Memanfaatkan Teknologi DNA dalam Pembuatan Material Generasi Mendatang

Para peneliti di Laboratorium Nasional Brookhaven Departemen Energi Amerika Serikat (DOE), Universitas Columbia, dan Universitas Stony Brook telah mengembangkan metode universal untuk memproduksi berbagai struktur nano logam dan semikonduktor 3D yang dirancang—bahan dasar potensial untuk perangkat semikonduktor generasi mendatang, komputasi neuromorfik, dan aplikasi energi canggih.

blank

Para peneliti di Laboratorium Nasional Brookhaven Departemen Energi Amerika Serikat (DOE), Universitas Columbia, dan Universitas Stony Brook telah mengembangkan metode universal untuk memproduksi berbagai struktur nano logam dan semikonduktor 3D yang dirancang—bahan dasar potensial untuk perangkat semikonduktor generasi mendatang, komputasi neuromorfik, dan aplikasi energi canggih. Metode baru ini menggunakan bentuk “hacked” dari DNA yang menginstruksikan molekul-molekul untuk mengatur diri mereka sendiri ke dalam pola 3D yang ditargetkan, dan merupakan yang pertama kali memproduksi struktur nano yang tangguh dari beberapa kelas material. Studi ini baru-baru ini dipublikasikan dalam Science Advances.

CFN merupakan pemimpin dalam penelitian self-assembly, proses di mana molekul-molekul secara spontan mengatur diri mereka sendiri. Secara khusus, para peneliti di CFN adalah ahli dalam DNA-directed assembly. Peneliti memprogram untai DNA untuk “mengarahkan” proses self-assembly menuju susunan molekuler yang menghasilkan sifat-sifat bermanfaat, seperti konduktivitas listrik, sensitivitas terhadap cahaya, dan magnetisme. Kemudian, struktur-struktur tersebut dapat ditingkatkan ke bahan fungsional. Sampai saat ini, CFN telah menggunakan DNA-directed assembly untuk menghasilkan film tipis yang dapat diubah, nanosuperkonduktor 3D, dan lainnya.

Baca juga: Dunia Mikroskopis: Visualisasi Material dalam Skala Atomik – Warung Sains Teknologi (warstek.com)

Baru-baru ini, Gang dan rekan-rekannya, termasuk beberapa mahasiswa, berhasil menumbuhkan silika, sebuah bentuk teroksidasi dari silikon, ke dalam kisi DNA. Penambahan silika menciptakan struktur yang jauh lebih tangguh, namun prosedurnya tidak secara luas dapat diterapkan pada berbagai material. Tim peneliti masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan metode yang dapat menghasilkan material logam dan semikonduktor secara efisien.

Untuk membuat kerangka superlattice DNA, langkah pertama adalah membuat apa yang disebut prekursor DNA origami. Jadi, DNA origami adalah seperti dasar atau pola untuk struktur yang ingin kita bangun. Cara kita membuatnya adalah dengan melipat untai DNA panjang dari virus yang disebut bakteriofag M13. Kita menggunakan banyak potongan pendek DNA yang dibuat secara sintetis dan dipasangkan dengan untai panjang tersebut. Jadi, intinya, kita menggunakan berbagai potongan-potongan DNA untuk membuat pola yang akan membantu kita membuat struktur DNA yang diinginkan.

DNA Bakteriofag M13 adalah jenis virus yang menyerang bakteri tertentu. Virus ini memiliki bentuk genetik berbentuk lingkaran yang terbuat dari satu untai DNA. Biasanya, M13 digunakan dalam penelitian untuk membantu membuat salinan atau klon dari fragmen DNA kecil. Ini seperti menggunakan alat khusus dalam perangkat keras atau peralatan untuk membuat salinan teks. Dengan bantuan M13, tim peneliti dapat menghasilkan dan memanipulasi potongan-potongan DNA dalam laboratorium untuk mempelajari berbagai hal dalam biologi molekuler dan bioteknologi. Dalam konteks pembuatan kerangka superlattice DNA, M13 berfungsi sebagai dasar untuk membuat struktur DNA khusus yang dibutuhkan untuk penelitian.

Peneliti menciptakan dua pola yang berbeda untuk membentuk struktur superlattice. Satu pola berbentuk seperti oktahedron dengan panjang tepi sekitar 29 nm, sedangkan yang lainnya berbentuk seperti tetrahedron dengan panjang tepi sekitar 36 nm. Setelah membuat pola dasar DNA, peneliti mencampurkannya dengan serangkaian molekul DNA tambahan yang membantu menjaga keutuhan struktur. Kemudian, campuran tersebut dipanaskan dari suhu 50°C hingga suhu ruangan secara perlahan-lahan untuk membentuk kerangka DNA 3D. Peneliti menggunakan proses kimia yang disebut sol-gel untuk menambahkan lapisan silika pada struktur DNA tersebut, sehingga membentuk replika silika dari kerangka DNA. Hasilnya, diperoleh dua jenis struktur dengan ukuran pori yang berbeda. Yang satu memiliki pori sekitar 50 hingga 60 nm, sedangkan yang lainnya sekitar 10 hingga 20 nm. Dengan kata lain, peneliti berhasil membuat struktur 3D dari DNA yang bisa digunakan untuk berbagai aplikasi di dunia nyata.

blank
Gambar 1. Struktur Berbentuk Bahan Anorganik.
(A) Sebuah kerangka silika 3D terbentuk ketika suatu kisi dari bingkai DNA dilapisi dengan lapisan silika yang tumbuh melalui sintesis sol-gel. Templating dari kerangka tersebut dicapai baik dengan (B) VPI, di mana prekursor uap seperti TMA meresap ke dalam kerangka silika, maupun dengan (C) LPI, di mana larutan garam logam meresap ke dalam struktur nanolattice. (D) Struktur nanolattice hasil perlakuan panas terdiri dari lapisan silika dan logam/logam oksida (MX) yang memenuhi secara konformal pada kerangka DNA. (E) Pemindaian TEM (STEM) melintang dan peta EDS dari silica (biru) dilapisi dengan alumina (ungu) melalui infiltrasi uap. Batang skala, 100 nm.

Untuk menunjukkan keberhasilan metode ini dalam pengembangan setiap nanostruktur, para peneliti menggunakan keahlian mereka dan fasilitas pemetaan terbaik di CFN dan National Synchrotron Light Source II (NSLS-II). NSLS-II adalah fasilitas yang digunakan oleh Departemen Energi AS di Brookhaven Lab, yang menghasilkan sinar-X sangat terang untuk memeriksa struktur fisik, kimia, dan elektronik sampel pada tingkat atom.

Mereka menggunakan fasilitas ini untuk memeriksa setiap detail nanostruktur yang mereka kembangkan. NSLS-II, dengan sinar-X ultrabright-nya, memungkinkan para peneliti untuk menyelidiki sampel hingga tingkat atom. Ini memberikan gambaran yang sangat rinci tentang sifat fisik, kimia, dan elektronik nanostruktur tersebut.

Dengan menggunakan fasilitas ini, para peneliti dapat memastikan bahwa setiap langkah dalam pengembangan nanostruktur berhasil dilakukan dengan baik. Mereka dapat memeriksa komposisi kimia, tata letak atom, dan sifat elektronik dari nanostruktur tersebut, memastikan bahwa mereka sesuai dengan yang diinginkan dan memenuhi standar kualitas yang tinggi. Ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah potensial, serta untuk memperbaiki dan meningkatkan metode mereka jika diperlukan.

Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh bahan agar bisa digunakan dalam teknologi seperti perangkat semikonduktor. Dalam penelitian ini, para peneliti memberikan sifat konduktivitas listrik dan fotoaktif pada struktur nano 3D. Misalnya, mereka memulai dengan bahan yang bersifat isolator, dan kemudian, melalui metode perakitan DNA baru yang mereka kembangkan yang melibatkan dua teknik infiltrasi, mereka menambahkan oksida logam semikonduktor, seperti seng oksida, sehingga nanostruktur tersebut dapat memiliki sifat konduktivitas listrik dan fotoluminesensi. Terakhir, untuk semua produk akhir mereka, mereka membawa sampel ke fasilitas pemetaan di seluruh Brookhaven Lab untuk melihat struktur volumetriknya. Dengan demikian, mereka dapat memastikan bahwa bahan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan standar kualitas yang tinggi.

Di CFN, tim peneliti menggunakan fasilitas mikroskopi elektron untuk melihat struktur-struktur mereka secara detail setelah proses infiltrasi fase uap, infiltrasi fase cair, dan penggabungan kedua teknik tersebut – untuk setiap zat awal yang mereka gunakan. Mereka menggunakan berbagai jenis mikroskop, seperti mikroskop transmisi elektron dan mikroskop pemindaian elektron, yang menghasilkan gambar-gambar dengan resolusi sangat tinggi dengan cara menganalisis bagaimana elektron berinteraksi dengan sampel. Dengan menggunakan teknik-teknik ini, para peneliti dapat melihat nanostruktur mereka dengan jelas dan mengetahui bagaimana susunan kimia dari bahan-bahan tersebut di berbagai bagian sampel mereka.

Untuk melihat informasi ini dalam dimensi tiga di area yang lebih luas, tim peneliti menggunakan fasilitas Complex Materials Scattering (CMS) beamline dan Hard X-ray Nanoprobe (HXN) beamline di NSLS-II. CMS adalah fasilitas beamline yang dioperasikan bersama oleh NSLS-II dan CFN. Di sana, para peneliti memanfaatkan sinar-X ultrabright NSLS-II yang diarahkan ke sampel mereka untuk mengamati bagaimana sinar-X tersebut tersebar dan menafsirkan susunan atom 3D dari nanostruktur tersebut. Sementara itu, HXN memberikan pemindaian 3D langsung dari struktur dan juga “peta” kimianya. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang struktur dan komposisi kimia dari bahan-bahan mereka.

Para peneliti menggunakan teknologi terkemuka HXN, yaitu nanotomografi sinar-X, yang bekerja mirip dengan pemindaian CT medis. Pada beamline ini, sampel direkam dalam 180 proyeksi 2D, dengan perputaran satu derajat setiap langkahnya. Selanjutnya, komputer menggabungkan proyeksi-proyeksi tersebut untuk membentuk gambar 3D dari sampel tersebut. Namun, berbeda dengan pemindaian CT biasa, HXN menggunakan nanoprobe untuk menghasilkan proyeksi dengan resolusi nanometer, yang memungkinkan pengamatan detail pada skala sangat kecil.

Referensi:

[1] https://www.bnl.gov/newsroom/news.php?a=121640 diakses pada 14 Februari 2024

[2] Aaron Michelson, Ashwanth Subramanian, Kim Kisslinger, Nikhil Tiwale, Shuting Xiang, Eric Shen, Jason S. Kahn, Dmytro Nykypanchuk, Hanfei Yan, Chang-Yong Nam, Oleg Gang. Three-dimensional nanoscale metal, metal oxide, and semiconductor frameworks through DNA-programmable assembly and templatingScience Advances, 2024; 10 (2) DOI: 10.1126/sciadv.adl0604

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *