Halo semua, semoga diberikan kesehatan selalu, aamiin. Callisto adalah salah satu dari empat satelit Galilea yang ditemukan oleh Galileo Galilei pada tahun 1610. Dengan diameter sekitar 4.800 km, Callisto adalah bulan terbesar kedua di Jupiter dan bulan terbesar ketiga di tata surya, hanya kalah oleh Ganymede dan Titan. Permukaannya dipenuhi kawah, menjadikannya salah satu objek dengan permukaan tertua dan paling tidak berubah di tata surya.
Meskipun sebelumnya dianggap sebagai dunia mati tanpa aktivitas geologi, data dari wahana Galileo pada 1990-an menunjukkan kemungkinan keberadaan lautan bawah permukaan, yang membuka kemungkinan lingkungan yang dapat mendukung kehidupan mikroba. Selain itu, orbit Callisto yang jauh dari Jupiter membuatnya menjadi kandidat ideal sebagai pangkalan eksplorasi manusia ke sistem Jupiter di masa depan.
Sejarah Penemuan
Callisto ditemukan oleh Galileo Galilei pada 7 Januari 1610, bersamaan dengan tiga satelit besar Jupiter lainnya: Io, Europa, dan Ganymede. Penemuan ini menjadi salah satu momen paling bersejarah dalam astronomi karena mengguncang paradigma ilmiah saat itu. Sebelum penemuan Galileo, pandangan yang dominan adalah model geosentris Ptolemaeus, yang menyatakan bahwa semua benda langit bergerak mengelilingi Bumi.
Namun, ketika Galileo mengamati Jupiter dengan teleskopnya yang baru dikembangkan, ia melihat empat titik terang di sekitar planet tersebut. Awalnya, ia mengira bahwa itu adalah bintang, tetapi setelah mengamatinya selama beberapa malam, ia menyadari bahwa benda-benda tersebut bergerak mengelilingi Jupiter. Ini adalah bukti langsung bahwa tidak semua benda langit mengorbit Bumi, mendukung model heliosentris yang diajukan oleh Copernicus, di mana planet-planet berputar mengelilingi Matahari.
Pada 13 Januari 1610, Galileo menyadari bahwa keempat bulan ini membentuk sistem orbit yang stabil di sekitar Jupiter, yang akhirnya dikenal sebagai satelit Galilea. Penemuan ini sangat kontroversial pada zamannya dan menjadi salah satu alasan mengapa Galileo kemudian mendapat tekanan dari Gereja Katolik, yang masih mendukung pandangan geosentris. Meskipun Galileo yang pertama kali mengamati Callisto dan mendokumentasikannya, seorang astronom Jerman bernama Simon Marius mengklaim bahwa ia telah melihat bulan-bulan ini pada 1609, tetapi tidak segera mempublikasikan temuannya.
Pada tahun 1614, Marius menerbitkan bukunya “Mundus Jovialis”, di mana ia menyarankan nama-nama mitologis untuk empat bulan besar Jupiter. Nama Callisto, yang merujuk pada seorang nimfa dalam mitologi Yunani, berasal dari sistem penamaan yang dia usulkan. Namun, karena Galileo lebih dahulu mempublikasikan penemuannya, ia secara luas diakui sebagai penemu resmi bulan-bulan ini.
Meskipun begitu, nama-nama yang diberikan oleh Simon Marius akhirnya diadopsi secara luas dalam komunitas ilmiah dan masih digunakan hingga sekarang. Sebelum itu, bulan-bulan ini hanya disebut sebagai “bulan pertama, kedua, ketiga, dan keempat Jupiter” berdasarkan urutan jaraknya dari planet tersebut. Setelah penemuan awalnya, Callisto terus menjadi objek studi yang menarik bagi para astronom. Namun, karena keterbatasan teknologi teleskop pada abad ke-17 hingga ke-19, detail permukaan Callisto tetap menjadi misteri selama ratusan tahun.
Kemajuan dalam astronomi teleskop pada abad ke-20, terutama dengan pengembangan teleskop berbasis darat yang lebih kuat dan misi luar angkasa, memungkinkan kita mendapatkan gambar permukaan Callisto dengan resolusi tinggi. Observasi oleh wahana Voyager, Galileo, dan Hubble Space Telescope telah mengungkapkan banyak informasi tentang struktur dan komposisinya.
Sejak penemuannya, Callisto telah muncul dalam berbagai literatur ilmiah dan budaya populer. Keunikan orbitnya yang stabil dan keterasingannya dari pengaruh pasang surut Jupiter membuatnya sering dianggap sebagai salah satu tempat terbaik untuk eksplorasi manusia di sistem Jupiter. Dalam fiksi ilmiah, Callisto sering digambarkan sebagai pos terdepan manusia di luar Bumi karena lokasi dan kondisinya yang relatif stabil dibandingkan bulan-bulan Galilea lainnya. Dengan terus berkembangnya teknologi dan eksplorasi luar angkasa, Callisto tetap menjadi objek penelitian penting bagi astronom dan astrobiolog di seluruh dunia.
Baca juga: Stasiun Luar Angkasa Cina “Tiangong-1” Jatuh di Samudra Pasifik Selatan
Orbit dan Rotasi
Callisto adalah satelit Galilea terjauh dari Jupiter, dengan jarak rata-rata 1.882.700 km dari planet induknya. Orbitnya hampir melingkar, dengan eksentrisitas sangat rendah (0,007), yang berarti lintasannya sangat mendekati lingkaran sempurna. Callisto menyelesaikan satu orbit penuh mengelilingi Jupiter dalam waktu 16,7 hari Bumi. Tidak seperti tiga satelit Galilea lainnya (Io, Europa, dan Ganymede) yang terlibat dalam resonansi orbit, Callisto berada di luar interaksi gravitasi ini. Karena tidak mengalami gaya pasang surut yang signifikan, Callisto tidak mengalami pemanasan internal seperti Io dan Europa, yang menyebabkan aktivitas geologinya jauh lebih stabil.
Callisto mengalami rotasi sinkron, artinya periode rotasinya sama dengan periode orbitnya (16,7 hari Bumi). Akibatnya, Callisto selalu memperlihatkan sisi yang sama ke Jupiter, seperti bagaimana Bulan selalu memperlihatkan sisi yang sama ke Bumi. Fenomena ini terjadi karena gaya pasang surut Jupiter telah menyebabkan penguncian gravitasi pada Callisto. Sisi yang selalu menghadap Jupiter dikenal sebagai sisi dekat (leading hemisphere), sedangkan sisi yang berlawanan disebut sisi jauh (trailing hemisphere).
Orbit Callisto yang tidak terlalu terpengaruh oleh gaya pasang surut memiliki beberapa implikasi penting:
- Tidak Ada Aktivitas Vulkanik atau Tektonik
- Berbeda dengan Io, yang memiliki aktivitas vulkanik ekstrem karena pemanasan pasang surut, Callisto tetap secara geologis pasif.
- Permukaannya sangat tua, dengan kawah-kawah tumbukan yang tidak mengalami perubahan besar selama miliaran tahun.
- Potensi Keberadaan Lautan Bawah Permukaan
- Meskipun aktivitas geologi minimal, data dari wahana Galileo menunjukkan bahwa Callisto mungkin memiliki lautan bawah permukaan, tetapi tidak sepanas lautan yang diduga ada di Europa atau Ganymede.
- Kemungkinan keberadaan lautan ini masih dipelajari lebih lanjut, terutama terkait dengan potensi kehidupan mikroba di bawah permukaan Callisto.
- Lingkungan yang Lebih Ramah untuk Eksplorasi Manusia
- Orbit Callisto yang lebih jauh dari Jupiter membuatnya tidak terlalu terkena radiasi Jupiter, yang sangat tinggi di satelit lain seperti Io dan Europa.
- Ini membuat Callisto menjadi kandidat terbaik untuk eksplorasi manusia di sistem Jupiter, karena astronot dapat tinggal di sana lebih lama tanpa mengalami dampak radiasi yang berbahaya.


Struktur Internal dan Komposisi
Callisto adalah salah satu satelit terbesar di Tata Surya, dengan diameter sekitar 4.821 km, hampir sebesar planet Merkurius. Namun, tidak seperti Ganymede yang menunjukkan bukti struktur internal yang terdiferensiasi secara jelas, Callisto tampaknya hanya mengalami diferensiasi sebagian, menjadikannya salah satu objek Tata Surya yang secara geologis paling primitif.
Callisto memiliki massa jenis sekitar 1,83 g/cm³, yang menunjukkan bahwa ia terdiri dari campuran sekitar 40% es air dan 60% batu serta logam. Komposisi ini mirip dengan Ganymede, tetapi struktur internalnya lebih seragam.
- Material Penyusun:
- Es air: Diduga mendominasi lapisan terluar dan kemungkinan bercampur dengan senyawa organik dan silikat.
- Batuan dan logam: Tersebar merata di seluruh interiornya, tidak membentuk inti yang jelas seperti pada planet atau beberapa bulan besar lainnya.
- Tidak Ada Inti Besi yang Jelas
- Berbeda dengan Ganymede yang memiliki inti besi yang terdiferensiasi, Callisto tidak menunjukkan bukti inti yang padat.
- Ini menandakan bahwa panas internal Callisto tidak cukup untuk menyebabkan pemisahan lengkap antara material berat (logam) dan ringan (es dan silikat).
Meskipun Callisto tidak sepenuhnya terdiferensiasi, penelitian dari wahana Galileo menunjukkan bahwa struktur internalnya kemungkinan terdiri dari beberapa lapisan:
- Lapisan Permukaan (0–200 km)
- Terdiri dari es air yang bercampur dengan batuan dan senyawa organik.
- Mengandung banyak kawah tumbukan, menandakan permukaan yang sangat tua dan tidak banyak mengalami aktivitas geologi selama miliaran tahun.
- Suhu di permukaan sangat rendah, sekitar −139°C hingga −186°C.
- Lapisan Es dan Lautan Bawah Permukaan (100–200 km)
- Dugaan lautan bawah permukaan muncul berdasarkan analisis medan magnet oleh wahana Galileo.
- Jika ada, lautan ini kemungkinan terletak pada kedalaman sekitar 100–200 km di bawah permukaan dan memiliki kandungan garam yang cukup tinggi untuk memungkinkan konduktivitas listrik.
- Lautan ini menarik perhatian astrobiolog karena dapat menyediakan lingkungan yang mendukung kehidupan mikroba.
- Lapisan Dalam (di bawah 200 km)
- Campuran batuan silikat dan es yang tidak sepenuhnya terpisah.
- Berbeda dari bulan-bulan lain yang mengalami diferensiasi yang lebih kuat, Callisto memiliki struktur yang lebih homogen, menyerupai campuran seragam antara batuan dan es tanpa batasan yang jelas antara inti, mantel, dan kerak.
Salah satu indikasi menarik dari data Galileo adalah adanya medan magnet yang bersifat berubah-ubah, yang dapat dijelaskan oleh interaksi antara medan magnet Jupiter dan cairan konduktif di bawah permukaan Callisto.
Baca juga: TrES-2B, Exoplanet Tergelap Yang Pernah Di Temukan
Geologi dan Permukaan
Callisto memiliki permukaan yang penuh kawah dan dianggap sebagai salah satu permukaan tertua di tata surya, diperkirakan berusia lebih dari 4 miliar tahun. Tidak ada tanda-tanda aktivitas vulkanik atau tektonik yang signifikan, menunjukkan bahwa Callisto tidak mengalami perubahan geologis besar sejak masa-masa awal tata surya.
Dua fitur geologis paling menonjol di Callisto adalah Valhalla dan Asgard, dua cekungan tumbukan multi-cincin terbesar yang pernah ditemukan.
- Valhalla memiliki diameter sekitar 3.800 km dan terdiri dari serangkaian cincin konsentris yang terbentuk akibat tumbukan asteroid besar miliaran tahun lalu.
- Asgard, dengan diameter sekitar 1.600 km, adalah cekungan multi-cincin lainnya yang memiliki struktur serupa namun lebih kecil.
Permukaan Callisto dipenuhi oleh kawah dari berbagai ukuran. Beberapa kawah yang paling mencolok meliputi:
- Burr – kawah dengan sistem sinar terang.
- Tindr – kawah yang memiliki struktur kompleks dengan dinding bertingkat.
- Gipul Catena – rantai kawah yang kemungkinan terbentuk dari fragmen komet yang pecah sebelum menabrak Callisto, mirip dengan dampak Komet Shoemaker-Levy 9 di Jupiter.

Atmosfer Tipis dan Eksosfer
Callisto memiliki atmosfer yang sangat tipis, yang lebih tepat disebut sebagai eksosfer karena tekanannya sangat rendah dan partikelnya jarang bertabrakan satu sama lain. Atmosfer ini tidak seperti yang dimiliki Bumi atau bahkan Titan, bulan terbesar Saturnus, yang memiliki tekanan cukup tinggi untuk menopang cuaca dan angin. Sebaliknya, atmosfer Callisto begitu lemah sehingga hampir tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi permukaan bulan ini.
Komposisi utama atmosfer Callisto terdiri dari karbon dioksida (CO₂) dan jejak oksigen molekuler (O₂). Karbon dioksida pertama kali terdeteksi oleh wahana Galileo dan kemungkinan berasal dari sublimasi es karbon dioksida di permukaan atau pelepasan gas dari interior bulan. Sementara itu, oksigen molekuler terbentuk melalui proses fotodisosiasi dan sputtering, di mana radiasi Matahari dan partikel bermuatan dari magnetosfer Jupiter memecah molekul es di permukaan Callisto. Partikel-partikel ini melepaskan oksigen, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Selain itu, terdapat kemungkinan adanya gas lain dalam jumlah jejak, seperti hidrogen (H₂), meskipun belum dapat dipastikan secara jelas.
Dengan tekanan atmosfer yang sangat rendah, diperkirakan hanya sekitar 7,5 × 10⁻¹² bar, atmosfer Callisto tidak cukup kuat untuk menciptakan efek rumah kaca atau mempertahankan suhu yang stabil. Akibatnya, suhu permukaannya sangat dingin dan bervariasi secara ekstrem antara siang dan malam. Saat siang hari, suhu bisa mencapai sekitar −139°C, sedangkan pada malam hari bisa turun hingga −186°C. Perbedaan suhu ini menunjukkan bahwa permukaan Callisto tidak mampu menyimpan panas dalam jumlah besar, sehingga mengalami pendinginan yang sangat cepat setelah Matahari terbenam.
Atmosfer Callisto terus berubah-ubah, dipengaruhi oleh interaksi dengan medan magnet Jupiter dan tingkat radiasi Matahari. Karena gravitasi Callisto yang relatif lemah, banyak partikel atmosfernya yang dengan mudah lolos ke luar angkasa. Meskipun atmosfer ini tipis, proses-proses seperti sublimasi es permukaan, fotodisosiasi oleh sinar Matahari, dan sputtering akibat partikel bermuatan dari Jupiter terus memperbaruinya dalam skala waktu tertentu.
Dibandingkan dengan bulan-bulan lain di Tata Surya, atmosfer Callisto jauh lebih tipis daripada atmosfer Europa, tetapi memiliki kemiripan dengan Ganymede dalam hal proses pembentukannya. Berbeda dengan Titan, yang memiliki atmosfer tebal yang mendukung cuaca dan siklus metana, atmosfer Callisto lebih mirip dengan eksosfer yang hampir tidak memberikan perlindungan atau dampak signifikan terhadap permukaan. Dalam konteks eksplorasi, atmosfer yang sangat tipis ini berarti bahwa misi ke Callisto tidak akan menghadapi tantangan atmosferik yang besar, seperti tekanan tinggi atau badai, tetapi juga menunjukkan bahwa lingkungan permukaannya sangat keras dan tidak mendukung kehidupan seperti yang kita kenal. Namun, kemungkinan adanya lautan di bawah permukaan tetap menjadi daya tarik utama untuk eksplorasi lebih lanjut.
Baca juga: Program ExoMars: Eksplorasi Mars oleh Badan Antariksa Eropa (ESA)
Pengamatan oleh Wahana Antariksa
Callisto telah menjadi objek pengamatan oleh berbagai wahana antariksa sejak era eksplorasi luar angkasa dimulai. Wahana pertama yang berhasil mengamati Callisto secara langsung adalah Pioneer 10 dan Pioneer 11 pada tahun 1973 dan 1974. Kedua wahana ini memberikan pengukuran awal mengenai karakteristik fisik Callisto, termasuk ukurannya, albedo permukaan, serta beberapa data terkait medan magnet Jupiter dan lingkungan radiasinya.
Pada tahun 1979, Voyager 1 dan Voyager 2 melakukan pengamatan lebih lanjut terhadap Callisto. Wahana ini menghasilkan gambar resolusi tinggi pertama yang mengungkap permukaan Callisto yang dipenuhi kawah. Pengamatan dari Voyager menunjukkan bahwa Callisto memiliki salah satu permukaan tertua dan paling tidak berubah dalam Tata Surya, dengan minimnya aktivitas geologis yang signifikan.
Misi yang memberikan wawasan paling mendalam tentang Callisto adalah Galileo, yang mengorbit Jupiter dari tahun 1995 hingga 2003. Wahana ini melakukan beberapa penerbangan dekat dengan Callisto dan menemukan bukti adanya kemungkinan lautan air asin di bawah permukaannya. Data dari Galileo juga mengindikasikan bahwa Callisto memiliki struktur internal yang tidak terdiferensiasi secara sempurna, berbeda dari Ganymede yang memiliki inti besi. Selain itu, pengamatan Galileo terhadap medan magnet Callisto mendukung hipotesis adanya konduktivitas listrik dalam interiornya, yang menjadi indikasi keberadaan lautan bawah permukaan.
Setelah Galileo, beberapa wahana lain juga melakukan pengamatan terhadap Callisto selama terbang lintas mereka. Cassini, dalam perjalanannya menuju Saturnus pada tahun 2000, dan New Horizons, yang terbang menuju Pluto pada tahun 2007, mengambil data tambahan yang memperkaya pemahaman tentang Callisto, meskipun hanya dalam skala terbatas. Kedua wahana ini membantu mengkonfirmasi beberapa temuan sebelumnya dan memberikan data tambahan tentang sifat permukaan dan lingkungan sekitar Callisto.
Saat ini, Juno, yang telah mengorbit Jupiter sejak 2016, berfokus pada studi medan magnet planet tersebut. Meskipun misi utama Juno bukan untuk mempelajari Callisto, data yang dikumpulkan dapat memberikan wawasan tambahan mengenai interaksi bulan ini dengan magnetosfer Jupiter dan partikel bermuatan di sekitarnya.

Potensi Eksplorasi Masa Depan
Callisto telah menarik minat ilmuwan dan lembaga antariksa sebagai target eksplorasi di masa depan. NASA dan ESA telah mempertimbangkan berbagai misi yang melibatkan Callisto, baik dalam bentuk eksplorasi robotik maupun sebagai lokasi potensial untuk eksplorasi manusia di sistem Jupiter.
Salah satu misi yang diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang Callisto adalah Europa Clipper, yang dijadwalkan diluncurkan pada tahun 2024 oleh NASA. Meskipun fokus utama misi ini adalah Europa, wahana ini kemungkinan akan mengamati Callisto secara tidak langsung selama perjalanannya di sekitar Jupiter.
Selain itu, ESA meluncurkan JUICE (Jupiter Icy Moons Explorer) pada tahun 2023, dengan tujuan utama mempelajari Ganymede. Namun, wahana ini juga akan melakukan pengamatan terhadap Callisto dan Europa. JUICE diharapkan dapat memberikan data tambahan tentang permukaan Callisto, komposisi esnya, serta interaksi bulan ini dengan lingkungan magnetosfer Jupiter.
Dalam jangka panjang, NASA telah mempertimbangkan Callisto sebagai lokasi potensial bagi eksplorasi manusia melalui konsep misi Human Outer Planets Exploration (HOPE). Karena Callisto terletak lebih jauh dari Jupiter dibandingkan Europa atau Io, tingkat radiasi yang diterimanya jauh lebih rendah, menjadikannya kandidat yang lebih aman bagi eksplorasi manusia. Sebagai salah satu bulan terbesar di Tata Surya dengan potensi lautan bawah permukaan, Callisto dapat menjadi titik awal dalam upaya eksplorasi lebih lanjut terhadap sistem Jupiter, baik untuk memahami sejarah geologi bulan-bulan es maupun sebagai pijakan bagi eksplorasi luar angkasa yang lebih dalam di masa depan.
Penutup
Callisto adalah dunia es yang kaya kawah, dengan sejarah geologi yang stabil namun menyimpan banyak misteri, termasuk kemungkinan keberadaan lautan bawah permukaan. Potensinya sebagai lokasi eksplorasi masa depan, baik melalui misi robotik maupun manusia, membuatnya tetap menjadi objek penelitian yang menarik bagi para ilmuwan.
Sebagai salah satu saksi sejarah tata surya yang paling murni, Callisto adalah kunci untuk memahami masa lalu dan mungkin juga masa depan eksplorasi antariksa manusia. Mungkin segitu saja yang dapat kami sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan. Sekian dan terima kasih.
Sumber:
- https://science.nasa.gov/jupiter/jupiter-moons/callisto/ Terakhir akses: 21 Februari 2025.
- https://space-facts.com/moons/callisto/ Terakhir akses: 21 Februari 2025.
- https://www.britannica.com/place/Callisto-satellite-of-Jupiter Terakhir akses: 21 Februari 2025.
- https://sci.esa.int/web/juice/-/59911-jupiter-s-cratered-moon-callisto Terakhir akses: 21 Februari 2025.
