Seorang pria buta yang hanya dapat melihat sedikit cahaya samar dengan matanya kini ia dapat melihat bentuk kabur dari sebuah objek berkat terapi gen dan sepasang kacamata yang telah dirancang khusus. Pria itu didiagnosis dengan sebuah kondisi yang disebut retinitis pigmentosa pada 40 tahun lalu, tepatnya saat pria tersebut berusia 18 tahun[1].

Menurut laporan baru yang diterbitkan di jurnal Nature Medicine pada Senin 24 Mei 2021, Orang dengan retinitis pigmentosa membawa serangkaian gen yang tidak normal, karena banyaknya mutasi, menyebabkan sel-sel sensitif cahaya pada retina bagian belakang mata menjadi rusak. Namun hal tersebut dapat diperbaiki secara parsial atau sebagian dengan terapi optogenetik.
Normalnya, gen-gen ini biasanya mengkode protein fungsional pada retina. Tetapi dalam prosesnya terjadi kegagalan dalam membangun protein tersebut, sehingga menyebabkan protein fungsional menjadi abnormal dan tidak berfungsi dengab baik. Hingga akhirnya menghasilkan zat yang secara langsung merusak jaringan retina. Kondisi tersebut terjadi pada 1 dari 4.000 orang di seluruh dunia, menurut National Eye Institute (NEI). Rusaknya jaringan retina dapat menyebabkan kebutaan total, seperti yang terjadi pada pasien berusia 58 tahun dalam studi baru tersebut.
Para ilmuwan berupaya untuk mengobati hilangnya daya penglihatan pria itu. mereka mencoba memasukkan gen yang dapat mengkode sebuah protein yaitu protein penginderaan cahaya, ke dalam virus yang telah dimodifikasi. Setelah itu, mereka menyuntikkan vektor virus yang telah diubah secara genetik tersebut ke salah satu mata pria itu. Para ilmuwan menggunakan protein yang disebut sebagai ChrimsonR, dimana itu adalah versi protein peka cahaya yang ditemukan dalam sebuah alga, yang memungkinkan organisme bersel tunggal untuk mendeteksi dan bergerak menuju sinar matahari.
ChrimsonR
ChrimsonR termasuk dalam keluarga protein peka cahaya yang disebut channelrhodopsins. Protein ini telah dimodifikasi untuk bereaksi terhadap warna dalam ujung kemerahan pada sebuah spektrum warna, yaitu cahaya kuning. Dengan menyuntikkan gen untuk ChrimsonR ke dalam retina – khususnya ke dalam sel ganglion retina, yaitu sejenis sel saraf yang mengirimkan sinyal visual ke otak – para ilmuwan berharap dapat membuat sel-sel ini sensitif terhadap cahaya kuning-oranye, MIT Technology Review melaporkan[2].
Bagaimana Pasien Mulai Dapat Melihat?
Pada tahap ini, kacamata khusus diperlukan. Kacamata khusus akan menangkap perubahan intensitas cahaya dari lingkungan dan mengubahnya menjadi sinyal, kemudian menerjemahkan sinyal itu menjadi gambar kuning yang intens yang diproyeksikan langsung ke retina pengguna, dengan tujuan mengaktifkan protein ChrimsonR yang telah disuntikan ke retina orang tersebut.
Setelah pengunaan kacamata khusus selama Berbulan-bulan, sejumlah besar ChrimsonR terakumulasi di mata pria itu dan mulai mengubah daya penglihatannya. Pria itu melaporkan bahwa ia mulai dapat melihat pola cahaya dengan bantuan kacamata khusus tersebut. lapor BBC News.

Baca juga: Sengatan Ringan ke Otak Dapat Meningkatkan Efek Plasebo
“Pasien telah dapat merasakan, menemukan, menghitung, menyentuh, dan melihat objek yang berbeda. Denan Mengandalkan mata dan tangannya diseertai mengenakan kacamata khusus”, tulis para peneliti dalam penelitian tersebut. Sebagai contoh, dalam sebuah tes sederhana, pasien dapat melihat buku catatan dan cangkir yang diletakkan di atas meja di depannya. Walaupun, ketika kesulitan tes ditngkatkan, seperti saat diminta untuk menghitung cangkir, dia tidak selalu memberikan hasil hitungan yang benar. menurut MIT Technology Review dalam sebuah wawancara.
Progress Pasien
Para ilmuwan menganggap ini sebagai salah satu penemuan besar dalam dunia medis. Sebelum menerima terapi, pria itu benar-benar tidak dapat mendeteksi objek apa pun, dengan atau tanpa kacamata. Kemudian setelah disuntik, ia hanya dapat mulai melihat ketika memakai kacamata khusus. Karena kacamata khusus itu mampu mengubah semua cahaya menjadi warna kuning, para peneliti melaporkan. Pasien mulai berlatih dengan kacamata khusus sekitar 4,5 bulan setelah injeksi. hingga akhirnya mulai melaporkan peningkatan penglihatannya sekitar 7 bulan setelah itu, tim melaporkan.
Selain buku catatan dan cangkir, pasien juga melaporkan bahwa ia telah dapat melihat garis putih yang dicat pada penyeberangan jalan. lapor BBC. “Pasien ini awalnya agak frustasi. Karena butuh waktu yang lama antara injeksi dengan waktu dia mulai dapat melihat sesuatu,” kata Dr. José-Alain Sahel, seorang dokter mata dan ilmuwan di University of Pittsburgh dan Institute of Vision di Paris, kepada BBC.
“Tapi ketika dia mulai melapor secara spontan, dia telah dapat melihat garis-garis putih di seberang jalan. Anda bisa membayangkan bagaimana bersemangatnya dia. Dan Kami semua juga menjadi bersemangat,” kata Sahel kepada BBC. Sahel menggambarkan pasien ini sebagai “orang pertama yang mendapat manfaat dari optogenetika.”
Optogenetika banyak digunakan dalam eksperimen ilmu saraf pada hewan , dimana molekul penginderaan cahaya ditambahkan ke sel-sel otak target. Kemudian, dengan menggunakan pulsa cahaya yang dikirimkan melalui kabel serat optik, peneliti dapat menyebabkan saraf tertentu menjadi aktif, dan dalam beberapa kasus lain dapat memicu perilaku tertentu pada target[3].
Progress Penelitian
Hingga saat ini, penglihatan pria itu masih cukup terbatas. Karena dia hanya dapat melihat gambar monokromatik dan dengan resolusi yang cukup rendah. Tetapi “temuan ini memberikan bukti konsep bahwa menggunakan terapi optogenetik untuk memulihkan sebagian penglihatan adalah mungkin,” penulis senior Dr. Botond Roska, direktur pendiri Institute of Molecular and Clinical Ophthalmology Basel di University of Basel, mengatakan kepada BBC News. (“Optigenetika” secara luas menggambarkan teknik menggunakan cahaya dan modifikasi genetik untuk mengontrol aktivitas neuron.)
Sebenarnya, upaya dalam mengadaptasi teknik ini sebagai terapi penyembuhan kebutaan telah dimulai sejak tahun 2016, saat itu seorang wanita dari Texas menjadi orang pertama yang diobati dengan optogenenetik oleh sebuah perusahaan kecil bernama RetroSense, yang kemudian diakuisisi oleh Allergan. Hasil dari penelitian itu tidak pernah dilaporkan ke publik, meskipun orang yang bertanggung jawab dari pihak Allergan mengatakan bahwa beberapa pasien mengaku telah mampu melihat sebagian cahaya , seperti melihat jendela yang terang di ruangan gelap.
Tentu saja, meskipun hasil awal dari penelitan ini cukup menarik, ranah penelitian ini masih terbatas. karena hanya satu pasien yang telah menerima pengobatan itu sejauh ini. kata James Bainbridge, profesor studi retina di University College London yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Referensi
[1]https://www.livescience.com/man-partially-recovers-sight-after-gene-therapy.html diakses pada 05 Juni 2021
[2]https://www.technologyreview.com/2021/05/24/1025251/a-blind-man-can-perceive-objects-after-a-gene-from-algae-was-added-to-his-eye/ diakses pada 05 Juni 2021
[3]https://www.technologyreview.com/2010/03/26/205062/light-switches-for-neurons/ diakses pada 05 Juni 2021
Wah baru tahu kalau virus bisa bermanfaat juga, karena salama ini dicitrakan kalau virus itu selalu merugikan. Semoga riset ini dapat terus berkembang.