Lompat ke konten

Pengolahan Limbah Cair Tekstil dengan Metode Elektrolisis : Menakar Peluang dan Tantangan Menuju Lingkungan Lestari

blank

Asal-usul, kandungan dan beberapa metode pengolahan limbah

Limbah cair tekstil umumnya berasal dari proses pewarnaan kain. Para pengrajin baik skala rumahan maupun industri mencampur air dan zat warna dengan kadar tertentu. Setelah menggunakannya untuk beberapa kali proses pewarnaan, mereka menggantinya dengan yang baru. Inilah yang menjadi permasalahan, karena limbah tersebut mengandung zat-zat berbahaya bagi lingkungan juga manusia. Ada banyak metode pengolahan limbah, misalnya elektrolisis. Sebelum memutuskan para pengrajin perlu mempertimbangkan peluang dan tantangannya demi keselamatan lingkungan.

blank
Gambar 1. Proses pewarnaan kain. Sumber: Jayanta Day (Reuters)

Sisa pewarnaan tekstil mengandung partikel-partikel padat yang tidak larut, senyawa-senyawa organik, garam dan logam berat. Menurut Chatzisymeon dkk. (2006), reaksi kimia antar komponen pada limbah tersebut mengakibatkan proses pengolahan menjadi semakin sulit. Jika langsung membuangnya ke lingkungan akan mencemari air, meracuni bio-indikator (ganggang dan ikan) hingga menurunkan koefisien nilai nutrisi (syarat kelayakan konsumsi) dari ikan [1,2].

blank
Gambar 2. Sisi lain akibat hadirnya industri tekstil. Sumber: Tribun Jateng

Pengolahan limbah tersebut secara umum dapat menggunakan metode fisika, kimia maupun biologi. Tak jarang untuk memperoleh hasil yang maksimal dapat menggabungkan beberapa metode tersebut. Beberapa metode seperti fotokatalisis (fisika-kimia), penyerapan menggunakan lumpur aktif (fisika), jamur pengurai (biologi) serta menggunakan oksidator kuat (kimia) telah dilaporkan [3].

Tulisan kali akan sedikit memberi ulasan singkat tentang pengolahan limbah menggunakan metode elektrolisis. Apa itu metode elektrolisis? Bagaimana prosesnya? Bagaimana melihat peluang dan tantangan sebelum menggunakan metode tersebut? Lanjutin bacanya ya sobat warstek! 😁😁😁

Mengenal lebih dekat metode elektrolisis

Elektrolisis merupakan proses penguraian yang melibatkan air dan zat elektrolit (penghantar listrik) melalui reaksi kimia dengan bantuan arus listrik. Arus listrik mengalir dari sumber melalui elektroda (umumnya menggunakan logam) menuju ke larutan (Gambar 4).

Reaksi kimia dalam sel elektrolisis terjadi secara tidak spontan, dimana reaksi akan berlangsung apabila terdapat arus listrik. Inilah salah satu pembeda dengan sel galvani (contohnya baterai) yang mengalami reaksi spontan [4].

blank
Gambar 3. Reaksi kimia air dalam sel elektrolisis. Sumber: Kumar dan Himabindu (2009).

Air dalam sel tersebut akan mengalami reaksi oksidasi dan reduksi (redoks) menghasilkan gas hidrogen (H₂) di katoda dan oksigen (O₂) di anoda. Karena kemampuan inilah beberapa pihak menggunakan metode elektrolisis untuk menghasilkan sumber energi terbarukan seperti hidrogen (Gambar 3).

Pengolahan limbah menggunakan metode elektrolisis dapat dikategorikan sebagai metode gabungan fisika dan kimia. Hal ini berdasarkan pada prosesnya yang menggunakan arus listrik dan zat kimia berupa elektrolit (umumnya garam dapur/NaCl).

Penelitian dan pengembangannya untuk mengolah limbah

Umumnya yang menjadi pembeda ketika menggunakan metode ini adalah elektrodanya. Beberapa pihak telah melaporkan menggunakan karbon (C), besi (Fe), seng (Zn) dan jenis logam lain. Selain itu dapat juga menggunakan elektroda yang berasal dari paduan beberapa logam (stainless steel).

blank
Gambar 4. Komponen sel elektrolisis untuk pengolahan limbah skala laboratorium. Sumber: Nordin, dkk (2013).

Beberapa pihak telah melaporkan pengolahan limbah cair tekstil menggunakan metode elektrolisis. Triavia dkk. (2016) menggunakan elektroda PbO₂/Cu untuk mengolah limbah pewarnaan batik. Para peneliti mengungkapkan dengan proses ini telah menurunkan kepekatan warna limbah, total padatan terlarut (TDS) dan kekeruhan (TSS) dengan persentase secara berturut-turut 97,98%, 90,2% dan 99,7% [5].

Selain TDS dan TSS terdapat parameter BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik didalam air. Sedangkan COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik dalam air menggunakan oksidator kuat (biasanya kalium bikromat/K₂Cr₂O₇).

Penggunaan elektroda alumunium (Al) dan besi (Fe) sebagai anoda dan katoda dapat menurunkan nilai COD dan BOD hingga 94,01% dan 97,30%. Laporan lain menyebutkan penggunaan elektroda stainless steel telah menurunkan kepekatan warna dan nilai COD sebesar 98,56% dan 50,38% selama 60 menit. Sedangkan penggunaan elektroda PbO2/Pb dari aki bekas dapat menurunkan kepekatan warna, COD dan BOD pada limbah sebesar 95,7%, 70,2% dan 44,6% [6,3,7].

blank
Gambar 5. Diagram yang menunjukkan penurunan kepekatan warna limbah setelah proses elektrolisis pada berbagai pH. Persentasi diperoleh dari perbandingan nilai absorbansi (sebelum dan sesudah elektrolisis) hasil analisis Spektrofotometer menggunakan UV-Vis [7].

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Baku Mutu Air Limbah tahun 2019 menyebutkan bahwa kadar COD dan BOD maksimal 150 mg/L dan 60 mg/L. Selain COD dan BOD, perlu juga memperhatikan parameter-parameter lain yang tidak kalah penting.

Mekanisme penguraian zat pencemar dalam limbah

Karena kemampuannya dalam mengurai, beberapa pihak menggunakan metode elektrolisis untuk mengolah limbah. Penguraian zat pencemar berupa senyawa organik dalam limbah melalui reaksi oksidasi. Harapannya dengan menggunakan metode ini dapat menurunkan atau bahkan menghilangkan zat-zat pencemar lingkungan yang ada di dalamnya.

Penguraian senyawa organik dalam limbah pewarnaan tekstil melalui dua mekanisme, yaitu penguraian langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung terjadi di anoda atau oleh agen pengurai berupa radikal hidroksi M[OH*] dan oksida logam [MO]. Dalam sel elektrolisis air dapat bereaksi dengan elektroda logam menghasilkan M[OH*]. Selanjutnya M[OH*] akan mengurai zat pencemar (R) melalui reaksi oksidasi.(Gambar 6) [8].

blank
Gambar 6. Mekanisme penguraian zat pencemar secara langsung [8]

Terbentuknya radikal hidroksi M[OH*] memungkinkan terjadinya mekanisme lain. Radikal hidroksi tersebut dapat bertindak sebagai agen koagulan. Agen ini kemudian mengikat senyawa organik, padatan terlarut dan ion logam dalam limbah membentuk lumpur yang mengendap atau mengambang. Mekanisme ini dapat terjadi pada penggunaan elektroda besi dan aluminium yang membentuk Fe[OH*] dan Al[OH*] (Gambar 7) [9]. Fenomena inilah yang kemudian memunculkan istilah elektrokoagulasi.

blank
Gambar 7. Mekanisme proses elektrokoagulasi [9].

Mekanisme penguraian secara tidak langsung terjadi akibat adanya penambahan elektrolit seperti NaCl. Melalui beberapa tahapan reaksi, elektrolit ini akan menghasilkan agen pengurai (oksidator kuat) berupa asam hipoklorit (HClO) dan ion hipoklorit (ClO) [8].

Elektrolit NaCl dalam larutan berbentuk ion bebas natrium (Na+) dan klorida (Cl). Ion klorida akan  teroksidasi membentuk Cl₂ kemudian bereaksi dengan air (H₂O) membentuk ClO. Selanjutnya ion ini bereaksi dengan zat pencemar (dye) menghasilkan zat pencemar perantara (dye intermediates). Zat ini kemudian mengalami reaksi lebih lanjut menghasilkan karbondioksida (CO2), air dan ion klorin (Gambar 8) [8].

blank
Gambar 8. Mekanisme penguraian zat pencemar secara tidak langsung [8]

Selain peran diatas, penambahan zat elektrolit memiliki peran utama untuk mengalirkan arus listrik dalam larutan secara merata. Pada dasarnya penguraian zat pencemar tetap dapat berlangsung tanpa elektrolit, hanya saja membutuhkan waktu yang lebih lama.

Peluang dan tantangan yang perlu diperhatikan

Elektrolisis merupakan metode sesuai untuk mengolah limbah cair tekstil. Zat warna yang merupakan senyawa-senyawa organik, dapat terurai di anoda. Selain itu, metode ini tidak memerlukan bahan-bahan kimia tambahan, tidak memerlukan proses pemisahan katalis serta cara menggunakannya juga mudah [4].

Penurunan kepekatan warna limbah sangat terlihat jelas setelah proses elektrolisis. Beberapa laporan menyebutkan persentasinya diatas 90%. Begitupun juga dengan COD dan BOD serta parameter lain mengalami penurunan cukup signifikan. Walaupun kita juga tak dapat menutup mata terhadap adanya laporan yang menyebutkan hasil pengolahan belum memenuhi baku mutu air limbah.

blank
Gambar 9. Penurunan kepekatan warna limbah cair tekstil setelah proses elektrolisis [3]

Penggunaan elektroda seperti besi dan alumunium dalam prosesnya menghasilkan lumpur yang mengapung atau tenggelam di dasar. Dimana kita perlu mengidentifikasi lebih lanjut untuk mengetahui karakternya. Selanjutnya perlu melakukan pengolahan apabila belum memenuhi baku mutu limbah.

Optimalisasi beberapa aspek untuk memaksimalkan pemanfaatannya

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu melakukan optimalisasi metode elektrolisis untuk mengolah limbah. Sebelum menggunakannya perlu memahami karakter limbah dan memilih elektroda yang baik (stabil). Selain itu, mengkombinasikannya dengan metode lain seperti menggunakan bakteri pengurai dapat dilakukan.

Referensi

  1. Chatzisymeon, E., Xekoukoulotakis, N.P., Coz, A., Kalogerakis, N. & Mantzavinos, D. 2006, Electrochemical Treatment of Textile Dyes and Dyehouse Effluents, Journal of Hazardous Materials. 137, 2, 998-1007.
  2. Pratiwi, Y., 2010, Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan Nutrition Value Coeficient Bioindikator, Jurnal Teknologi, 3, 2, 129-137.
  3. Rohayati, Z., Fajrin, M., M., Rua, J., Yulan dan Riyanto, 2017, Pengolahan Limbah Industri Tekstil Berbasis Green Teknologi Menggunakan Metode Gabungan Elektrodegradasi dan Elektrodekolorisasi dalam Satu Sel Elektrolisis, Chimica et Natura Acta, 5, 2, 95-100.
  4. Riyanto, 2013, Elektrokimia dan Aplikasinya, Graha Ilmu, Yogyakarta.
  5. Triavia, I., Widodo, D., S., dan Haris, A., 2016, Elektrodekolorisasi Limbah Cair Zat Warna Batik di Kota Solo dengan Elektroda PbO2/Cu, Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 19, 1, 11-14.
  6. Fauzi, N., Udyani, K., Zuchrillah, D., R., Hasanah, F., 2019, Penggunaan Metode Elektrokoagulasi Menggunakan Elektroda Alumunium dan Besi pada Pengolahan Air Limbah Batik, Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri, Institut Teknologi Nasional Malang, Malang.
  7. Bachtiar, I., dan Widodo, D., S., 2015, Elektrodekolorisasi Limbah Cair Pabrik Tekstil di Wilayah Semarang dengan Elektroda PbO2/Pb, Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 18, 3, 85-90.
  8. Sala M., dan Bouzan C., G., 2012, Electrochemical Techniques in Textile Processes and Wastewater Treatment (review article), International Journal of Photoenergy, 1-12.
  9. El-Taweel, Y., A., Nassef, E., M., Elkheriany, I., Sayed, D., 2015, Removal of Cr(VI) Ions from Waste Water by Electrocoagulation Using Iron Electrode, Egyptian Journal of Petroleum, 24, 2, 183-192.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *