Plastik yang ditemukan oleh Leo Baekeland pada tahun 1907 kini telah menjadi material yang paling sering mengotori laut. Saat ini polusi laut merupakan permasalahan lingkungan utama di seluruh dunia. Bagaimana tidak, bahan penyusun plastik itu sendiri membutuhkan waktu yang sangat lama (±450 tahun) untuk didegradasi secara total. Akibatnya limbah plastik menumpuk, dan mencemari sumber air, sementara organisme perairan (seperti ikan, invertebrata, bakteri, dsb) mengonsumsi serpihan-serpihannya.
Produksi plastik pada tahun 2015 secara global mencapai 322 juta metrik ton, dan sebanyak 5.8 juta metrik ton berakhir di laut.1 Indonesia sendiri menghasilkan limbah plastik yang tidak terolah dengan baik sebanyak 3.22 juta metrik ton di tahun 2015, namun impor limbah plastik ke Indonesia pun juga meningkat setiap tahun.2 Plastik yang terbuang ke badan air akan didegradasi oleh organisme perairan sehingga menjadi mikroplastik. Mikroplastik yang berukuran kecil ini (<5 mm)⸻karena proses degradasi yang tidak seimbang dengan laju produksi limbah plastik⸻lama-kelamaan akan memenuhi bibir pantai, permukaan laut, dan dasar laut.3
Pengertian Plastisfer
Mikroplastik yang bertebaran di perairan dapat menciptakan relung ekologi baru yang disebut “Plastisfer” atau Ekosistem Plastik. Komunitas mikroba perairan yang terdiri atas bakteri heterotrof, autotrof, predator dan simbion hidup bersama dan tinggal di permukaan hidrofobik plastik yang kaya akan nutrisi.
Permukaan plastik yang bersifat hidrofobik (tidak mudah larut air) ini memudahkan proses kolonisasi dan pembentukan lapisan biofilm (lapisan lendir berisi berbagai macam bakteri). Lapisan biofilm bakteri dapat mempengaruhi proses degradasi plastik dalam dua cara: 1) Membuat partikel plastik lebih tahan lama dan sulit hancur karena lapisan biofilm bakteri yang tebal melindunginya dari radiasi sinar ultraviolet, atau 2) bakteri mempercepat proses degradasi partikel plastik. Jenis bakteri pada mikroplastik yang membantu proses degradasi yakni genus Alteromonas, kelompok Gammaproteobacteria (Acinetobacter) dan Alphaproteobacteria.1
Dampak Negatif
Mikroplastik yang terdapat di sumber air tawar, tanah, air minum, dan garam, berpotensi memberikan dampak negatif terhadap makanan maupun minuman yang kita konsumsi. Hal ini karena mikroplastik dapat menjadi pembawa (vektor) penyakit.3 Mikroplastik butuh waktu lama untuk didegradasi sehingga material akan terapung-apung, dan membuat berbagai macam mikroorganisme dari banyak lokasi akhirnya melekat dan hidup di partikel plastik tersebut.1 Mikroorganisme yang melekat ini bukan hanya mikroorganisme menguntungkan yang dapat mendegradasi mikroplastik itu saja, tetapi juga mikroorganisme patogen yang bisa menyebabkan penyakit pada hewan laut maupun manusia. Bakteri patogen yang hidup pada mikroplastik yakni Vibrio spp. (bakteri penyebab penyakit saluran pencernaan), Aeromonas salmonicida (penyebab penyakit furunculosis pada ikan yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi dalam budidaya ikan air tawar),1 Pseudomonas, Escherichia, dan Acinetobacter.3
Apabila partikel plastik yang tergenang ini berada di sekitar limbah rumah sakit, industri maupun pertanian yang telah terkontaminasi antibiotik, maka besar kemungkinannya mikroorganisme resisten antibiotik juga ikut hidup dan berasosiasi dengan mikroorganisme yang telah ada di partikel plastik.3 Interaksi antara kedua bakteri ini dapat membuat bakteri yang awalnya tidak resisten akhirnya menjadi resisten karena adanya transfer gen horizontal melalui pilus bakteri.4 Bakteri yang awalnya tidak menyebabkan penyakit pun akhirnya juga dapat menyebarkan penyakit karena interaksi tersebut. Apabila manusia mengonsumsi organisme laut yang telah memakan invertebrata yang mengandung bakteri patogen dan resisten-antibiotik maka kemungkinan besar manusia akan terinfeksi penyakit yang sulit untuk sembuh hanya dengan antibiotik dosis rendah (karena infeksi bakteri resisten). Berdasarkan hasil uji laboratorium, bakteri yang berasal dari serpihan plastik polistiren mampu membentuk biofilm dan resisten terhadap antibiotik sefalosporin, kuinolon, dan beta-laktam.5
Mekanisme Transmisi (Penyebaran Penyakit)
Upaya Minimalisir
Saat ini teknologi pengolahan mikroplastik masih terus dikembangkan. Pada tahun 2017, Talvitie dkk mengembangkan teknologi berbasis membrane bioreactor (MBR) yang dapat mengurai mikroplastik berukuran <5 mm menjadi 20 – 100 µm hingga 99.9%.7 Dan baru-baru ini Zhang dkk telah mengembangkan teknologi yang dapat mengurai mikroplastik berukuran mikron (~5 µm) hingga hampir mencapai 100% melalui teknik coagulative colloidal gas aphron (CCGA). Namun, mikroplastik yang dapat terurai masih terbatas pada jenis tertentu saja (seperti: polistiren dan poly-(methyl methacrylate) (PMMA)).8 Meskipun demikian mungkin butuh beberapa tahun lagi sampai akhirnya hasil-hasil penelitian ini dapat diaplikasikan menjadi sebuah teknologi tepat guna.
Pengurangan sampah plastik sebenarnya juga dapat dimulai dari diri kita sendiri. Dengan cara mulai mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai, meminimalisir penggunaan sendok-garpu, piring dan gelas plastik terutama saat mengadakan acara, dan membawa bekal dan botol sendiri dari rumah. Bagi masyarakat yang mengurangi polusi sampah melalui metode open burning (membakar sampah dekat pekarangan rumah), sebaiknya diikuti dengan menanam pohon/tanaman untuk membantu penyerapan gas rumah kaca dari hasil pembakaran.
Mari menjaga bumi tempat kita tinggal, karena membantu melestarikan lingkungan merupakan salah satu perbuatan yang tidak hanya akan menguntungkan kita tapi juga disenangi oleh Sang Pencipta.
Referensi:
- Viršek, M.K., Lovšin, M.N., Koren, Š., Kržan, A., dan Peterlin, M. 2017. Microplastics as a vector for the transport of the bacterial fish pathogen species Aeromonas salmonicida. Marine Pollution Bulletin, 125: 301-309.
- Lestari, P., dan Trihadiningrum, Y. 2019. The impact of improper solid waste management to plastic pollution in Indonesian coast and marine environment. Marine Pollution Bulletin, 149: 110505.
- Parthasarathy, A., Tyler, A.C., Hoffman, M.J., Savka, M.A., dan Hudson, A.O. 2019. Is plastic pollution in aquatic and terrestrial environments a driver for the transmission of pathogens and the evolution of antibiotic resistance? Environmental Science & Technology, 53: 1744-1745.
- Arias-Andres, M., Klümper, U., Rojas-Jimenez, K., dan Grossart, H. P. 2018. Microplastic pollution increases gene exchange in aquatic ecosystems. Environmental Pollution, 237: 253−261.
- Lagana, P., Caruso, G., Corsi, I., Bergami, E., Venuti, V., ̀Majolino, D., La Ferla, R., Azzaro, M., dan Cappello, S. 2019. Do plastics serve as a possible vector for the spread of antibiotic resistance? First insights from bacteria associated to a polystyrene piece from King George Island (Antarctica). International Journal of Hygiene and Environmental Health, 222 (1): 89−100.
- Arias-Andres, M., Rojas-Jimenez, K., dan Grossart, H.P. 2019. Collateral effects of microplastic pollution on aquatic microorganisms: an ecological perspective. TrAC Trends in Analytical Chemistry, 112: 234-240.
- Talvitie, J., Mikola, A., Koistinen, A., dan Setälä, O. 2017. Solutions to microplastic pollution – Removal of microplastics from wastewater effluent with advanced wastewater treatment technologies. Water Research, 123: 401-407.
- Zhang, M., Yang, J., Kang, Z., Wu, X., Tang, L., Qiang, Z., Zhang, D., dan Pan, X. 2021. Removal of micron-scale microplastic particles from different waters with efficient tool of surface-functionalized microbubbles. Journal of Hazardous Materials, 404: 124095.
Educator/Teacher | Writer | Researcher.