Rewilding adalah sebuah pendekatan dalam konservasi alam (upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup) yang bertujuan mengembalikan ekosistem ke kondisi sedekat mungkin dengan keadaan alaminya, yaitu sebelum banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Dalam praktiknya, rewilding bisa mencakup berbagai hal, misalnya:
- Mengembalikan spesies yang hilang dari suatu wilayah (disebut juga reintroduksi).
- Memulihkan habitat yang sebelumnya rusak akibat penebangan hutan, pertanian, atau pembangunan.
- Membiarkan proses alam bekerja sendiri, dengan intervensi manusia seminimal mungkin, sehingga rantai makanan dan interaksi antarspesies bisa kembali seimbang.
Dengan kata lain, rewilding bukan sekadar melindungi alam dari kerusakan, tetapi benar-benar berusaha “menghidupkan kembali” sistem alaminya.
Salah satu tonggak sejarah rewilding di Amerika Selatan terjadi pada tahun 2025 di Argentina. Saat itu, berang-berang raksasa (Pteronura brasiliensis) berhasil kembali berenang di Laguna Paraná setelah absen dari wilayah itu selama 40 tahun.
Berang-berang raksasa ini adalah mamalia semiakuatik yang berperan sebagai predator puncak di ekosistem sungai dan rawa. Predator puncak artinya hewan yang berada di bagian atas rantai makanan, sehingga kehadirannya sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Tanpa mereka, populasi ikan atau hewan lain bisa berkembang tidak terkendali, lalu mengganggu kestabilan lingkungan.
Mengapa ini penting?
Kembalinya berang-berang raksasa menunjukkan bahwa habitat di sekitar Laguna Paraná berhasil diperbaiki hingga cukup sehat untuk mendukung kehidupan mereka lagi. Ini menandai keberhasilan upaya konservasi jangka panjang, sekaligus memberi harapan bahwa spesies lain yang hilang dari daerah itu juga mungkin bisa dipulihkan.
Mengapa Predator Puncak Begitu Penting?
Dalam dunia ekologi, predator puncak adalah hewan yang berada di posisi tertinggi rantai makanan. Mereka tidak memiliki pemangsa alami dan berperan mengendalikan populasi spesies di bawahnya. Hilangnya predator puncak bisa memicu fenomena yang disebut trophic cascade, yaitu perubahan besar dalam ekosistem akibat efek berantai. Misalnya, jika predator air menghilang, populasi ikan tertentu bisa meledak tak terkendali, yang akhirnya merusak habitat perairan seperti padang rumput laut atau terumbu karang. Dengan mengembalikan predator puncak, kita membantu mengembalikan “pengatur alami” yang menjaga keseimbangan seluruh ekosistem.
Strategi Ilmiah di Balik Reintroduksi Berang-berang Raksasa
Pelepasliaran berang-berang raksasa di Argentina bukanlah sekadar “melepaskan hewan ke alam” ada proses ilmiah yang cermat:
- Pemuliaan di penangkaran dilakukan untuk memastikan hewan memiliki keragaman genetik yang sehat sehingga mampu bertahan dari ancaman penyakit dan perubahan lingkungan.
- Pemilihan habitat yang tepat mencakup wilayah yang kaya akan sumber makanan (seperti ikan) dan minim ancaman dari manusia atau predator lain.
- Pemantauan pasca-pelepasliaran menggunakan teknologi pelacak satelit untuk memantau pergerakan dan adaptasi hewan di habitat barunya.
Pendekatan ini memastikan bahwa hewan yang dilepaskan tidak hanya bisa bertahan hidup, tetapi juga berkembang biak dan membentuk populasi baru yang stabil.
Bukti Keberhasilan dari Berbagai Penjuru Dunia
Rewilding bukan hanya terjadi di Argentina. Beberapa contoh sukses lain di berbagai ekosistem antara lain:
- Sihek (Guam kingfisher): Burung endemik ini punah di alam liar akibat predator invasif seperti ular pohon cokelat. Setelah 40 tahun, ia kembali dilepaskan ke alam di Palmyra Atoll berkat program penangkaran intensif.
- Kuda Przewalski: Spesies kuda liar terakhir di dunia yang sempat punah di alam liar berhasil dikembalikan ke padang rumput Asia Tengah melalui kerja sama konservasi internasional.
Kedua kisah ini menunjukkan bahwa, dengan strategi yang tepat, rewilding bisa berhasil di berbagai tipe ekosistem dari pulau tropis hingga padang rumput luas.

Baca juga artikel tentang:
Tantangan Ilmiah dan Sosial
Mengembalikan satwa ke alam liar (reintroduksi) bukanlah proses yang sederhana. Ada berbagai risiko yang perlu dikelola dengan hati-hati:
- Adaptasi fisiologis dan perilaku: Satwa yang lama hidup di penangkaran sering kehilangan keterampilan alami seperti berburu, mencari makan, atau menghindari predator. Mereka perlu “belajar kembali” cara bertahan hidup di lingkungan asli yang penuh tantangan.
- Interaksi dengan spesies invasif: Satwa yang dilepaskan bisa berhadapan dengan hewan pendatang yang tidak ada di ekosistem sebelumnya, yang mungkin menjadi pesaing makanan atau bahkan pemangsa baru.
- Potensi konflik dengan manusia: Terutama di daerah di mana penduduk masih mengandalkan perikanan, pertanian, atau sumber daya alam yang sama dengan habitat satwa tersebut.
Untuk mengatasi hal ini, ilmuwan dan organisasi konservasi bekerja erat dengan komunitas lokal, melakukan edukasi, mengatur zona perlindungan, dan menyiapkan solusi jika terjadi gesekan antara kebutuhan manusia dan keberadaan satwa.
Implikasi Lingkungan dan Ilmu Pengetahuan
Kembalinya spesies yang sempat menghilang memberikan manfaat yang jauh melampaui kepuasan emosional atau nilai simbolis:
- Meningkatkan keanekaragaman hayati: Lebih banyak spesies berarti ekosistem menjadi lebih stabil dan tahan terhadap perubahan lingkungan.
- Memulihkan fungsi ekosistem yang hilang: Predator puncak, misalnya, membantu mengontrol populasi spesies lain sehingga mencegah ketidakseimbangan rantai makanan.
- Peluang penelitian baru: Kasus reintroduksi menjadi “laboratorium hidup” untuk mempelajari bagaimana spesies beradaptasi setelah lama absen, serta bagaimana genetik, perilaku, dan ekosistem bereaksi terhadap perubahan tersebut.
Kembalinya berang-berang raksasa ke perairan Argentina adalah bukti bahwa alam memiliki kemampuan luar biasa untuk pulih, asalkan manusia memberinya kesempatan. Dengan dukungan sains, kerja sama lintas negara, serta komitmen jangka panjang, spesies yang pernah kita anggap hilang bisa kembali menjadi bagian dari lanskap alam.
Sains menjelaskan bagaimana hal ini bisa dilakukan, sementara kemauan dan kepedulian manusia menjawab mengapa kita harus melakukannya.
Baca juga artikel tentang: Hati-hati, Platipus Memiliki Racun dan Tidak Banyak Orang yang Mengetahuinya
REFERENSI:
Beltrán-Triana, Isabella dkk. 2025. The return of the giant otter (Pteronura brasiliensis) to Tauramena (Casanare, Colombia): relative abundance, distribution, and conservation considerations. Latin American Journal of Aquatic Mammals 20 (1), 13-22.
Carver, Steve dkk. 2025. Rewilding: ten years of evolution and development. Annual Review of Environment and Resources 50.
Green, Graeme. 2025. Giant river otters return to Argentina after 40-year absence. Discover wildlife: https://www.discoverwildlife.com/animal-facts/mammals/giant-river-otters-return-to-argentina-after-40-years diakses pada tanggal 19 Agustus 2025.

