Penurunan Tanah Di Semarang: Penyebab dan Dampak

Penurunan tanah (land subsidence) merupakan suatu fenomena turunnya elevasi permukaan tanah terhadap bidang referensi yang stabil. Fenomena tersebut sudah banyak […]

blank

Penurunan tanah (land subsidence) merupakan suatu fenomena turunnya elevasi permukaan tanah terhadap bidang referensi yang stabil. Fenomena tersebut sudah banyak terjadi di berbagai belahan dunia, baik yang cakupannya local maupun regional. Adanya rongga-rongga yang berada di dalam permukaan tanah dapat menyebabkan fenomena penurunan tanah. Akibat adanya rongga tersebut, tanah tidak kuat menahan beban. Dalam jangka waktu yang lebih lama apabila penurunan tanah tidak teratasi dengan baik maka dapat menyebabkan efek bencana yang sangat besar seperti kerusakan infrastruktur, banjir, bahkan dapat menyebabkan suatu kota berpotensi tenggelam. Heri Andreas, dalam kuliah deformasi di Institut Teknologi Bandung, menyebutkan bahwa terdapat 7 faktor yang dapat menyebabkan penurunan tanah, yaitu (1) kompaksi alamiah, (2) urugan dan beban permukaan, (3) eksploitasi air tanah, (4) eksploitasi minyak, gas, dan panas bumi, (5) eksploitasi tambang bawah permukaan, (6) lahan gambut yang mengering, serta (7) efek tektonik.

Hasil Pengamatan

Berdasarkan hasil survei oleh The Centre of Environmental Geology dari tahun 1999 hingga 2003 menyatakan bahwa penurunan tanah di Semarang terdeteksi pada daerah Pelabuhan Semarang, Pondok Hasanuddin, Bandar Harjo dan sekitar Stasiun Semarang Tawang. Laju penurunan tanah memiliki nilai yang bervariasi mulai dari 1 hingga 17 cm per tahun. Hasil dari pengamatan GPS tersebut menghasilkan rata-rata laju penurunan tanah sebesar 6-7 cm per tahun dengan laju maksimum dapat mencapai 14-19 cm per tahun. Selain itu, pada pengamatan pada tahun 2012 hingga 2016 seperti pada gambar 1 terlihat bahwa kawasan-kawasan tersebut telah mengalami penurunan hingga mencapai 40 hingga 61 cm.

Gambar 1 Penurunan tanah dari pengamatan GPS di Semarang periode 2012 – 2016 dalam cm

Sementara itu, Lukman dkk telah berhasil melakukan pengamatan penurunan tanah di Kota Semarang menggunakan metode Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar (DInSAR) pada tahun 2017. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa rata-rata penurunan tanah di Kota Semarang sebesar 4,37 cm selama tahun 2016. Penurunan terbesar terjadi di wilayah Kecamatan Genuk, Pedurungan, dan Semarang Utara, dengan nilai penurunan tanah berturut-turut mencapai 10,35 cm, 8,31 cm dan 8,23 cm pada tahun 2016. Sementara penurunan tanah terendah terjadi di wilayah Kecamatan Banyumanik dengan nilai sebesar 0,77 cm pada tahun 2016.

Penyebab Penurunan Tanah

Proses konsolidasi endapan alluvial muda, menurut Suhelmi, menjadi penyebab penurunan tanah di Semarang. Hal ini termasuk pada proses kompaksi alamiah yang terjadi pada wilayah Semarang. Selain disebabkan oleh hal tersebut, penurunan tanah di wilayah pesisir Semarang, menurut Bambang Setyoko, disebabkan oleh eksploitasi air tanah yang tidak terkendali. Eksploitasi air tanah yang berlebihan dapat membuat rongga-rongga di bawah permukaan tanah. Adanya rongga membuat tanah tidak kuat menahan beban berat dari infrastruktur di atasnya. Seperti yang kita tahu bahwa wilayah pesisir Semarang merupakan area industri yang cukup padat dan banyak gedung-gedung tinggi.

Dampak Penurunan Tanah

Penurunan tanah di Semarang sangat berdampak pada kehidupan aktivitas di kota tersebut. Dampak penurunan tanah dapat terlihat dalam beberapa bentuk, seperti area banjir yang semakin meluas, retakan bangunan dan infrastruktur, serta peningkatan limpasan air laut ke daratan (banjir rob). Hal tersebut juga sangat mempengaruhi kualitas lingkungan hidup dan kehidupan sehari-hari, misalnya kesehatan dan kondisi sanitasi di daerah yang terkena dampak. Kerugian ekonomi akibat penurunan tanah ini sangat besar karena banyak bangunan dan infrastruktur yang mengalami kerusakan. Kondisi kehidupan penduduk yang secara langsung terdampak oleh fenomena ini secara konsekuen menurun. Suatu saat di masa depan apabila fenomena ini tidak dilakukan dengan adaptasi dan mitigasi yang signifikan, maka bukan tidak mungkin tenggelamnya Semarang akan terjadi.

Gambar 2 Banjir Rob Efek Penurunan Tanah Di Semarang (Sumber tribunnews.com)

Referensi

  • Abidin, HZ. Et.al. (2010). Geodetic Monitoring of Land Subsidence in Indonesia (Semarang). Laporan Penelitian Riset Unggulan Terpadu. Bandung
  • Andreas, Heri. Et.al. (2017). Adaptation and Mitigation of Land Subsidence in Semarang. 6th International Symposium on Earth Hazard and Disaster Mitigation, ISEDM 2016; CCRS Hall of Institut Teknologi Bandung (ITB). Bandung
  • Ardyansah, Vedyana. (2019). Permukaan Tanah Pesisir Turun, Ini Kata Pakar Tata Kota. Dikutip dari ayosemarang pada 3 Maret 2021
  • Ismanto, Aris. Et.al. (2009). Model Sebaran Penurunan Tanah di Wilayah Pesisir Semarang. ISSN 0853-7291. Vol 14 (4): 189-196. Semarang
  • Jundi, Lukman., Prasetyo, Yudo., dan Sudarsono, Bambang. (2017). Analisis Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) Kota Semarang Menggunakan Citra Sentinel-1 Berdasarkan Metode DInSAR Pada Perangkat Lunak SNAP. Jurnal Geodesi Undip. Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017. Semarang
  • Suhelmi. (2012). Kajian Dampak Land Subsidence Terhadap Peningkatan Luas Genangan Rob Di Kota Semarang. Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012. Jakarta

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *