Bekal kubur telah dikenal manusia sudah sejak lama, hal ini didapat dari tinggalan arkeologi dari penemuan bekal kubur pertama yang berasal dari manusia Neanderthal di Gua Shanidar, Kurdistan. Ralph Solecki, peneliti yang melakukan penelitian dan ekskavasi pada tahun 1951-1960, menemukan 10 rangka penguburan manusia Neanderthal yang salah satu kuburnya berasosiasi dengan bekal kubur bunga yang berasal dari 55 – 45 ribu tahun yang lalu (Pomeroy et al. 2020). Makna pemberian bekal kubur dalam proses penguburan manusia yang telah meninggal adalah sebagai penghormatan ataupun bekal untuk roh orang yang meninggal dalam perjalanan ke alam baka (Maradona 2003). Benda-benda yang dijadikan bekal kubur sangat bervariasi mulai dari bunga, manik-manik, logam, kulit kerang, alat batu, hewan dan benda lainnya yang dianggap berharga. Tradisi penggunaan bekal kubur bersifat universal dan menyebar di hampir di seluruh bagian dunia.
Di Indonesia, proses penguburan banyak di temukan pada masa perundagian (Perunggu – Besi). Tercatat beberapa situs kubur pada masa prasejarah memiliki bekal kubur yang bervariasi seperti Situs Gua Harimau di Sumatera Selatan yang memiliki bekal kubur terbuat dari kerang, logam dan gerabah (Simanjuntak et al. 2013). Situs Anyer Banten memiliki bekal kubur seperti gerabah, manik-manik dan logam (Maradona 2003) serta situs penguburan prasejarah lain seperti di Situs Plawangan, Rembang- Jawa Tengah, Situs Gilimanuk, Pangkung Paruk, Manikliyu dan Sembiran di Bali.
Pemberian bekal kubur pada masa prasejarah, menunjukkan jika pada masa itu sudah ada stratifikasi sosial pada sistem kemasyarakatan. Pitirim A. Sorokin, mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk dalam lapisan kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis) dengan perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah (Sorokin 1959). Pada situs-situs arkeologi, tidak semua kubur memiliki bekal kubur, hanya kubur tertentu saja yang memilikinya, sebagai contoh Situs kubur prasejarah di Lambanapu, Sumba Timur yang dilakukan penelitian intensif, menemukan 53 individu yang dikuburkan tanpa wadah yang langsung dikuburkan pada lubang. Selain itu ditemukan juga sebanyak 52 tempayan gerabah yang umumnya berkaitan dengan fungsi wadah kubur (Simanjuntak et al. 2019) dari seluruh individu yang di temukan hanya beberapa saja yang memiliki bekal kubur.
Pemberian bekal kubur bagi si mati telah memberikan informasi tentang status sosial yang di kuburkan bagi para peneliti sehingga dapat mengetahui benda-benda apa saja yang menjadi “trend” pada saat itu. Selain itu bekal kubur telah juga memberikan banyak informasi lain seperti teknologi, perdagangan, serta sosial budaya yang terjadi pada masa tersebut sehingga membantu para peneliti sejarah dan arkeologi melakukan rekonstruksi sejarah.
Referensi
- Maradona, Stevy. 2003. “Tembikar Bekal Kubur Situs Anyer, Plawangan Dan Gilimanuk Sebuah Perbandingan.” Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id.
- Pomeroy, Emma, Paul Bennett, Chris O. Hunt, Tim Reynolds, Lucy Farr, Marine Frouin, James Holman, Ross Lane, Charles French, and Graeme Barker. 2020. “New Neanderthal Remains Associated with the ‘Flower Burial’ at Shanidar Cave.” Antiquity 94 (373): 11–26. doi:10.15184/aqy.2019.207.
- Simanjuntak, Truman, I Made Geria, Retno Handini, and Harry Octavinus Sofian. 2019. Sumba Timur, Permata Dari Nusa Tnggara Timur. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Simanjuntak, Truman, Adhi Agus Oktaviana, and Dyah Prastiningtyas. 2013. “Peradaban Di Lingkungan Karst, Kabupaten OKU, OKU Timur, Dan OKU Selatan.” Jakarta.
- Sorokin, Pitirim A. 1959. Social and Cultural Mobility. London: CollierMacmillan Limited.
arkeolog (belajar logam kuna/arkeometalurgi)