandungan immunoglobulin (IgG) yang dikandung oleh susu cukup melimpah. Hal ini tentu dapat meningkatkan imunitas tubuh.
Namun artikel tersebut tidak memiliki hasil eksperimen yang valid, melainkan hanya berupa teori atau hipotesa dengan membandingkan efek dari susu tersebut terhadap virus korona sapi, Bovine Coronaviruses (BCoV). Perlu diingat, walaupun jenis virusnya sama-sama “CoV”, tapi sistem penginfeksiannya berbeda. BCoV menginfeksi reseptor N-acetyl-9-O-acetylneuraminic acid yang terdapat pada sapi, sedangkan virus korona pada manusia menginfeksi reseptor ACE2. Namun hipotesa tersebut menyebutkan bahwa terdapat kemiripan sebesar 95% antara virus korona pada manusia dan pada sapi, sehingga diperkirakan efek pencegahan pada sapi juga dapat memiliki efek serupa pada manusia[3].
Beberapa sumber lain, seperti yang disampaikan oleh Pennstate University, Pennsylvania, Amerika Serikat, peningkatan imunitas diakibatkan oleh senyawa biokimia yang bersifat antimikroba pada susu, yaitu laktoferin. Namun menurut Pennstate University senyawa biokimia ini banyak ditemukan dalam ASI dan susu formula bayi, dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa laktoferin pada susu sapi memberikan efek kekebalan khusus untuk manusia[4].
Pennstate University juga melaporkan bahwa kandungan susu yang juga dapat membantu mencegah penularan COVID-19 adalah kandungan vitamin D. Hal tersebut didasarkan pada jurnal meta-analisis dari British Medical Journal, yang mengatakan bahwa suplementasi vitamin D mampu menurunkan risiko infeksi saluran pernapasan akut. Namun, penelitian tersebut didasarkan pada produk dengan kandungan vitamin D yang tinggi, jauh dari kandungan vitamin D yang dimiliki oleh susu[5].
Kenapa harus Susu?
Menurut Wu et al. (2020) dan Xu et al. (2020), virus korona ternyata jauh lebih bertahan lama hidup di tinja (bahkan lebih dari sebulan) dibandingkan pada saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan kebanyakan virus COVID-19 menginfeksi melalui saluran pencernaan. Susu dapat membantu mengendalikan ekskresi virus tersebut, dan memperkuat sistem immunitas melalui pencernaan [6,7].
Namun susu bukan merupakan satu-satunya pilihan, menurut Arenas et al (2021), makanan lain seperti turunan susu (yogurt, keju, dll.) atau kuning telur juga berpotensi dan perlu untuk diselidiki lebih lanjut terkait pengaruhnya terhadap pencegahan infeksi virus COVID-19[3].
Kenapa Harus Susu Bear Brand?

Sebenarnya susu yang digunakan tidak harus susu Bear Brand. Menurut Arenas et al. (2021), susu yang paling efektif dan mengandung banyak immunoglobulin adalah susu ASI atau susu yang langsung dari kelenjar susu sapi. Faktanya, susu ASI atau susu yang langsung dari kelenjar susu sapi mengandung immunoglobulin 200 kali lebih banyak dibandingkan susu sapi yang telah diproses. Namun karena tidak memungkinkan, orang-orang lebih tertarik meminum susu yang telah diproses[3].
Susu yang telah diproses juga memiliki immunoglobulin. Arenas et al. (2021) menyarankan untuk meminum susu pasteurisasi dibandingkan susu UHT (Ultra High Temperature). Hal ini dikarenakan pemrosesan dengan UHT akan menghancurkan immunoglobulin yang ada dalam susu dan mengurangi efektivitasnya dalam mencegah penularan virus COVID-19[3]. Tapi jika memang tidak ada pilihan lain, susu UHT bisa dikonsumsi karena kandungan vitamin D nya[4].
Sekian penjelasan terkait pengaruh susu terhadap pencegahan infeksi virus COVID-19. Walaupun belum ada penelitian yang valid terkait pengaruh susu terhadap pencegahan infeksi virus COVID-19, namun beberapa sumber telah menyetujui bahwa susu memang bagus untuk mencegah penularan virus COVID-19. Ingat, susu hanya dapat “mencegah” penularan virus, bukan untuk “mengobati”. Untuk pencegahan yang lebih baik lagi, jangan lupa untuk memakai masker, hindari kerumunan, cuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, dan tidak mengkonsumsi makanan secara sembarangan. Ingatlah bahwa mencegah jauh lebih baik daripada mengobati.
Sumber :
- [1]https://money.kompas.com/read/2021/06/20/070000926/benarkah-saham-coca-cola-anjlok-karena-ulah-ronaldo-?page=all 5 Juli 2021.
- [2] https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/03/210000965/ramai-rebutan-susu-beruang-saat-corona-melonjak-ini-kata-ahli-gizi-ugm?page=all 5 Juli 2021.
- [3] Arinas A., Borge C., Carbonero A., Garcia-Bocanegra I., Cano-Terriza D., Caballero J., Arenas-Montes A. 2021. Bovine Coronavirus Immune Milk Against COVID-19. Hypothesis And Theory, Front. Immunol.
- [4] https://extension.psu.edu/exploring-claims-of-milks-protection-against-covid-19 5 Juli 2021.
- [5] Martineau AR, et al. 2017. Vitamin D supplementation to prevent acute respiratory tract infections: systematic review and meta-analysis of individual participant data. BMJ; 356
- [6] Wu YG, Tang C, Hong L, Zhou Z, Dong J, Yin X, et al. 2020. Prolonged presence of SARS-CoV-2 viral RNA in faecal samples. Lancet Gastroenterol Hepatol.
- [7] Xu Y, Li X, Zhu B, Liang H, Fang C, Gong Y, et al. 2020. Characteristics of pediatric SARS-CoV-2 infection and potential evidence for persistent fecal viral shedding. Nat Med.