Pentingnya memelihara dan mengawasi keanekaragaman hayati
Keberadaan berbagai jenis hewan di suatu wilayah punya peran penting terhadap ekosistem. Atas fakta inilah menjadikan perlunya melacak atau mengawasi hewan baik yang hidup di darat maupun perairan. Untuk melakukan aktivitas ini kita memerlukan kamera, jejak hewan, sampel kotoran dan lain-lain. Sekelompok ilmuwan memiliki cara lain melacak hewan darat dengan mengidentifikasi e-DNA, materi genetik pada lingkungan perairan [1].
Pengembangan teknik ini perlu untuk dilakukan demi efisiensi dan efektivitas proses monitoring (pengawasan). Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan upaya mendapatkan data yang akurat terkait distribusi (persebaran) hewan darat. Para peneliti telah mempublikasikan hasil temuannya di Journal of Applied Ecology yang terbit pada 20 Maret 2020.
Mengenal e-DNA dan perannya dalam proses pelacakan hewan
Asam Deoksiribonukleat atau yang umum kita kenal dengan DNA merupakan materi genetik organisme. Salah satu peran pentingnya adalah dalam hal penurunan sifat. Selain itu juga berperan sebagai pembeda antara organisme yang satu dan yang lainnya secara fisiologi. Misalnya, antara manusia dengan orang utan dan sebagainya.
Walaupun umumnya berada dalam tubuh organisme, tetapi ilmuwan telah mengidentifikasi materi genetik di lingkungan (enviromental) meskipun dalam jumlah yang kecil. Pada hewan liar hal ini dapat terjadi akibat aktivitasnya seperti minum dan membuang kotoran yang kemudian melepaskan sejumlah kecil DNA. Fakta inilah yang akhirnya memunculkan istilah enviromental DNA (e-DNA).
Sekelompok peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengungkapkan identifikasi melalui e-DNA lebih efektif dan efisien. Didalam air materi genetik tersebut cenderung terikat pada sedimen dan seiring waktu akan terus terakumulasi (bertambah). Proses akumulasi yang telah berlangsung lama memungkinkan untuk menemukan e-DNA dari ribuan tahun yang lalu [1-3].
Para peneliti telah menemukan e-DNA pada sampel tanah, perairan bahkan pada salju sekalipun. Keberadaan e-DNA pada perairan telah membantu ilmuwan untuk mendeteksi beberapa jenis ikan dan hewan air lainnya. Melalui pendekatan serupa, Allan D. McDevitt (University of Salford) bersama timnya telah berhasil melacak hewan darat dengan mengidentifikasi e-DNA pada perairan sekitar [1,3].
Tahapan proses identifikasi
Proses identifikasi dimulai dengan mengambil sampel pada perairan (sungai). Mereka kemudian menyaring sampel dan mengekstraksi (memisahkan) DNA dari bahan organik yang tertinggal di filter (alat penyaring) [1,3].
Tahapan selanjutnya adalah identifikasi DNA menggunakan instrumen Polimerase Chain Reaction (PCR). Aspek penting pada tahap ini yaitu penggunaan primer (semacam penanda) khusus untuk mamalia. Fungsinya adalah untuk memperjelas bagian DNA mitokondria yang dimiliki hewan. Tahap akhir adalah mencocokkan dengan DNA penanda yang spesifik pada spesies tertentu atau dikenal dengan DNA barcode [1,3].
Keberhasilan identifikasi juga sangat bergantung pada teknik pengambilan sampel (sampling) yang baik. ” Hanya dengan 3 hingga 5 sendok air dari total 1,5 hingga 2 liter sampel mereka dapat melacak beberapa hewan seperti rubah merah, luak, dan musang “. Ungkapan kekaguman McDevitt, ahli ekologi molekuler University of Salford [3].
Konfirmasi keabsahan dan tantangan yang dihadapi
Pelacakan hewan darat berbasis e-DNA belum dapat menjadi teknik identifikasi yang berdiri sendiri. Untuk dapat meyakinkan data distribusi satwa tersebut memerlukan validasi dengan metode lain, seperti menggunakan kamera pengintai. Ucap Peter Seeber, ahli genetika lingkungan University of Konstanz (Jerman) [3].
Pada beberapa kawasan tim McDevitt telah menemukan kesesuaian data distribusi hewan yang menggunakan e-DNA dan kamera pengintai. Bahkan dalam satu kasus mereka berhasil mengidentifikasi e-DNA hewan pengerak air di area dimana ilmuwan belum mendokumentasikan spesies tersebut. Kemudian saat memasang kamera pengintai mereka melihat hewan-hewan perairan tersebut, yang mengkonfirmasi bahwa data e-DNA benar [1,3].
Setelah berhasil pada penelitian sebelumnya, kelompok tersebut memutuskan untuk mencoba teknik ini di hutan hujan tropis terbesar di dunia, Amazon. Namun nyatanya mereka belum dapat melacak spesies-spesies hewan darat dengan jumlah yang diharapkan. Pada kawasan ini mereka berhasil mendeteksi beberapa hewan seperti lumba-lumba sungai, trenggiling dan tapir [3].
Sampel air memiliki tingkat keasaman (pH) tinggi, radiasi UV, reaksi oksidasi, deaminasi dan enzimatik diduga telah menyebabkan kerusakan e-DNA. Tambah McDevitt menjelaskan tantangan yang dihadapinya di sungai amazon [3].
Kelompok peneliti ini juga menemukan tantangan lain di Amerika Selatan, yaitu tidak tersedianya basis data (DNA barcode) yang memadai untuk spesies tertentu. Ahli ekologi molekuler McDevitt mengungkapkan hal ini tidak terjadi di Inggris dan Skotlandia. Pada kedua wilayah itu ilmuwan telah mencirikan (menyediakan basis data) yang baik [3].
Rencana selanjutnya
Tahap selanjutnya para peneliti akan mulai membangun “perpustakaan referensi” untuk hewan yang “tersembunyi” di daerah dengan keanekaragaman hayati tinggi. McDevitt dan timnya berencana akan kembali ke Amazon untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam skala lebih besar mencakup pembuatan basis data baru.
Referensi
- Naiara Guimarães Sales, Maisie B. McKenzie, Joseph Drake, Lynsey R. Harper, Samuel S. Browett, Ilaria Coscia, Owen S. Wangensteen, Charles Baillie, Emma Bryce, Deborah A. Dawson, Erinma Ochu, Bernd Hänfling, Lori Lawson Handley, Stefano Mariani, Xavier Lambin, Christopher Sutherland dan Allan D. McDevitt, 2020, Fishing for mammals: Landscape-level monitoring of terrestrial and semi-aquatic communities using eDNA from riverine systems, Journal of Applied Ecology, 57, 707-716.
- Vella Nurazizah Djalil, Achmad Farajallah, Yusli Wardiatno, 2018, Aplikasi Teknik Environmental DNA (eDNA) untuk Deteksi Spesies Cherax quadricarinatus (Von Martens 1868) Menggunakan Sampel Air, Jurnal Biologi Tropis, 18, 2, 134-140.
- https://www.the-scientist.com/news-opinion/researchers-detect-land-animals-using-dna-in-nearby-water-bodies, mengakses pada 12 Oktober 2020.